Kamis, 03 Desember 2009

Sifat-Sifat Kaum Anshar

Sifat-Sifat Kaum Anshar

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kaum Anshar) sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajrin) ; dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang di pelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al Hasyr : 9)


Dalam ayat diatas telah dibicarakan tentang para mustahiqin Baitul Maal yaitu orang-orang yang memiliki haq dalam Baitul Maal. Seluruh ayat ini membicarakan tentang kaum Anshar dan mengisyaratkan atas sifat-sifat mereka yang istimewa. Salah satu dari sifat-sifat mereka ialah menyempurnakan keimanan mereka didalam rumah mereka. Biasanya untuk mendapat kesempurnaan iman dirumah adalah sangat sulit, sebab pemikiran duniawi dan lainnya akan menjadi halangan baginya.
Sifat istimewa yang kedua ialah mereka sangat mencintai kaum Muhajirin. Jika seseorang membaca sejarah permulaan Islam, maka ia akan heran dengan keadaan kasih sayang
yang ada dikalangan sahabat.
Ketika hijrah ke Madinah Nabi SAW. telah mengadakan hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajrin sehingga setiap seorang Muhajirin mendapat saudara seorang Anshar sebagai saudara kaitan khusus. Setiap orang Muhajrin dipersaudarakan dengan seorang Anshar, karena kaum Muhajirin adalah para pendatang sedangkan kaum Anshar adalah orang-orang tempatan. Ditempat baru ini kaum Muhajirin akan menghadapi berbagai macam kesulitan dan kaum Anshar sebagai orang tempatan membantu kaum Muhajrin jika mereka mengalami kesulitan sehingga mereka akan mendapat kemudahan. Betapa suatu aturan yang sungguh istimewa yang telah dibuat oleh Nabi Muhammad SAW dimana kaum Muhajirin mendapat kemudahan dan kaum Anshar pun tidak mendapat kesulitan. Karena seseorang bertanggung jawab atas seseorang adalah mudah.
Mengenai hal ini Abdurrahman bin ‘Auf ra menceritakan kisahnya sendiri, “Ketika kami tiba di Madinah, Nabi SAW. telah mempersaudarakan saya dengan Said bin Rabiah. Beliau berkata kepada saya, “Saya adalah orang yang paling kaya dikalangan kaum Anshar. Ambillah setengah dari harta kekayaan saya. Saya juga memiliki 2 orang istri, pilihlah salah seorang yang kamu senangi, saya akan menceraikannya. Jika iddahnya selesai maka kamu dapat mengawininya” (Bukhari)
Yazid bin Asham ra berkata bahwa kaum Anshar telah memohon kepada Nabi SAW agar membagikan sebagian tanah mereka kepada kaum Muhajirin. Nabi SAW tidak menerima usulan ini bahkan Beliau menganjurkan agar kaum Muhajirin dipekerjakan ditanah-tanah kaum Anshar dan hasilnya dibagi dua diantara mereka. (Durrul Mantsur).
Dengan demikian usaha mereka membantu kalian dan kalianpun membantu mereka”. Hubungan dan kasih sayang diantara mereka yang semata-mata hanya karena agama itu sangat sulit untuk diterima oleh akal kita. Maha Agung Allah SWT dimana sifat-sifat khusus kaum muslimin, kasih sayang dan sikap lebih mempedulikan kesulitan orang lain pada hari ini telah berganti dengan tujuan pribadi masing-masing dan mementingkan hawa nafsu. Tidak mempedulikan kesulitan orang lain yang penting diri sendiri senang. Bukan bagaimana diri sendiri menanggung kesulitan agar orang lain senang. Padahal kaum muslimin bisa menjadi besar pada zaman itu karena sifat mereka yang lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri.
Ada seseorang yang memiliki istri yang sangat buruk akhlaknya dan selalu menyusahkan. Seseorang bertanya, “Mengapa engkau tidak menceraikannya?”. Beliau menjawab, “Saya khawatir, jika nanti ia menikah dengan orang lain, lalu ia menyusahkan orang itu dengan keburukan akhlaknya.” (Ihya’)
Betapa halusnya masalah ini. Pada hari ini adakah diantara kita orang seperti itu? Yang sanggup menerima kesusahannya agar orang lain tidak mendapat kesusahan ?
Sifat ketiga, dalam ayat suci diatas yang menerangkan tentang orang Anshar ialah bahwa jika kaum Muhajirin mendapatkan sesuatu dari harta rampasan perang atau dari yang lainnya, maka hati orang-orang Anshar tidak merasa sempit dan cemburu. Hasan Basri rah a berkata, “Maksudnya ialah jika kaum Muhajirin memperoleh kelebihan umum daripada kaum Anshar, maka hal ini tidak menyusahkan hati orang Anshar”. (Durrul Mantsur)
Sifat keempat yang diterangkan diatas ialah walaupun mereka dalam kemiskinan dan kelaparan tetapi mereka masih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Banyak cerita-cerita seperti itu yang dapat ditemui didalam sejarah hidup mereka. Dari salah satu peristiwa berikut dan cerita yang mashur telah menjadi sebab
turunnya ayat diatas, yaitu :
Seorang sahabat telah datang kepada Nabi SAW dan mengadukan kelaparan dan kesempitannya. Nabi SAW telah mengirim utusan kepada istri-istri Beliau untuk mencari makanan, tetapi diberitahukan bahwa tidak ada makanan disana. Kemudian Nabi SAW bersabda kepada orang-orang yang berada diluar “Adakah diantaramu yang sanggup melayani tamu ini?”
Seorang Anshar yang disebut dalam beberapa riwayat bernama Abu Thalha ra telah membawa tamu itu kerumahnya. Lalu ia berkata kepada istrinya, “Ini adalah tamu Nabi SAW kita mesti melayaninya dengan baik dan hidangkanlah apapun makanan yang kita miliki”.
Istrinya menjawab “Dirumah kita hanya ada sedikit makanan untuk anak-anak kita. Selain itu tidak ada apa-apa lagi”.
Abu Thalha ra berkata “Tidurkanlah anak-anak. Dan jika saya telah duduk dengan tamu untuk makan, maka padamkanlah lampu dengan berpura-pura untuk membetulkannya, supaya tamu dapat makan dengan puas dan kita tidak perlu makan,” maka demikianlah yang dilakukan oleh istrinya.
Pada waktu Shubuh, ketika Beliau hadir dihadapan Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Allah sangat menyukai perbuatan kamu berdua (suami-istri) semalam.” Kemudian ayat suci diatas diturunkan. (Durrul Mantsur)
Setelah itu Allah berfirman : “Barangsiapa yang telah diselamatkan dari syuh (tamak), maka mereka telah meraih kejayaan”. Syuh ialah sifat tamak dan kikir. Kekikiran telah menjadi tabiatnya, baik ia benar-benar kikir ataupun tidak. Karena itulah, terdapat berbagai pendapat ulama dalam menafsirkan ayat tersebut. Sifat tamak dan loba dapat timbul atas harta sendiri ataupun harta orang lain.
Seseorang telah berjumpa dengan Abdullah bin Mas’ud ra lalu berkata, “Aku telah binasa”. Beliau bertanya, “Mengapa?” Ia menjawab, “Allah berfirman, mereka yang telah diselamatkan dari syuh maka ia telah mendapatkan kesuksesan. Tetapi penyakit ini masih ada pada diriku. Hatiku tidak suka kalau apa saja benda terlepas dari sisiku”.
Ibnu Mas’ud ra berkata, ”Itu bukanlah syuh, tetapi kikir, walaupun demikian, kikir juga berbahaya, syuh adalah keinginan untuk memiliki harta orang lain secara zhalim”.
Ibnu Umar ra telah meriwayatkan hadits yang mirip dengan ini. Beliau berkata, “Syuh itu bukanlah seseorang yang enggan menafkahkan hartanya, orang yang demikian itu adalah kikir dan itu sesuatu yang buruk. Sedangkan syuh adalah memandang harta milik orang lain”.
Thaus rah a berkata bahwa bakhil adalah perasaan seseorang yang tidak mau menyedekahkan. Tetapi syuh adalah kikir atas harta orang lain, yaitu jika ia melihat orang lain menginfaqkan hartanya, maka hatinya akan merasa sempit, seolah-olah hartanyalah yang diinfaqkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa syuh lebih keras daripada kikir karena kikir hanyalah enggan menginfaqkan harta sedangkan syuh disamping ia senang menyimpan harta daripada diinfaqkan, ia juga ingin mendapatkan harta orang lain dengan zhalim.
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. bersabda, “Barangsiapa yang memiliki 3 jenis kebiasaan, maka ia akan selamat dari syuh, pertama menunaikan zakat hartanya, kedua melayani tamu-tamunya, ketiga membantu orang yang tertimpa musibah.
Didalam hadits lain Nabi SAW. bersabda, “Tidak ada sesuatu yang sangat menghapuskan ke-Islaman seperti syuh”. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Tidak dapat tercampur debu-debu dijalan Allah dengan asap neraka Jahannam didalam perut seseorang. Begitulah iman dan syuh tidak dapat disatukan dalam hati seseorang”.
Jabir ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Selamatkanlah dirimu dari kezhaliman karena ia akan mendatangkan kegelapan yang berlapis-lapis pada hari kiamat (yaitu akan datang kegelapan yang sangat tebal sehingga kegelapan menjadi berlapis-lapis), dan selamatkanlah dirimu dari syuh, karena ia telah membinasakan manusia sebelum kamu. Karena syuh mereka telah menumpahkan darah orang lain dan berzina dengan wanita muhrimnya”.
Abu Hurairah ra mengutip sabda Nabi SAW , “Selamatkanlah dirimu dari syuh dan kikir, inilah yang menyebabkan orang-orang sebelum kamu memutuskan hubungan dan berzina dengan wanita-wanita muhrimnya, serta menyebabkan pertumpahan darah”. Maksudnya, jika seseorang berzina dengan wanita ajnabiyah maka ia dikenakan denda / rajam tetapi jika mereka berzina dengan anak wanitanya sendiri, maka hal itu sangat memalukan sedangkan jika dirampok karena harta itu adalah hal biasa.
Anas ra berkata, “Ada seseorang yang meninggal dunia, maka orang-orang berkata adalah ahli Surga”. Nabi SAW bersabda, “Kamu semua tidak mengetahui tentang orang ini. Tidak mustahil ia telah berkata sia-sia ataupun ia telah berbuat bakhil atas harta yang tidak bermanfaat untuk dirinya sendiri”.
Dalam hadits yang lain kisah ini telah diceritakan sebagai berikut : Ketika perang Uhud ada seorang sahabat yang mati. Lalu ada wanita yang mendekatinya dan berkata, “Anakku! Kesyahidanmu demikian mubaraq (diberkahi)”, maka Nabi SAW bersabda, “Apa yang kamu ketahui tentang dia? Apakah tidak pernah berkata sia-sia atau tidak pernah berbuat kikir atas sesuatu yang tidak berharga?” Karena kikir atas sesuatu yang tidak berharga menunjukkan ketamakan serta kikir yang sangat memalukan. Kehilangan sesuatu yang tidak merugikan tidak sepatutnya dibakhilkan terhadap manusia.
Wallau a’lam.

Empat Golongan Manusia

Empat Golongan Manusia

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik (Surga). Katakanlah “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah) pada sisi Tuhan mereka ada Surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Dan (ada pula) istri-istri yang disucikan serta ridho Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (yaitu) orang-orang yang berdo’a, “Ya Tuhan kami sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka”, (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun pada waktu sahur”. (Al Imron : 14-17)


Allah SWT. mengibaratkan cinta terhadap benda-benda tersebut dengan lafaz kepada “Syahwat” keinginan, Imam Ghazali berkata bahwa, sebutan cinta kepada syahwat (untuk memperbanyak harta) adalah suatu keasyikan. Penyakit ini akan datang, jika hati kosong dari tafakur. Dan mengobati penyakit hati sejak dini sangatlah penting, yaitu dengan banyak berdzikir mengingat kebesaran Allah dan selalu bertafakur siapa kita sebenarnya dan apa tujuan kita hidup didunia ini ? Jika tidak, maka ketika perhatian terhadap duniawi bertambah, akan sangat sulit mengalihkannya. Jika dilakukan sedini mungkin, akan terasa mudah.
Demikian pula cinta terhadap sesuatu yang lain, seperti : cinta harta, pangkat, sawah ladang, anak-anak, cinta terhadap burung (merpati dan lain-lain) bahkan terhadap permainan-permainan dan sebagainya. Apabila seseorang terbelenggu didalamnya, ia akan binasa baik dalam urusan agamanya atau dunianya sebagaimana seseorang yang mengendarai kuda, untuk berbalik ataupun berputar ditempat yang terbuka sangatlah mudah, akan tetapi setelah sampai disuatu pintu dan ingin dibalikkan tentu hanya dengan cara memegang ekornya dari belakang sangatlah sulit. Oleh karena itu sejak awal janganlah hati kita berlebihan mencintai harta. Tetapi ingat tidak mencintai harta bukan berarti tidak boleh memiliki harta, ada orang yang tidak punya harta tetapi dia mencintai harta berlebihan, sehingga dia bersifat bakhil. Kemudian setelah bakhil dia akan berusaha untuk memiliki harta orang lain dengan cara yang tidak halal.
Demikian juga sifat dermawan bukan tergantung kaya atau tidak. Ada orang kaya yang dermawan dan sebaliknya ada orang miskin yang bakhil. Juga ada orang kaya yang bakhil sebaliknya ada orang miskin yang dermawan.
Kebendaan didunia ini terbagi 3 jenis yaitu : benda-benda, tumbuh-tumbuhan, dan hewan-hewan. Dan Allah SWT. telah mengisyaratkan dengan permisalan, agar berhati-hati terhadap istri, anak, sanak keluarga, saudara, kawan-kawan, ringkasnya berhati-hati dalam mencintai sesama manusia, juga mengisyaratkan emas, perak yang berhubungan dengan benda-benda serta berbagai jenis binatang ternak dan tumbuh-tumbuhan, benda-benda itulah yang disebut dengan dunia.
Setelah memberitahu dan memperingatkan hal ini Allah SWT. berfirman bahwa benda-benda itu hanya berguna untuk kehidupan beberapa hari (sementara) didunia ini, sehingga tidak patut manusia mencintai salah satu benda tersebut. Tidak patut hati terpaut kepadanya, hanyalah sesuatu yang berguna dan bekal serta akan membantu di akherat terutama adalah ridho Allah. Ridho Allah adalah segalanya, dan lebih baik dari segala sesuatu yang ada didunia ataupun akherat pada hakekatnya tiada sesuatupun didunia dan akhertat yang dapat mengimbangi ridho Allah. Itulah kesuksesan yang sebenarnya. Tiada kenikmatan yang dapat menyamainya.
Setelah Allah menceritakan tentang keduniaan dengan terperinci pada ayat diatas Allah memperingatkan bahwa semua itu sementara dan sekedar asbab. Berkali-kali Allah mengingatkan benda-benda tersebut di dalam Al Qur’an, baik berupa nasehat ataupun peringatan yang berbeda-beda bagi orang-orang yang mencintai dunia.
Kadangkala berupa ancaman terhadap mereka yang mementingkan kehidupan dunia. Bahkan dinyatakan, bahwa dunia ini tempat tipuan bermaksud agar manusia meyakini hakekat dunia yang sementara dan tidak kekal ini, dunia ini bukanlah sesuatu yang harus dicintai, namun sekedar keperluan.
Dalam tinjauan terhadap keduniaan manusia terbagai 4 golongan yaitu : Pertama, orang yang mempunyai keduniaan yang banyak tetapi dia juga mencintainya, dan berusaha untuk menambahnya. Tipe orang seperti ini akan celaka dunia dan akherat, tidak ada jiwa qona’ah dalam dirinya, zhohirnya dia kaya tetapi hakekatnya miskin. Karena selalu kekurangan dan merasa kurang. Sudah kaya atau punya jabatan masih saja berlaku curang.
Kedua, orang yang mempunyai dunia yang banyak tetapi sekedar keperluan, dia tidak mencintainya, kecuali dibelanjakan atau digunakan di jalan Allah. Dia sadar harta atau keluarga merupakan titipan dari Allah, walaupun hartanya banyak tetapi tidak masuk ke hati karena hatinya hanya ada kekasihnya yaitu Allah SWT.
Tipe orang semacam ini adalah orang yang akan berbahagia didunia dan diakherat, berjiwa qona’ah berserah diri semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Dia merasa tidak tahan melihat penderitaan orang lain dan selalu mengekspresikan dirinya bagaimana kalau saya seperti itu ? Jiwa simpatinya cepat keluar, sehingga dia akan begitu mudah untuk membelanjakan harta untuk kebahagiaan orang lain, walaupun banyak keperluan tetapi menunaikan hajat saudara lebih tinggi dan membuat Allah ridho, zhohirnya dia kaya pada hakekatnya juga kaya, karena dia merasa cukup dan rasa syukurnya kepada Allah SWT.
Ketiga, orang-orang yang mempunyai dunia sedikit tetapi dia sangat mencintai dunia. Sehingga jika melihat harta orang lain dirinya iri dan ingin sekali memilikinya karena dia tidak mampu mencari harta yang banyak atau memang rezekinya sebegitu saja, dia mengambil jalan pintas dengan mencuri, merampok, juga judi dan lain-lain.
Apabila jalan pintas melalui mencuri dan merampok resikonya penjara atau mati dihakimi massa. Tipe orang semacam ini akan diadzab Allah didunia dan diakherat, ia miskin lahir bathin. Sudah miskin harta miskin hati, lagi lengkap sudah kehancurannya.
Keempat, orang yang mempunyai dunia sedikit tetapi tidak mencintai dunia. Dia sadar, bahwa Allah dapat memuliakan siapa saja baik kaya maupun miskin karena kemuliaan itu terletak pada ketaatan bukan seberapa banyak harta seseorang itu. Dia menerima ketentuan Allah, hidup apa adanya bukan berarti malas bekerja, jangan salah paham. Tapi dia selalu menggunakan hidupnya, bagaimana dirinya mempunyai iman yang betul, bagaimana dirinya supaya dapat bermanfaat bagi orang banyak zhohirnya dia miskin tetapi hakekatnya di kaya.
Dibandingkan jenis manusia kedua, jenis manusia keempat lebih baik di akherat, setidaknya tidak terlalu banyak pertanyaan Allah mengenai harta ketika didunia dikarenakan dia adalah orang miskin.
Dalam suatu riwayat perbedaan orang kaya yang taat dengan orang miskin yang taat terpaut 500 tahun masuk Surga terlebih dahulu orang miskin yang taat. Hal ini terjadi karena banyak pertanyaan mengenai harta bagi orang kaya tadi. Harta darimana memperolehnya ? Dengan bantuan siapa ? Bentuk pengelolaannya bagaimana? Dibantu siapa saja sampai digunakan untuk apa dan lain sebagainya.
Tetapi orang kaya yang dermawan juga mempunyai kelebihan, setidaknya dia dapat lebih banyak membantu orang lain sehingga dengan bantuannya yang ikhlas Allah akan ridho kepadanya.
Oleh karena itu bila kita termasuk golongan manusia tipe kedua diatas harus banyak bersyukur dan minta ampun kepada Allah karena beratnya penghisaban di akherat nanti.
Dalilnya firman Allah : “Kalau kamu banyak bersyukur maka aku tambah nikmatmu”.
Akan tetapi bila kita masuk kedalam golongan manusia tipe keempat maka sikap yang kita ambil adalah bersabar, karena leibh baik bersabar dalam ketaatan didunia ini dari pada bersabar menunggu penghisaban di padang mahsyar, atau bersabar didalam siksaan neraka. Dalilnya firman Allah : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Kalau ditinjau dari kedua dalil diatas maka kedudukan sabar lebih tinggi dari pada bersyukur, karena orang yang sabar bersama Allah sedangkan orang yang bersyukur beserta ciptaan Allah (yakni kenikmatan) tetapi jangan coba-coba mendaftarkan diri atau menjadi golongan manusia jenis pertama dan ketiga anda akan celaka, kasihanilah diri kita maut adalah pasti, tidak dapat ditunda atau dimajukan, apabila datang tidak akan sempat lagi berbuat apa-apa, jadi mulai sekarang kita sama-sama berbenah diri, termasuk penulis juga. Wallahu a’lam.







Bab Shalat Berjamaah dan Adab-adabnya (2)


Barisan Shaf
• Tidak lurus shaf dalam shalat berjamaah akan menimbulkan terpecahnya hati ahli jamaah. Sehingga akan membuat perpecahan diantara jamaah. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah)
• Shaf yang tidak rapat dalam shalat berjamaah akan menjadikan syetan masuk pada celah-celah yang longgar untuk menggoda manusia. (Nasa’i)
• Jangan membuat shaf diantara tiang-tiang masjid sehingga membuat shaf terputus. (Ibnu Majah)
• Jangan menyendiri di belakang barisan shaf dalam shalat berjamaah. Tidaklah sah shalat orang yang menyendiri di belakang barisan shaf. Rasulullah SAW. menyuruh seseorang yang menyendiri dibelakang barisan shaf untuk mengulangi kembalai shalatnya. (Ibnu Majah)

I m a m
• Yang berhak menjadi imam dalam shalat berjamaah adalah :
 Yang lebih banyak hafalan Al Qur’annya, jika sama,
 Yang paling banyak mengamalkan sunnah, jika sama,
 Yang paling dulu hijrah, atau yang paling dulu mengenal agama, jika sama,
 Yang paling tua diantara mereka. (TIrmidzi)
• Makruh menjadikan imam orang yang udzur. (Jumhur ‘Ulama). * Seperti orang yang suka kencing atau buang angin tak terasa.
• Seorang musafir sebaiknya tidak mengimami jamaah shalat orang tempatan. Orang tempatan lebih berhak menjadi imam, hendaknya dengan izin penduduk setempat. (Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
• Jangan bermakmum kepada imam yang berhadats atau imam yang tertidur atau mengantuk. (Ibnu Majah)
• Jangan sekali-kali menjadikan imam yang tidak disukai makmumnya, karena ia juga tidak akan disukai Allah. (Ibnu Majah)
• Jika imam benar, maka kebenarannya untuk semua jamaah. Jika imam salah, maka kesalahannya untuk imam sendiri. (Ibnu Majah)
• Rasulullah SAW. menyatakan bahwa akan dating suatu masa dimana orang-orang akan akan shalat berjamaah, tetapi tidak ada imam. (Ibnu Majah)
• Sebelum memulai takbir, imam hendaknya menganjurkan makmum agar meluruskan dan merapatkan shaf. (Bukhari, Muslim, Nasa’i)
• Imam sebaiknya meringkaskan bacaan surat dalam shalat berjamaah. Dikhawatirkan dalam jamaah tersebut ada yang tua, yang udzur, ataupun yang sakit. (Ibnu Majah)
• Imam hendaknya tidak terburu-buru dalam melakukan sujud dan ruku’. Wajib berthuma’ninah dalam melaksanakannya. (Tirmidzi)
• Setelah mengimami shalat, sunnah bagi imam menghadap ke makmum, dengan berputar ke kiri atau ke kanan. (Ibnu Asakir, Abu Dawud, Ibnu Majah)

Makmum
• Makmum wajib mengikuti gerakan imam. Apabila imam ruku’, makmum pun ikut ruku’, imam sujud, makmum pun sujud dan seterusnya. (Muslim, Ibnu Majah) * Yang harus diikuti adalah gerakan-gerakan shalat saja, selain gerakan shalat makmum tidak perlu mengikutinya.
• Makmum jangan mendahului imam dalam gerakan shalat. Makmum yang mendahului imam, akan bangkit di hari kiamat dengan berkepala binatang. (Bukhari, Muslim)
• Sebaiknya makmum jangan meninggalkan tempat shalat sebelum imam meninggalkan tempat shalatnya, kecuali sangat mendesak. (Nasa’i)
• Apabila imam melakukan kesalahan, maka makmum lelaki menegurnya dengan bacaan tasbih, sedangkan makmum wanita menegur imam dengan tepuk tangan. (Ibnu Majah)

Kamis, 05 November 2009

Semakin Banyak Silaturahmi Semakin Banyak Rezeki

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diperpanjang umurnya, maka hendaklah ia bersilaturahmi (menyambung ikatan rahimnya dengan saudaranya)”. (Muslim)


Sungguh luar biasa ajaran Islam. Bayangkan, sejak ribuan tahun lalu Islam telah menganggap pentingnya silaturahmi untuk meningkatkan rezeki. Dalam ilmu marketing, silaturahmi sebenarnya identik dengan customer relationship (hubungan dengan pelanggan). Ilmu marketing selalu menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan konsumennya.
Bagaimana silaturahmi bisa meningkatkan rezeki? Silaturahmi hakikatnya melaksanakan hablum minannaas (hubungan dengan sesama manusia). hablum minannaas yang baik adalah pertemuan antara dua orang atau lebih guna mencari kebenaran dan memperbincangkan keagungan Allah serta kegiatan sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan tersebut akan mengalir rezeki karena Allah tidak menjatuhkan langsung rezeki dari langit, tetapi menyebar kran-kran rezeki melalui manusia yang lain. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan hukum kemungkinan (The Law of Probability) untuk mendapatkan rezeki sebanyak-banyaknya dengan memperbanyak silaturahmi. Hukum kemungkinan mengatakan, semakin banyak kita melakukan sesuatu, semakin besar peluang keberhasilan. Semakin banyak orang yang kita kenal, semakin banyak peluang mendapatkan kran rezeki. Semakin beragam orang yang kita kenal, semakin beragam pula jalan menuju sukses financial.
Penelitian Daniel Goleman dalam buku Emotional Intelligence (EQ) menyebutkan bahwa kontribusi IQ terhadap kesuksesan hidup paling banyak 20 persen dan 80 persen sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu sehimpunan faktor yang disebut kecerdasan emosional (EQ). kecerdasan emosional yang dimaksudkan adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan manusia lainnya. Kalau kita memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka kualitas hubungan kita akan sangat baik, dan hal ini akan mendatangkan hubungan yang lebih luas, termasuk mengalirnya rezeki. Jadi dengan silaturahmi yang didasarkan pada EQ yang tinggi, akan menjadikan orang saling mengenal lebih dalam. Mereka akan saling melengkapi. Perkenalan itu bisa menimbulkan kepercayaan sehingga menimbulkan hubungan lebih luas seperti bisnis. Banyak ide atau gagasan akan muncul dalam pertemuan antara dua orang atau lebih. Ketika kita bersilaturahmi dengan teman lama, seringkali muncul ide-ide yang baik yang selama ini tidak pernah kita pikirkan. Manfaat lainnya, kita bisa direferensikan kepada temannya yang dinilai cocok dengan bisnis, karir atau pekerjaan kita.
Silaturahmi tidak harus dengan teman lama, tetapi juga dengan kenalan-kenalan yang baru saja kita kenal.
Selain itu menjaga silaturahmi yang pertama yang harus dilakukan adalah dengan orang tua kita. Sebab dengan selalu silaturahmi secara baik, orang tua akan selalu ingat dan mendo’akan untuk kesuksesan kita. Do’a orang tua sangat kita harapkan karena do’anya sangat-sangat makbul.
Salah satu cara bersilaturahmi yang efektif, yang dapat meningkatkan rezeki adalah membentuk kelompok tertentu atau bergabung dalam sebuah organisasi. Dengan melakukan pertemuan rutin diantara sesama anggota organisasi, bisa timbul ide-ide dan peluang bisnis atau bantuan pemikiran untuk menyelesaikan masalah atau pun bantuan ekonomi seperti modal kerja.
Cara lainnya adalah bersilaturahmi dengan orang-orang sukses dan ikut memanfaatkan kesuksesannya. Untuk dekat dengan mereka memang tidak gampang, tetapi bila kita sudah bisa dekat dengannya, mereka akan sangat membantu atau mempercepat kesuksesan kita. Untuk dapat dekat dengan mereka harus memiliki keahlian atau sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Misalnya sebagai penulis pemula, kita bisa memanfaatkan orang-orang suskses.
Meski demikian, untuk bersilaturahmi dan berbuat baik jangan pilih-pilih orang, silaturahmi harus dilakukan kepada semua, termasuk orang-orang yang menurut kita kecil atau nggak level dibanding diri kita. Bila kita seorang manager sebuah perusahaan, harus juga berbuat baik kepada satpam atau tukang parkir bahkan preman. Dengan silaturahmi dan berbuat baik, kita akan mendapatkan manfaat misalnya bila kesulitan mencari tempat parkir, akan dibantu dengan ramah. Kita juga akan merasa lebih aman karena kendaraan kita tidak diusilin (diganggu).
Sebagian orang sering lupa bahwa hakikat membantu orang lain, baik membantu dalam hal keuangan, mengajarkan ilmu pengetahuan, membantu biaya pendidikan, mencarikan pekerjaan, memberikan jalan bisnis dan lainnya adalah membantu diri kita sendiri. Mengapa bisa begitu? Mari kita kupas hal itu.
Hakikat orang memberi makan orang lain adalah memberi makan dirinya sendiri, karena pemberian itu merupakan amal yang akan bermanfaat di akhirat. Sedangkan manfaat didunia, kita akan mendapatkan imbalan rezeki, karena orang yang kita beri makan akan mendo’akan kelancaran rezeki kita. Hakikat orang mengajar ilmu pengetahuan adalah mengajar dirinya sendiri karena dengan mengajar, ilmu yang diajarkan tidak akan lupa, malah semakin diingat dan berkembang. Hakikat orang yang membantu mencarikan pekerjaan bagi orang lain adalah meringankan pekerjaan bagi diri sendiri karena dengan kebaikan tersebut orang yang kita bantu biasanya balik membantu, memberikan peluang bisnins lain dan sebagainya. Kalaupun tidak, Allah sendiri yang akan membantu dari jalan yang tidakdisangka-sangka. Rasulullah SAW. bersabda : “Sesungguhnya kalian akan diberi petolongan dan akan diberikan rezeki oleh Allah, manakala kalian mau menolong, membantu dan memberi kepada orang-orang yang lemah dan menderita dalam kehidupan”.
Jangankan menolong orang lain, membantu binatang pun kita akan mendapatkan kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. : “Seorang perempuan pelacur Bani Israil yang telah mendapatkan ampunan, karena pada suatu hari ia melewati seekor anjing yang kehausan hampir mati. Maka perempuan pelacur itu melepaskan sepatunya dan mengikatkannya dengan penutup mukanya, lalu ia mengambil air dengan sepatu itu untuk diminumkan kepada anjing tersebut. Maka ia pun diampuni karenanya”.
Jika diamati orang-orang yang sukses ternyata diantara mereka terdapat benang atau kesamaan, dimana mereka itu adalah orang-orang yang bermanfaat bagi orang banyak (Masyarakat).
Pepatah mengatakan teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak. Begitulah kita hidup, harus saling tolong menolong. Allah Maha Penolong dan Dia tidak pernah kehabisan dengan yang dimilikinya. Selain itu kita mesti ingat bahwa apapun yang diperbuat, baik ataupun buruk akan mendapatkan balasan yang setimpal.
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscaya di akan melihat (balasan) nya”. (Az-Zalzalah : 7 – 8)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”. (Al-Israa : 7)
Cepat atau lambat apa yang dilakukan hasilnya akan kita terima. Islam memang tidak mengenal hukum karma, tetapi Islam memberikan ganjaran atau balasan setimpal kepada siapapun yang berbuat baik ataupun buruk. Kalau boleh saya memberikan perumpamaan, apapun yang kita lakukan ibarat melempar bola ke tembok. Semakin kencang bola dilemparkan, semakin keras kita menerima bola. Dalam bahasa Mario teguh – Bussiness Effektiveness Consultant, dalam membina karir, bisnis dan kehidupan yang baik itu memiliki tujuh kesejajaran yang menarik dengan upaya seseorang yang bermain tennis melawan dinding.
Dalam bermain tennis, pertama, kita
harus serve untuk memulai. Ini berarti, kita harus memulai melayani, lebih dulu bila kita ingin hubungan dengan siapapun menjadi baik. Kedua, menyesuaikan kekuatan pukulan dengan kemampuan mengembalikan. Dinding akan mengembalikan bola sesuai dengan kekuatan pukulan. Kita harus menyesuaikan kekuatan pukulan dengan kemampuan kita menerima kembalian dari dinidng itu. Kita tidak bisa menjanjikan pelayanan yang berada diluar kemampuan pribadi dan organisasi kita untuk memenuhinya. Itu sebabnya kita harus membangun kemampuan melayani yang lebih besar untuk bisa berperan lebih besar dalam masyarakat. Ketiga, belajar dari bagaimana dinding mengembalikan pukulan. Pendapat mengenai kualitas kita ada pada mereka yang melihat. Kita tidak bisa menuntut bahwa kita pandai, bila orang lain tidak melihat kita bersikap dan berperilaku pandai. Dengan demikian mempelajari bagaimana menyenangkan orang pelanggan adalah cara terbaik untuk meningkatkan keefektifan pelayanan pribadi. Keempat, bila kita memberikan tipuan, dia akan juga menipu kita. Karir, bisnis dan kehidupan ini bersifat ‘inert’. Dia menjadi seperti apa yang kita perlakukan. Semakin kita bertindak jujur dalam karir, bisnis dan kehidupan, semakin dinding itu berlaku fair kepada kita, dan sebaliknya. Kelima, dinding yang seimbang akan berdiri tegak. Tidak ada seorangpun bisa berdiri tegak bila dia tidak menyeimbangkan antara pekerjaan, istirahat dan rekreasi yang cukup. Keenam, dinding akan memainkan permainan apapun yang kita pilih. Maka pilihlah permainan yang baik. Ketujuh, semakin baik bermain, semakin baik persfektif kita. Orang yang belum ahli akan bermain dekat-dekat dinding. Setelah menjadi ahli, dia bisa memukul dan menerima bola dari jarak yang lebih jauh. Karena jarak itulah dia bisa melihat dan memperhatikan banyak hal dan pandangan yang lebih luas itulah yang membuatnya lebih bijak. (wallahu a’lam)

Pentingnya Membetulkan Niat

Dalam setiap amal perbuatan, Islam mengajarkan untuk memulai dengan niat baik. Agar amalan yang kelihatannya hanya berbuah dunia, bisa juga berbuah akhirat. Jadi, semua tergantung niatnya ! Innamal a’malu binniyah. Sesungguhnya setiap perbuatan (amal) tergantung niatnya. Agar seluruh kegiatan usaha, pekerjaan dan kebiasaan didunia ini tidak sia-sia, kita harus niatkan untuk mendapatkan akhirat. Karena kehidupan akhirat itulah sebaik-baik kampung halaman untuk kembali. Walal aakhiratu khoirul-laka minal ‘uula. Dan yang tidak kalah pentingnya dari menata niat yang benar karena kebaikan akan mengikuti kita.
Orang yang selalu meniatkan akhirat dalam setiap amal dunianya, ibarat menanam padi. Orang menanam padi (akhirat) biasanya juga mendapatkan rumpun (dunia). Berbeda bila hanya menanam rumput, belum tentu mendapatkan padi, karena jarang sekali padi tumbuh diantara rerumputan. Jadi orang yang meniatkan seluruh kegiatan dunianya dengan tujuan akhirat pasti mendapatkan dunia dan akhirat. Sebaliknya orang yang hanya berorientasi dunia, maka hanya dunia yang diperoleh. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan TIrmidzi :
“Barangsiapa yang menjadikan dunia ini sebagai satu-satunya tujuan akhir (yang utama), niscaya Allah akan menyibukkan dia (dengan urusan dunia itu), dan Dia (Allah) akan membuatnya miskin seketika, dan ia akan dicatat (ditakdirkan) merana di dunia ini. Tetapi barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuan akhirnya, Allah akan mengumpulkan teman-teman untuknya dan Dia akan membuat hatinya kaya dan dunia akan takluk dan menyerah padanya”.
Selain itu, Allah berfirman melalui hadits Qudsi : “Wahai anak cucu Adam, kalian mencurahkan segala ibadah hanya karena ingin ridla-Ku, pasti akan Aku penuhi hatimu dengan kekayaan. Aku juga akan tutup kefakiranmu. Jika tidak demikian, Aku akan penuhi hatimu dengan segala kesibukan. Aku juga tidak akan menutupi kefakiranmu”. (Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.)
Dalam bahasa Ary Ginanjar Agustian, penulis buku Emotional Spiritual Quotient (ESQ), bila seseorang ingin sukses dunia – akhirat maka harus mendahulukan komitmen spiritual dari komitmen fisik. Ary kemudian membuat perbandingan dengan Piramida Kebutuhan Abraham Maslow, dengan Piramida Kebutuhan ESQ.
Pada piramida Abraham Maslow, kebutuhan fisik (Basic Need) menempati urutan pertama, kemudian diikuti Safety Need, Social Need, Self Esteem dan Self Actualization, sehingga yang terjadi manusia tidak pernah puas dengan segala kebutuhan dasarnya yang bersifat relatif dan terus berlomba-lomba memperebutkannya bahkan dengan menghalalkan segala cara dan jarang yang berhasil mencapat tingkat aktualisasi diri.
Urutan kebutuhan manusia sesungguhnya sudah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Dalam urutan pelaksanaan ibadah haji, 4500 tahun yang lalu namun kita tidak pernah memahaminya. Urutan tersebut adalah :
Self – Actualization (Aktualisasi diri), yaitu makna di dapat saat Wukuf di padang Arafah ketika manusia menyadari siapa dirinya, dari mana asalnya dan mau kemana dia.
Self Esteem (pengakuan diri), dijawab dengan melontar jamarat (jumroh). Saat itu manusia harus melontarkan segala kesombongan dan kebanggaan yang selama ini justru dikejar.
Social Need (kebutuhan social) yang dibangun dengan thawaf yaitu masyarakat yang memiliki nilai dan prinsip yang sama yang dilambangkan dengan pakaian ihram dan kemudian berputar bersama-sama mengelilingi satu nilai secara harmonis dan damai.
Safety Need (kebutuhan rasa aman) yang dijawab dengna Sa’i, yaitu ketika manusia merasa takut, maka saat itulah justru harus terus bergerak atau bekerja seperti yang dilakukan Siti Hajar yang terus berlari dari bukit Shafa ke Marwah.
Basic Need (kebutuhan dasar) akan terpenuhi dengan cara yang baik dan benar, itulah air zam-zam yang penuh berkah yaitu hasil dari kemenangan mental (EQ) dan spiritual (SQ).
Orang yang berorientasi akhirat selalu berpikir jangka panjang. Implikasinya, dia akan berusaha secara optimal dalam setiap kegiatannya. Dia berusaha untuk tidak berbuat kesalahan sekecil apapun karena akan menurunkan tingkat kepercayaan kepada dirinya. Kalau terlanjur berbuat salah, dia akan memperbaikinya. Dia akan bekerja dengan jujur, amanah dan professional. Orang profesional dan dapat dipercaya dalam bidang apapun akan mendapatkan penghargaan berupa karir yang baik bila dia bekerja dan bisnis berkembang dan rejeki berlimpah bila sebagai pengusaha. Sebaliknya bila orang berorientasi dunia cenderung menghalalkan segala cara yang penting dapat uang.
Bila kita ingin hidup penuh berkah, mau tidak mau suka tidak suka, jadikan akhirat sebagai tujuan akhir. Sebab dengan niat itu kita akan berusaha mendekatkan diri kepada Allah sehingga dia akan memudahkan urusan dunia – akhirat. Itulah salah satu rahasia hidup berkelimpahan. Hal ini juga sesuai dengan tujuan Allah menciptakan jin dan manusia yaitu untuk beribadah.
Masalahnya tidak semua orang menyadari hal ini dan menganggap urusan ibadah hanyalah urusan pahala yang hanya ada diakhirat nanti. Selain itu, kebanyakan orang juga selalu mengharap hasil yang diterima, sebelum melakukan sesuatu dan sebelum diketahui secara jelas (materi) hasilnya. Ini adalah budaya pamrih. Sayangnya, budaya ini secara terus menerus telah diajarkan oleh nenek moyang sampai pada ibu bapak kepada anaknya. Sadar atau tidak orang tua kita sering mengatakan seperti ini, “belajarlah yang baik, nanti kalau naik kelas dibelikan sepatu baru”, “shalat yang rajin, biar nanti tidak masuk neraka”, “jangan nangis nanti ibu belikan mainan”, dan sebagainya. Akibatnya, ketika anak tumbuh dewasa, ia menjadi seorang yang selalu pamrih, yang seringkali bertindak pragmatis, jangka pendek. Jika secara jangka pendek tidak menguntungkan, maka pekerjaan, bisnis atau hubungan apapun dengan orang lain sulit dilakukan.
Agar setiap pekerjaan dan bisnis dapat menjadi sumber motivasi jangka panjang dan bernilai ibadah, maka :
(1) Tentukan niat baik. Dengan niat yang benar dan niat baik, maka outputnya juga baik. Ingat prinsip garbage in garbage out. Niat harus spesifik, agar apa yang kita lakukan lebih fokus dan berdaya guna. Seperti kisah si Mbok yang membuka warung nasi dengan niat membantu tukang becak meperoleh makanan murah. Bandingkan bila niatnya terlalu umum seperti “berguna bagi nusa dan bangsa”, maka pengaruh pada perbuatan kita tidak begitu nyata. Bahkan kita akan bingung mau melakukan apa sehingga bisa berguna bagi nusa dan bangsa.
(2) Prinsip utama adalah khairunnaas, anfauhum linnaas (sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain). Dengan menggunakan prinsip ini, kita akan selalu berusaha agar apapun yang kita kerjakan selalu bermanfaat di dunia ini. Ukurannya tidak selalu materi (uang), karena uang pasti mengejar orang-orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Berikut ini contoh niat baik yang spesifik.
(1) Penulis : memberikan pencerahan dan memotivasi orang untuk sukses.
(2) Pegawai Negeri Sipil : melayani masyarakat sebaik-baiknya, agar bisnis dan pekerjaannya lancar.
(3) Arsitektur : membuat gedung yang indah dan nyaman, agar penghuninya senang dan kerasan.
(4) Pegawai Bank Syariah : melayani nasabah agar kegiatan investasi dan bisnisnya lancar.
(5) Pengusaha : membantu orang mendapatkan pekerjaan dan penghasilan layak, mempekerjakan orang cacat, agar bisa hidup berguna.
(6) Sales mobil : membantu orang mendapatkan mobil untuk kegiatan yang berguna.
(7) Bisnis restoran : mempermudah masyarakat mendapatkan makanan lezat dan bergizi agar hidup sehat.
(8) Sopir angkot : melayani penumpang agar sampai di kantor tepat waktu sehingga bisa bekerja dengan baik.
(9) Bisnis kemitraan dengan petani : membantu meningkatkan penghasilan petani, mengangkat derajat petani agar tidak miskin.
(10) Dokter : mengobati orang agar hidupnya lebih baik dan bahagia, menyediakan kesehatan murah bagi masyarakat miskin.
(11) Wartawan : menyediakan informasi baik dan bermutu sesuai bidang kewartawanannya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
(12) Investor : membantu orang tidak punya modal, sehingga dapat berbisnis dan mendapatkan penghasilan.
(13) Polisi, TNI, satpam : membuat masyarakat aman, sehingga tenang bekerja. Melindungi masyarakat dari kejahatan.
(14) Montir mobil : menjaga keselamatan pengendara motor dengan memperbaiki motor yang rusak.

Bertaqwa

Firman Allah : “……..barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya (rejeki) dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (Ath Thalaaq : 2-3)
Betapa banyak orang sering melakukan ritual agama tetapi tidak sepenuh hati. Contoh, banyak orang shalat, jasadnya berada di dalam masjid namun pikirannya terbang kemana-mana, mengingat urusan dunia. Maka tidak heran bila selesai shalat, pulang membawa sandal orang lain. Setelah shalat korupsi jalan terus. Setelah shalat maksiat jalan terus ! Innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaa’I wal munkar, shalat mencegah perbuatan keji dan munkar, tidak berlaku bagi orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalatnya. Bahkan orang yang shalat demikian itu termasuk orang celaka.
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”. (Al Maa’uun : 4-5)
Bertaqwa seharusnya menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, dimanapun dan kapanpun. Bertaqwa tidak hanya di masjid, tetapi juga ditempat kerja, ditempat bisnis, di hotel sekalipun. Dilihat orang atau tidak, tetap saja tidak melanggar ketentuan Allah.

Bertaubat

Taubat adalah menyesali segala perbuatan salah (dosa) yang pernah dilakukan kepada Allah, kemudian memohon ampunan-Nya serta berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan salah (dosa). Kemudian memperbanyak mengucap astaghfirullah. Agar taubat bisa berpengaruh atau bahasa gaulnya ngefek pada kehidupan, maka harus dilakukan dengan cara (1) tulus ikhlas hanya mengharap ridlo Allah bukan dengan motf-motif lain, (2) langsung menghentikan perbuatan dosa (salah), (3) niat tulus dan kuat untuk tidak mengulangi kembali, (4) merasa sangat menyesal dan merasa sangat berdosa, (5) memohon ampunan baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan, (6) jika perbuatan dosa dilakukan karena menyinggung atau menyakiti orang lain harus meminta maaf kepada orang tersebut. Kalau mengambil barangnya, kembalikan. Kalau memfitnah, kembalikan nama baiknya dan sebagainya. Pokoknya, ikuti perbuatan taubat dengan perbuatan baik.
Allah berfirman : “Maka aku katakan kepada mereka : ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun serta mengadakan (pula didalamnya ) untukmu sungai-sungai”. (Nuh : 10 m- 12)
“Barangsipa senantiasa memohon ampun, Allah akan membuatkan untuknya, untuk setiap duka cita sebuah kebahagiaan dan untuk setiap situasi yang sulit sebuah jalan keluar, dan Dia akan menambahnya dengan makanan dari tempat yang tiada ia sangka-sangka datangnya”. (Abu Daud, Ahmad).
Apa yang disampaikan Allah dalam Al Qur’an adalah janji yang pasti ditepati. Meski demikian kita mencoba memberikan uraian berikut : hakikat taubat adalah menyadari kesalahan. Dengan menyadari kesalahan dan kembali pada kebenaran (Allah), orang akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan menggantikan dengan perbuatan lebih baik. Bila langkah ini juga diimplementasikan pada seluruh aspek kehidupan seperti bekerja di kantor, hasilnya adalah profesionalisme. Bila berbisnis hasilnya adalah kesuksesan karena ada proses pembelajaran terus menerus. Selain itu, kita bisa menyaksikan orang-orang yang memiliki masa lalu kurang baik dan dengan pertobatannya mereka menjadi hidup lebih baik dan berkecukupan.(Wallahu a’lam)

Semakin Banyak Berbagi, Semakin Banyak Menerima

Matematika manusia tidak sama dengan matematika Allah

All that I give is given to my self. To give is to receive. Apa yang saya berikan (kepada orang lain) sesungguhnya manfaatnya akan kembali untuk diri saya sendiri. Memberi berarti menerima. Demikian kata Gerald G. jampolsky, penulis buku Love is Letting Go of Fear. Demikian juga yang dikatakan oleh David Cameron, CEO Images of One.com, sekaligus penulis buku Raising Humans and Happy Pocket Full of Money. Dia menulis, memberi itu menyebabkan memiliki. “To have all, give all to all”. Kesaksian-kesaksian itu dikutip oleh Ahmad Riawan Amin – Direktur Utama Bank Muamalat dalam bukunya yang berjudul The Celestial Management.
Menarik sekali apa yang mereka (penulis barat) katakan itu. Sayangnya, tidak ada hal baru dari mereka. Semuanya sudah jelas tertuang dalam Al Qur’an dan hadits. Bahwa salah satu faktor yang menjadikan bisnis sukses, harta berkembang biak dan beranak pinak, apabila kita mau berbagi, membayar infaq, zakat dan sedekah. Lho kok bisa? Dalam hidup ini, kadang kita harus percaya pada hal-hal yang sifatnya ghaib, tidak hanya yang terlihat kasat mata saja.
Bagaimana mungkin pengeluaran berupa infaq, zakat dan sedekah (ZIS) bisa melipat gandakan harta? Bukankah infaq, zakat dan sedekah bukan termasuk investasi yang langsung menghasilkan dan dapat diketahui return-nya seperti deposito, reksadana, saham dan produk investasi lainnya? Bukankah kegiatan itu hanya mengurangi uang kita? Disinilah kita harus menyadari bahwa matematika kita tidak sama dengan matematika Allah. Bila kita mengatakan lima kurang dua sama dengan tiga, maka matematika Allah menyatakan lima dikurangi dua sama dengan seribu empat ratus. Allah berjanji akan memberikan pahala zakat, infaq dan sedekah sampai berlipat tujuh ratus kali.
Firman Allah SWT. : “Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui”. (Al Baqarah : 261)
Hadits Rasulullah SAW. pun banyak yang menunjukkan bertambahnya rezeki dengan cara bersedekah. Diantaranya, dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW. bersabda, Allah berfirman ; ‘Wahai anak Adam! Infaqkanlah hartamu, Aku akan menambah hartamu”. Pada kesempatan lain Rasul berjanji, “Ada tiga hal, aku berjani tentang tiga hal itu (bahwa tiga hal itu benar) dan aku akan menceritakannya padamu, maka ingat-ingatlah! Uang tidak akan pernah berkurang karena amal sedekah. Tidak akan ada seorang pun yang berbuat salah manakala ia sabar, kecuali Allah akan menambah kemuliaannya dan tidak ada seorangpun yang meminta rezeki pada orang lain, kecuali Allah akan memiskinkannya”. (Tirmidzi, Ahmad)
Lalu bagaimana janji-janji Allah tersebut dapat diterima oleh logika akal? Mudah-mudahan uraian berikut dapat menjelaskan hal itu. “Allah memberikan rezeki (materi) kepada manusia melalui manusia yang lain, tidak diturunkan langsung dari langit. Buktinya kita mendapatkan proyek/pekerjaan dari orang lain. Kita mendapatkan uang juga dari konsumen/pelanggan dan sebagainya. Bukti lainnya, dalam konsep harta menurut Islam, harta atau rezeki yang kita peroleh di dalamnya terdapat titipan atau hak orang lain. Nah, berkenaan dengan itu kita semua sebenarnya telah diangkat oleh Allah untuk menjadi distributor rezeki. Allah sebagai pemilik rezeki, berhak memilih orang-orang yang bisa dipercaya, agar proses distribusi rezeki di muka bumi ini berjalan baik. Untuk itu Allah menguji, sebelum kita benar-benar dijadikan distributor besar (kaya raya). Salah satu caranya dengan memberikan rezeki secara bertahap, mulai dari kecil. Ketika kita sudah amanah, menjadi distributor yang baik (menyampaikan hak fakir miskin dan banyak bersedekah) maka Allah akan meningkatkan rezeki kita. Begitu seterusnya sampai tidak terbatas (kaya raya)”.
Model yang diterapkan Allah seperti itu menunjukkan bahwa Allah ingin memberikan pelajaran kepada kita bahwa hidup di dunia ini tidak bisa lancar bila dikerjakan sendirian tetapi perlu kerjasama atau bekerja secara tim. Perhatikan saja, Allah juga membentuk tim kabinet dalam mengatur dunia ini, jumlahnya 10 yaitu para Malaikat. Program kerja Allah di dunia diterjemahkan oleh para Nabi yang pesannya disampaikan langsung oleh Malaikat Jibril. Sedangkan menteri perekonomian (pembagi rezeki) dijabat oleh Malaikat Mikail. Untuk urusan catat-mencatat amal oleh Malaikat Rokib dan Atid, dan seterusnya.
Firman Allah SWT. : “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan”. (At Thalaaq : 7)
Dalam bahasa Ustadz Yusuf Mansyur – Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Qur’an di Tangerang, ustadz muda yang dikenal selalu mengusung tema sedekah – tidak ada masalah di dunia ini yang tidak dapat diselesaikan. Allah telah memberi solusi, salah satunya adalah sedekah. Ayat diatas oleh beliau ditafsirkan, “Hendaknya orang-orang kaya berbagi kekayaannya, dan barangsiapa yang sedang disempitkan rezekinya, hendaklah bersedekah”. Kenapa orang yang ditimpa kesulitan kok malah disuruh bersedekah?” inilah rahasainya. Allah menjamin bahwa sedekah bisa membeli masalah. Sedekahpun bisa membeli keinginan. Allah berjanji akan membalas satu kebaikan dengan 10 hingga 700 kebaikan, bahkan tak terhingga”. Bahkan dia mengatakan, “Belilah masalah dengan sedekah”.
Kebalikan dari diatas, kita masih menyaksikan banyak orang-orang pelit. Orang-orang yang mengira dengan cara itu harta kekayaannya dapat bertambah secara signifikan. Orang pelit juga beranggapan bahwa sedekah akan mengurangi hartanya. Padahal bisikan kekurangan (kemiskinan) itu datangnya dari Syetan. Sebagaimana firman Allah SWT. : “Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) ; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia yang melimpah. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Al Baqarah : 268)
Karena pelit, Allah akan mengurangi kekayaan dengan jalan yang tidak disangka-sangka atau tak diperkirakan sebelumnya. Misalkan uang hilang, anak sakit dengan biaya pengobatan yang besar, investasi rugi, rumah kebakaran dan lainnya.
Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa harta yang ditahan dapat menambah kekayaannya, padahal persepsi itu keliru. Harta yang tidak dikeluarkan ZIS-nya justru menjadi penghambat rezeki dan bisa mencelakakan dunia – akhirat. Harta bisa diibaratkan antara air dan selokan (sungai). Bila rezeki tidak dikeluarkan ZIS-nya maka rezeki (yang kita tahan) tersebut akan menjadi penghambat atau menyumbat jalannya air (harta) yang akan datang kepada kita. Akibatnya, air (harta) itu tidak lagi memberikan manfaat optimal tapi malah menjadi malapetaka (banjir) karena air tidak dapat mengalir dengan lancar. Itu baru di dunia, bagaimana di akhirat? Inilah peringatan Allah SWT. : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) dilangit dan dibumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (Ali Imran : 180)
Suze Orman dalam buku best seller-nya yang terjual lebih dari 2 juta eksemplar : The 9 Steps to Financial Freedom (9 langkah menuju kekayaan sejati) memberikan uraian tentang uang dan kedermawanan sebagai berikut , “Uang mengalir melewati kehidupan kita seperti air. Kadang-kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Saya meyakini bahwa diri kita, secara efek, adalah sebuah gelas, yaitu kita hanya bisa menampung jumlah tertentu ; setelah itu airnya – atau uang – akan melimpah dan hilang ke selokan. Ada orang yang memiliki gelas yang lebih besar, ada yang memiliki gelas yang lebih kecil, tetapi kita semua memiliki kapasitas untuk menerima lebih banyak dari yang kita miliki. Saat anda melakukan pemberian, gelas itu akan segera dipenuhi lagi berulang kali. Saya tahu bahwa saya selalu merasa lebih baik setelah memberikan sumbangan – lebih kuat, lebih berharga, lebih berkuasa. Dan setelah beberapa saat saya mulai meyakini bahwa bukanlah kebetulah kalau setiap kali saya memberikan sumbangan, semakin banyak uang yang datang ke pangkuan saya. Hal ini sepertinya sebuah konsep yang sangat aneh pada awalnya ; banyak klien saya yang menganggapnya begitu. Satu pertanyaan yang selalu saya dapatkan pada langkah ini adalah, “Saya tahu banyak orang kikir dan memiliki jiwa yang sangat pelit, orang-orang yang memiliki banyak uang, tetapi tidak pernah memberikan uang sedikitpun. Mengapa mereka bisa memiliki banyak uang?” Menjadi kikir tidak ada hubungannya dengan berapa banyak uang yang anda miliki. Anda bisa kaya dan kikir atau miskin dan dermawan. Orang-orang yang kikir selalu menjaga gelasnya dan menimbun kekayaan lebih banyak lagi, mereka akan memastikan bahwa tidak ada yang keluar dari gelasnya itu. Air baru selalu mengucur masuk untuk menjaga air didalam gelas itu tetap segar dan berguna, jika tidak, semuanya akan menjadi diam, seperti air yang tidak berputak dalam sebuah kolam”.
Orang kaya yang dermawan juga diutamakan masuk Surga. Dalam keteranga sebuah kitab diceritakan ada empat golongan yang akan masuk Surga yaitu orang yang mati syahid, ulama, haji mabrur dan orang kaya yang dermawan. Wallahu a’lam.

Minggu, 11 Oktober 2009

Diantara Keagungan Shalat

Shalat merupakan ibadah yang diwajibkan melalui Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ para imam. Shalat wajib bagi setiap muslim maupun muslimah, baligh dan berakal, kecuali wanita yang sedang haid dan menjalani nifas. Dalil Al Qur’an yang menjadi landasan hal itu adalah firman Allah SWT. : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunai zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus”. (Al Bayyinah : 5)
Demikian juga firman-Nya : “Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (An Nisa’ : 103)
Sedangkan dalil hadits dari Muadz ra. Ketika Baliau akan dikirim ke Yaman, Nabi SAW. bersabda, “Beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam”. (Bukhari dan Muslim)
Shalat memiliki kedudukan sangat agung dalam Islam. Diantara bukti yang menunjukkan peran penting dan kedudukan tingginya adalah :

1. Shalat adalah tiang agama.
Agama tidak akan berdiri tegak tanpanya. Dalam hadits Mu’adz ra. disebutkan, Nabi SAW. bersabda, “Kepala segala urusan adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, sementara puncaknya adalah jihad”. (Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Jika tiang itu roboh, akan hancur pula bangunan di atasnya.

2. Shalat sebagai amal yang pertama kali dihisab.
Karena itu, rusak dan tidaknya amal tergantung pada rusak atau tidaknya shalat yang dikerjakan. Dari Anas ra., Nabi SAW. bersabda, “Yang pertama kali akan dihisab dari seseorang pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, akan baik pula seluruh amalnya. Jika shalatnya rusak akan rusak pula seluruh amal perbuatannya”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Yang pertama kali ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian kepada shalatnya. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung (dalam sebuah riwayat disebutkan dia akan berhasil). Dan jika shalatnya rusak, dia akan gagal dan merugi”. (Thabrani)
Dari Tamim ad-Dari ra., sebagai hadits marfu’ : “Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika dia menyempurnakannya, maka akan ditetapkan sempurna baginya. Dan jika dia tidak sempurnakan, maka Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia akan berkata kepada Malaikat-Nya. Lihat apakah kalian mendapati untuk hamba-Ku itu beberapa amalan sunnah, sehingga mereka akan sempurnakan amalan wajibnya dengan amalan sunnah tersebut. Kemudian zakat juga. Lalu amal-amal perbuatan itu dihisab berdasarkan hal tersebut”. (Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

3. Shalat adalah ibadah paling terakhir hilang dari agama.
Dengan kata lain, jika shalat telah hilang dari agama, berarti tidak ada lagi yang tersisa dari agama. Dari Abu Umamah ra. sebagai hadits marfu’ : “Tali-tali Islam akan lepas sehelai demi sehelai. Setiap kali sehelai tali itu lepas, maka umat manusia akan berpegangan pada tali berikutnya. Yang pertama kali terlepas adalah hukum dan yang paling terakhir adalah shalat”. (Ahmad)
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Yang pertama kali dihilangkan dari umat manusia adalah amanat dan yang tersisa paling akhir adalah shalat. Berapa banyak orang yang mengerjakan shalat tanpa ada kebaikan di dalamnya sama sekali didalam dirinya”. (Thabrani)

4. Shalat sebagai wasiat paling akhir Nabi SAW. kepada umatnya.
Dari Ummu Salamah rha., dia berkata, “Wasiat yang terakhir kali disampaikan Rasulullah SAW. adalah shalat, shalat, dan budak-budak yang kalian miliki”. Sehingga Nabi SAW. menyembunyikannya didalam dada dan tidak Beliau sebarluaskan melalui lisannya. (Ahmad)

5. Allah SWT. memuji orang-orang yang mengerjakan shalat dan mereka yang menyuruh keluarganya mengerjakannya.
Dia berfirman : “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dia menyuruh keluarganya mengerjakan shalat dan menunaikan zakat, dan dia adalah seorang yang diridhoi disisi Rabbnya’. (Maryam : 54-55)

6. Allah mencela orang-orang yang menyia-nyiakan dan yang malas mengerjakan shalat.
Dia berfirman : “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan”. (Maryam : 59)
Allah SWT. juga berfirman : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah, kecuali sedikit sekali”. (An Nisa’ : 142)

7. Shalat sebagai rukun sekaligus tiang Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Dari Abdullah bin Umar ra. dari Nabi SAW. bersabda, “Islam didirikan atas lima perkara : bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan Zakat, puasa Ramadhan dan berangkat Haji ke Baitullah”. (Muttafaqun ‘alaih)

8. Diantara bukti yang menunjukkan keagungan shalat adalah Allah SWT. tidak mewajibkannya di bumi melalui perantara Jibril as., tapi Dia sendiri yang langsung menyampaikan kewajiban shalat itu tanpa perantara pada malam Isra’ diatas langit ketujuh.
9. Pada awalnya, yang diwajibkan itu lima puluh shalat.
Ini menunjukkan kecintaan Allah SWT. kepada shalat. Kemudian Dia meringankan bagi hamba-hamba-Nya, dimana kemudian Dia hanya mewajibkan lima shalat saja dalam satu hari satu malam. Itulah shalat dengan hitungan lima puluh dalam timbangan dan lima dalam pengerjaannya. Hal itu menunjukkan agungnya kedudukan shalat.

10. Allah membuka amal perbuatan orang-orang yang beruntung dengan shalat dan menutupnya dengan shalat pula.
Hal itu mempertegas peran penting shalat. Allah SWT. berfirman : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya”. (Al Mu’minun : 1-9)

11. Allah menyuruh Muhammad SAW.
dan para pengikutnya agar mereka menyuruh keluarga mereka mengerjakan shalat.
Dia berfirman : “Dan perintahkan keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjaknnya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa”. (Thahaa : 132)
Dari Abdullah bin Umar ra., dari Nabi SAW. bersabda, “Suruh anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena tidak mengerjakannya pada saat mereka berusia sepuluh thun. Serta pisahkanlah tempat tidur mereka. (Abu Dawud, Ahmad)

12. Orang yang tertidur dan lupa diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.
Dan hal ini memperkuat peran penting shalat. Dari Anas bin Malik ra. Nabi SAW. bersabda : “Barangsiapa lupa mengerjakan shalat, hendaklah dia mengerjakannya pada saat teringat, tidak ada kaffarat baginya, kecuali hanya itu saja”. (Bukhari)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Barangsiapa lupa mengerjakan shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kaffaratnya adalah dengan mengerjakannya ketika dia mengingatnya”. (Muttafaqun ‘alaih)
Yang termasuk orang tertidur adalah orang yang tidak sadarkan diri selama tiga hari atau kurang. Hal itu telah diriwayatkan dari Ammar, Imran bin Hashin, Samurah bin Jundub ra., jika waktu tidak sadarkan diri itu lebih lama dari itu, maka tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk mengqadhanya, karena orang yang tidak sadarkan diri dalam waktu lebih dari tiga hari sama dengan orang gila yang kehilangan akal secara total. Wallahu a’lam.

Keutamaan Tijarat (Perdagangan)

Berdagang merupakan pekerjaan yang paling baik. Alasan utamanya adalah bahwa pedagang dan orang yang berkecimpung dalam kegiatan perdagangan dapat mengatur waktunya sendiri, sehingga ia juga dapat berkhidmat kepada agama melalui mengajar, belajar, menyebarkan ajaran Islam, sekalipun ia juga sibuk berdagang. Disamping itu juga terdapat beberapa ayat Qur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang keutamaan berdagang, yaitu : “Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang-orang yang beriman dengan Surga”.
Didalam hadits dapat kita baca, “Sesungguhnya pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan berada di kalangan para shiddiqin dan syuhada’”. (Tirmidzi)
Rasulullah SAW. diriwayatkan telah bersabda, “Sesungguhnya mata pencaharian yang paling baik adalah mata pencaharian pedagang yang apabila berbicara tidak berdusta, bila dipercaya mereka tidak berkhianat, jika berjanji tidak memungkiri. Apabila membeli mereka tidak mencela barang yang dibelinya. Apabila menjual, mereka tidak memuji-muji barang yang dijualnya. Jika mereka disuruh membayar hutang, mereka tidak berdalih, dan apabila orang yang berhutang lambat membayarnya, mereka tidak akan menyempitkan orang yang berhutang”.
Anas ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya pedagang yang jujur dan benar akan berada di bawah naungan ’Arsy Allah pada hari Kiamat”.
Abu Umamah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Apabila empat sifat terdapat pada seorang pedagang, maka rezekinya lancar. Empat sifat itu, yakni apabila membeli tidak mencela barang yang dibeli, apabila menjual barang tidak memujinya berlebihan, apabila menjual tidak menipu, dan tidak bersumpah dalam jual beli.
Hakim bin Hizam ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Pembeli dan penjual memiliki hak untuk membatalkan penjualannya sepanjang mereka belum berpisah (satu sama lain setelah mereka mengadakan jual beli). Apabila mereka berbicara benar dan menjelaskan (cacat barang yang dijual dan harganya), mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan apabila mereka berbicara tidak benar dan menutupi cacat barangnya, mereka barangkali akan menerima keuntungan, tetapi tidak memperoleh keberkahan dari penjualannya tersebut”. (Bukhari, Muslim)
Imam Said bin Manshur meriwayatkan bahwa Naim bin Abdurrahman dan Yahya bin Jabir meriwayatkan hadits dimana Rasulullah SAW. diberitakan telah bersabda, “Sembilan dari sepuluh rezeki diperoleh dari perdagangan dan sepersepuluh diperoleh dari peternakan”.
Imam Daylami meriwayatkan bahwa
Ibnu Abbas ra. berkata, “Aku nasihatkan kepadamu supaya memperlakukan para pedagang dengan baik, karena mereka adalah pembawa pesan antara ufuk barat dengan ufuk timur, dan pembawa amanah Allah di bumi”.
Diriwayatkan didalam Atbis bahwa Imam Malik meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. berkata, “Aku nasihatkan kepadamu untuk berdagang, sehingga orang-orang merah ini (bukan Arab) tidak menjadi halangan bagimu dalam urusan keduniaan”.
Dalam kitab Almad-Khal yang terkenal, Ibn Amirul Haj meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. suatu ketika mengunjungi pasar. Disana ia mengamati bahwa hampir semua pedagang adalah orang-orang asing dan orang-orang yang berasal dari kalangan bawah. Keadaan ini menjadikannya merasa prihatin sehingga ia mengeluarkan kata-kata sebagaimana dikutip diatas. Kemudian ada beberapa orang yang bertanya, “Tetapi tuan, Allah telah menaklukkan beberapa daratan untuk kita sehingga dari tanah yang ditaklukkan tersebut berdatangan harta kekayaan, sehingga kita tidak perlu berdagang untuk memenuhi kebutuhan kita”. Umar menjawab, “Apabila engkau meninggalkan berdagang sebagai pekerjaanmu, engkau akan mendapati bahwa kaum laki-laki akan bergantung kepada laki-laki lainnya, dan kaum wanita akan bergantung kepada kaum wanita lainnya”.
Allama Abdul Hay Kuttany berkata : “Ramalan Umar bin Khattab ra. berkenaan dengan masa depan umat ini terbukti kebenarannya. Dengan demikian apabila orang-orang muslim meremehkan pekerjaan berdagang dan meninggalkan berdagang sebagai pekerjaannya, maka umat lain akan mengambil alih pekerjaan ini dan mengendalikan dunia perdagangan sedemikian rupa sehingga seluruh umat Islam akan memiliki ketergantungan kepada umat lainnya. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang sangat penting, mereka (umat Islam) akan sangat bergantung kepada umat lain”.
Imam Tirmidzi mengetengahkan bab khusus dalam kitabnya yang terkenal Shahih Kitab dengan judul, “Memulai berdagang di awal pagi”. Didalam kitab tersebut kita akan mendapati sebuah hadits dimana Sakhar Ghamidy memberitakan bahwa Rasulullah SAW. pernah berdo’a, “Ya Allah, berkatilah umat ini ketika mereka berusaha pada awal pagi”.
Sakhari juga memberitakan bahwa apabila Rasulullah SAW. mengirimkan pasukan untuk berperang, Beliau selalu mengirimkannya pada awal pagi. Sakhari juga merupakan seorang pedagang. Apabila ia mengirimkan pekerjanya untuk berdagang, ia akan mengirimkannya di awal pagi. Dengan cara ini, ia memperoleh keuntungan besar dan kekayaannya bertambah banyak.
Said bin Huraits berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa menjual tanah atau rumah kemudian tidak menyimpan hasil dari penjualan tersebut dengan sesuatu yang seumpamanya, maka tidak akan memperoleh keberkahan”. (Ibnu Majah)
Diantara para shahabat, Abu Bakar ra. merupakan seorang pedagang yang terkenal. Didalam kitab Ishabah dapat kita baca bahwa sebelum datangnya Islam, ia memiliki kekayaan sebanyak empat puluh ribu dirham, yang ia gunakan untuk membeli budak-budak dengan tujuan untuk dibebaskan, sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan kebajikan. Abu Bakar sedemikian dermawannya sehingga pada saat kedatangannya di Madinah setelah hijrah, ia hanya memiliki lima ribu dirham, dan pada saat meninggalnya ia hampir tidak memiliki sesuatu apa pun.
Diberitakan didalam Tarikh Ibnu Asakir bahwa Abu Bakar biasa bepergian untuk berdagang sampai ke Basrah bahkan pada masa hidup Rasulullah SAW. kita semua mengetahui betapa cintanya ia kepada Rasulullah SAW. sekalipun ia sangat mencintai Rasulullah, ia bersedia untuk melakukan perjalanan yang panjang sampai ke Basrah.
Ibnu Saad menulis bahwa pada awal pagi setelah dipilih menjadi Khalifah, Abu Bakar ra. terlihat membawa setumpuk kain yang dibawa ke pasar untuk dijual. Ditengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarah. Mereka bertanya, “Bagaimana mungkin engkau ini sibuk berdagang, sedangkan tanggung jawab untuk mengatur urusan umat telah dibebankan ke atasmu?” Abu Bakar menjawab : “Bagaimanakah aku harus menafkahi keluargaku?” Mereka menjawab : “Kami akan menetapkan gaji untukmu”. Kemudian setelah itu ditetapkan gaji untuk Abu Bakar dengan jumlah seharga seekor kambing.
Didalam syarah (ulasan) Shahih Bukhari Ibnu Zakari menulis bahwa pemberian gaji ini hendaknya diterapkan kepada seseorang yang memiliki tanggung jawab menangani urusan umat Islam dan ditunjuk menjadi qadi (hakim), mufti, guru dan sebagainya. Mereka semua hendaknya menerima gaji tetap karena tugas yang mereka lakukan
Umar bin Khattab ra. juga pernah menjadi seorang pedagang. Terdapat beberapa hadits yang tidak diketahui oleh Umar, dan karena tidak mengetahui hadits-hadits tersebut, ia pernah berkata, “Keterlibatanku dalam berdagang menjadikan aku sangat sibuk di pasar, sehinga aku tidak dapat mengetahui beberapa perkara”. Ia juga diberitakan pernah berkata dalam beberapa kesempatan, “Kecuali mati dalam jihad di jalan Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku sukai daripada mencari nafkah melalui bekerja dan berusaha keras”. Untuk menyokong pernyataannya ini ia biasa membaca ayat : “Dan ada orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah”. (Al Muzammil : 20)
Usman bin Affan ra juga pernah menjadi seorang pedagang, baik sebelum Islam maupun sesudah Islam. Dalam pengiriman pasukan ke Tabuk, Usman telah menyediakan 300 unta miliknya sendiri beserta semua kelengkapannya. Menurut hadits yang lain dikatakan bahwa dalam pengiriman pasukan ini juga ia menyerahkan seribu dinar kepada Rasulullah SAW. untuk dipakai sebagai perbekalan dalam peperangan tersebut. Rasulullah SAW. bersabda, “Semenjak hari ini, tidak ada sesuatu perbuatan Usman yang dapat memudharatkannya”. Rasulullah SAW. mengulang perkataannya tersebut sampai tiga kali. Menurut hadits lainnya dinyatakan bahwa Usman membawa seribu ekor unta dan tujuh puluh ekor kuda.
Didalam kitab Taratibal Idariya terdapat sederetan nama pedagang dari kalangan shahabat, antara lain juga disebutkan Siti Khadijah, ibu kaum muslimin. Kisah tentang dirinya sangat terkenal. Ia pernah mengirimkan kafilah ke Syria untuk membeli dan menjual barang. Ia juga mengirim Muhammad (sebelum diangkat jadi Nabi) bersama-sama hamba sahayanya, Maisarah, untuk membawa barang-barang ke Syria. Khadijah menjanjikan akan memberikan bagian keuntungan dua kali ganda kepada Muhammad dibandingkan dengan bagian yang biasanya ditawarkan kepada orang-orang yang menguruskan perdagangannya. Muhammad menuju ke utara dan menjual barang dagangannya di pasar Basrah, dan ketika pulang ke Mekkah juga membawa barang dagangan. Dalam perjalanan dagang ini, mereka memperoleh keuntungan dua kali lipat sebagaimana sebelumnya, sehingga Khadijah benar-benar memberikan keuntungan dua kali lipat dibandingkan yang biasanya diberikan.
Wallahu a’lam.

Minggu, 30 Agustus 2009

Perlunya Semangat dan Keimanan

B
anyak kita lihat sekarang ini kejadian, orang tidak lagi melihat mana yang benar dan mana yang salah, malahan lebih mengutamakan untuk menang walau berbuat salah, sehingga orang mencari sesuatu dengan jalan pintas, dimana mana terjadi kekerasan, penipuan, perampokan dan pembunuhan, ini disebabkan oleh krisis keimanan, yang melanda kehidupan manusia.
Ditengah situasi krisis yang sesulit apapun, sesungguhnya hanya ada satu kunci yang hendaknya selalu kita pegang, yaitu Semangat.
Semangat memang satu kata yang sering hilang dari kamus hidup kita. Kalaupun tidak hilang, minimal cahayanya meredup. Redupnya semangat ini akan mengikis optimisme yang pada gilirannya akan berimbas pada kadar keimanan kita sebagai hamba kepada Khaliknya. Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda “Al Imanu yazid wa yankus”. Artinya: “Iman itu naik dan turun”. Dengan naik dan turunnya keimanan manusia, maka berpengaruh juga naik turunnya kepada semangat diri kita. Karena itulah dalam hidup ini, semangat dan keimanan memiliki suatu hubungan yang sangat dekat dan tidak bisa dipisahkan. Seorang yang sedang turun keimanannya pasti akan turun pula semangat untuk beribadah, belajar, berikhtiar mencari rejeki. Ataupun segala perbuatan yang baik dan bermanfaat lainnya. Begitu pula sebaliknya, jika keimanan kita sedang naik, maka kadar semangat kitapun akan menjadi naik, sehingga kita selalu optimis dalam menghadapi tantangan.
Beban hidup yang sedang kita hadapi bersama sekarang ini memang berat dan beraneka ragam bentuknya. Namun bagi kita umat Islam tidak boleh ikut hanyut akibat penderitaan ini. Terlebih sampai kehilangan gairah hidup atau pesimis memandang seolah-olah hidup ini semakin gelap. Kita harus mempunyai harapan hidup yang lebih besar atau bersikap optimis dan penuh keyakinan bahwa pertolongan dari Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah : Dalam surat Alam Nasyrah ayat 5-6 yang artinya
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Kita harus yakin bahwa sesulit apapun penderitaan kita, Allah pasti akan menolong apapun penderitaan hambanya. Asalkan kita masih memiliki iman dan selalu beramal shaleh disertai dengan kesabaran.
Dalam menghadapi kehidupan yang penuh goncangan dan kesengsaraan ini hendaknya kita selalu bersikap tegar, sabar dan lapang dada. Dalam satu Syair arab dikatakan ”Palaitaka tahlu, walhayaawatu mariirah, walaitaka tardha, wal’anaamu ghadbaan” artinya “Biarlah engkau bersikap manis walaupun hidup terasa pahit, dan biarlah engkou tetap ridho walaupun semua
manusia menunjukkan kebencian”.
Dalam kehidupan ini, bahwa tiap jiwa manusia membutuhkan makanan lahiriah dan batiniah, terkadang kita melupakan hal tersebut dan hanya mementingkan lahiriahnya saja.
Semangat dan keimanan adalah zat yang harus di isi kepada manusia untuk menaungi batiniah menjaga berbagai macam ibadah yang dapat menjadi obat dalam menghadapi krisis semangat dan keimanan.
Dapat kita lihat beberapa waktu yang lalu sering kita dengar alunan lagu “Tombo Ati” atau obat hati yang dinyayikan oleh Opick; yang dapat membetengi krisis Iman, yaitu :

1. Membaca Qur’an dan maknanya.
2. Mendirikan sholat malam.
3. Berkumpul dengan orang sholeh dalam
4. majlis ilmu.
5. Perbanyak puasa sunnah, dan
6. Berzikir pada setiap waktu.
Kalau ini kita terapkan dengan Ikhlas Insya Allah kerisis semangat dan keimanan secara pelan namun pasti akan hilang dari diri kita. Agar keimanan kita tetap terpelihara dan terjaga serta terus mengalami peningkatan kualitas, untuk memeliharanya dapat kita lihat dalam sabda Rasulullah Saw. yang artinya :
“Ada lima hal yang merupakan bagian dari keimanan, barang siapa di dalam dirinya tidak terdapat lima hal itu, maka ia tidak memiliki keimanan.

1. Ketundukan kepada perintah Allah,
2. Menerima ketentuan Allah.
3. Berserah diri kepada Allah, Tawakal kepada Allah, dan
4. bersikap sabar kepada ketentuan Allah”.

Menyadari kondisi kita sebagai manusia yang ada kalanya semangat dan keimanannya turun, maka Allah akan selalu menerangi hati kita dengan pelita kebenaran. Dan dengan kesadaran pribadi tersebut selanjutnya diaplikasikan dengan tertanamnya tekad dalam hati untuk memperbaiki diri kita sendiri.
Seseorang yang semangatnya terikat dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah memasuki samudra yang tak bertepi. Ia akan mendapatkan apa yang dicita-citakannya, meskipun cita-citanya teramat tinggi dan tubuhnya lemah. Semangatnya itu akan membuatnya, mengantarkannya untuk memperoleh sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh
tubuhnya yang lemah.
Betapa sering sesuatu (amal) yang sedikit menjadi bernilai banyak karena niat yang baik dan betapa sering sesuatu amal yang banyak menjadi sedikit (nilainya) karena niat yang buruk.
Jika ada seseorang mengaku bahwa dirinya berniat baik, maka perhatikanlah amalnya. Sebab, setiap amal akan menunjukkan niat pelakunya. Jika amalnya baik, itu menunjukkan bahwa niatnya baik, dan jika amalnya buruk, itu menunjukkan bahwa niatnya buruk pula.
Sesungguhnya Allah hanya memperhatikan semangat dan niat seseorang, barang siapa yang semangatnya tertuju untuk Allah, meskipun perbuatannya belum sesuai dengannya, maka dapat diharapkan suatu saat perbuatannya akan mengikuti semangatnya.
Seseorang yang semangatnya tertuju kepada kemaksiatan, kemudian dia berbuat kezaliman serta kemaksiatan dan pada saat yang sama lisannya berzikir kepada Allah, maka ucapan lisannya tersebut justru akan menjadi saksi yang memberatkan dirinya.
Sedangkan seseorang yang semangatnya tertuju kepada Allah, meskipun pada saat itu anggota tubuhnya masih melakukan perbuatan yang tidak diridhai, maka suatu saat anggota tubuhnya akan menjadi baik.
Barang siapa anggota tubuhnya taat kepada Allah, tetapi anggota tubuhnya tertuju kepada kemaksiatan, maka suatu saat anggota tubuhnya akan mengikuti semangatnya itu, karena itulah Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah tidak memandang paras muka dan bentuk tubuh kalian, akan tetapi Dia mendang hati dan niat-niat kalian.”
Beramallah untuk Allah sesuai dengan kadar semangat dan niatmu dengan Ikhlas, karena Allah akan memberikan pahala sesuai dengan kadar semangat dan niat, bukan menurut kadar amal. Sebab gudang gudang Allah Ta’ala telah penuh dengan ibadah.
Ada Malaikat yang sujud sejak sebelum diciptakan dunia hingga hari kiamat, dan ada pula yang terus menerus rukuk, mereka semua menikmati zikir sebagaimana telah kita ketahui. Jika demikian adanya, lalu apalah artinya amal kita.
Dengan demikian jelaslah bagi kita, bahwa semangat dan keimanan harus dijaga, dan dirawat serta ditingkatkan kwaliatasnya, dengan sikap ketulusan kepada Allah Swt. Mudah-mudahan bathin kita akan menjadi tersinari dan tenang di dalam menjalani realitas kehidupan ini.

“Beban menyimpan rahasia lebih ringan dari pada perasaan hawatir akan terbongkarnya rahasia yang kau ceritakan kepada
orang lain”

Kejayaan Kita Yang Sesungguhnya

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan Allah, Kamipun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa dengan seketika, maka ketika itu mereka
terdiam berputus asa”. (Al An’am : 44)



T
erdapat banyak hadits yang menerangkan bahwa kenikmatan yang diberikan kepada orang yang tidak beriman disebabkan amal baik mereka atau penangguhan terhadap dosa-dosa mereka didunia ini. Siapa saja dari masyarakat yang tidak beriman yang melakukan perbuatan baik pasti cepat maju dan mewah, dan mereka ditangguhkan adzab atas dosa-dosa mereka, sedangkan orang-orang mukmin dikenakan adzab didunia ini atas dosa-dosa yang mereka buat.
Sebuah hadits menyebutkan ujian bala’ senantiasa bersama orang mukmin, dia diuji dengan dirinya, hartanya, anak-anaknya dan sebagainya, sehingga tertebus amalan-amalan buruknya dan dia meninggalkan dunia ini dalam keadaan bebas dari dosa-dosa. (Tirmidzi)
Penindasan, kezholiman, kelicikan dan pencabulan adalah perbuatan yang akan diperhitungkan didunia, baik orang Islam maupun non Islam. Begitu juga mereka yang mencemooh dan mengejek para Nabi dan Rasul Allah, mereka akan di adzab oleh Allah. Dalam keadaan begini Allah tidak akan menangguhkan hukuman keatas mereka. Beberapa peristiwa yang meriwayatkan kemusnahan kaum terdahulu yang telah diceritakan di dalam Al-Qur’an adalah bukti dan saksi yang nyata atas perkara ini. Bila suatu kaum jatuh atas sebab kezholiman, adzab dari langit datang menolong orang yang tertindas. Sesuai Firman-Nya : “Aku mendengar panggilan orang yang tertindas dan memperkenankan panggilannya, walaupun dia orang kafir. Maka dengan ini hendaklah kita semua sadar bahwa siapa saja yang menindas (tidak membuat keadilan), dia pada hakikatnya tidak menindas orang lain tetapi telah menindas dirinya sendiri.
Kejayaan bagi orang-orang Islam dan orang kafir tidaklah sama, Allah telah memisahkan mereka. Hanya kejahilan dan ketidak sadaran terhadap agama yang menyebabkan kita berfikir, apa saja yang memberikan kejayaan kepada orang-orang kafir akan membawa kesejahteraan orang-orang Islam juga. Tanamkan dihati bahwa tempat yang sebenarnya bagi mengadzab orang-orang kafir terhadap dosanya ialah di akherat dan kadangkala saja didunia disebabkan beberapa alasan tertentu. Bagi perbuatan baik yang mereka lakukan, maka Allah membalas didunia ini saja, tidak diakherat. Alasan ini adalah munasabah karena orang kafir tidak mengakui akherat maka mengapa pula menerima ganjaran diakherat.
Seorang bertanya kepada Ibnu Abbas ra. mengenai maksud surat Hud ayat 15. Beliau mengatakan bahwa harga amal kebaikan mereka dibayar dengan kesehatan dan kesenangan, dengan anak-anak dan harta. Tetapi ingat, ini tidaklah bermakna bahwa Allah wajib membayar (mengganjari) mereka didunia, hal ini di batasi dengan syarat yang telah diterangkan pada surat Bani Israil ayat 18, jika Allah menghendaki.
Said bin Jubair ra. telah memberikan penerangan yang sama terhadap surat Hud diatas. Amalan kebaikan mereka akan diganjari didunia ini. Qatadah ra. juga meriwayatkan bahwa Allah SWT. memberikan ganjaran keatas perbuatan baik mereka didunia ini dan apabila tiba hari akherat, tidak ada satu perbuatan baikpun yang belum diberikan ganjaran. Dan bagi orang-orang mukmin amal kebaikan mereka akan diganjari didunia ini dan (diatas keimanan mereka) diganjari juga di akherat. Mujahid rah. a mengatakan perbuatan baik orang kafir akan diganjari sepenuhnya didunia ini. Maimun bin Mehran mengatakan jika seseorang ingin mengetahui derajatnya dalam pandangan Allah mestilah melihat amalnya sendiri, karena dia akan mendapatkan hasil dari perbuatannya, apakah ia orang mukmin atau kafir. Orang mukmin diganjari didunia dan akherat, sedangkan orang kafir dibayar kembali hanya didunia ini.
Muhammad bin Ka’ab rah. a menyatakan bahwa orang kafir yang telah melakukan perbuatan baik walaupun sebesar zarrahpun pasti diganjari didunia ini melalui anggota badannya, keturunannya dan keluarganya yaitu melalui kesehatan badan dan kekayaan/keuangan sehingga apabila dia meninggal dunia ini, tidak ada satu perbuatan baikpun yang belum diganjari. Dan bagi orang Islam yang telah melakukan perbuatan maksiat walaupun sebesar zarrah akan diadzab didunia ini melalu anggota badannya, keturunannya dan keluarganya yaitu melalui berbagai penderitaan jasad dan keuangan sehingga apabila ia meninggal dunia tidak ada satu perbuatan maksiat yang belum dibalas dengan siksaan.
Sulaiman bin Amir ra. bertanya kepada Rasulullah SAW., ”Bapakku begitu menjaga hubungan keluarga, menepati janji dan melayani tamu dengan baik dan ramah. Apakah amalan ini akan memberikan faedah kepadanya?” Rasulullah SAW. bertanya, ”Apakah ia meninggal sebelum kedatangan Islam?” Beliau menjawab, ”Ya”. Rasulullah SAW. bersabda, ”Dia (bapakmu) tidak akan diberi ganjaran di akherat walau bagaimanapun, keturunannya akan mendapat faedah. Kamu tidak akan mendapat kehinaan, dimalukan atau kemiskinan disebabkan amal kebaikan yang dilakukan oleh bapakmu yang telah meninggal dunia”.
Berdasarkan penerangan diatas kita dapati sebagian orang kafir maju dan jaya didunia, padahal tidak terdapat amalan baik mereka. Ini mungkin disebabkan amalan baik dari leluhurnya. Dari Anas ra., Rasulullah SAW. bersabda, ”Siapa yang inginkan sesuatu sedangkan masih bergelumang dengan perbuatan maksiat maka dia tidak akan mendapat apa yang diinginkan itu. Hasil dari usahanya bertentangan dengan yang diinginkannya bahkan akan lebih dekat kepada apa yang ditakutinya (tidak diinginkan)”. Orang-orang Islam yang masih melakukan dosa-dosa dan perbuatan buruk yang mengharapkan kemajuan dan kemakmuran, akan senantiasa dinafikan dari itu, dan menginginkan kemewahan orang kafir dengan mengikuti jejak mereka, tanpa segan dan malu adalah asbab kegagalan.
Ada suatu adat bagi tentara Persia dan Romawi, apabila tentara mereka dapat menaklukkan musuh, maka mereka akan memenggal panglima perang musuh untuk dihantarkan kepada Raja atau Kaisar mereka sebagai tanda kebanggaan, kemasyhuran dan kegembiraan. Pada masa Khalifah Abu Bakar ra. dalam suatu peperangan dengan Romawi, tentara Islam dapat mengalahkan tentara Romawi dan memenggal kepala panglimanya untuk dihantarkan kepada Khalifah Abu Bakar ra. melalui Atbah bin Amir ra., menerima hal ini Khalifah menyesali dengan sangat akan perbuatan itu, Atbah bin Amir ra. berkata, ”Wahai pewaris/pengganti Nabi, mereka juga membuat kepada kami dengan cara yang sama”. Khalifah menjawab, ”Oh apakah kita akan mengikuti adat istiadat dan amalan orang-orang Roma dan Parsi, jangan bawa kepadaku kepala siapapun. Kitab Allah dan Sunnah Rasul sudah cukup untuk kita ikuti”.
Satu ketika Khalifah Umar bin Khattab ra. bepergian ke Syria terdapat tanah becek dan berair disatu jalan. Beliau turun dari untanya, menanggalkan sarung kakinya yang terbuat dari kulit dan meletakkannya diatas bahu, lalu berjalan dilumpur dan air tersebut sambil memegang tali unta ditangannya. Abu Ubaidah ra. berkata, ”Kamu telah melakukan sesuatu yang mana orang Syria sangat memandang rendah hal tersebut”. Umar ra. menepuk Abu Ubaidah ra. dan berkata, ”Jika ada orang selain kamu, yang menyatakan demikian, sudah tentu aku akan menghukumnya dengan hukuman yang dapat dijadikan peringatan. Kita dahulu hina dan Allah telah memuliakan kita dengan Islam. Kalau kita mencari kemuliaan dengan selain Allah, maka Allah akan menghina kita”.
Kejayaan dan kemakmuran orang-orang Islam hanyalah terletak didalam mengikuti agama ini dengan sepenuhnya. Orang Islam dizaman awal telah mencapai mercu kejayaan dengan beramal agama sepenuhnya, siapapun yang mengetahui sejarahnya tidak dapat menafikkannya. Menentangnya dapat menjerumuskan kita kepada kehancuran dan kemusnahan didunia dan akherat. Walaupun berbagai konsep yang kita ajukan, beribu-ribu keputusan dibuat, berapapun terbitan artikel dan buletin disebar dan dibaca bila semuanya tidak menurut perintah Allah dan cara Nabi-Nya tidak akan mencapai kejayaan. Cuma hanya satu jalan saja mengikuti perintah Allah dengan menjalankan sunnahnya serta menjauhkan dari dosa-dosa dengan berpegang kepada agama-Nya saja. Disini marilah kita berfikir satu perkara lagi. Katakanlah pada masa ini Islam dihina, kesemua perintah-Nya dianggap kuno, ulamanya dianggap berpandangan singkat tetapi adakah suatu kebenaran bahwa orang tua kita dahulu telah menaklukkan beribu-ribu kota, meruntuhkan dua negara super power (Romawi dan Persia) waktu itu. Mereka juga telah mengilhamkan berjuta-juta manusia memeluk Islam dan mendirikan Daulah Islamiyah serta kerajaan Islam sesudahnya di berbagai kawasan, sedang mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Islam, dimanakah agama Islam saat ini, apakah hanya dikitab-kitab saja bukan pada umatnya.
Khalifah Abu Bakar ra. telah mengutus Khalid bin Walid ra. sebagai panglima perang untuk menaklukkan orang-orang murtad, nasihatnya pada waktu itu, ”Inilah kalimat Syahadat ..........., Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Barangsiapa menafikkan azas ini, hendaklah kamu berjuang menentangnya”.
Khalifah Umar bin Khattab ra. telah mengutus Atbah bin Ghazwan ra. sebagai panglima perang melawan Persia, ketika itu Beliau memberi arahan : ”Senantiasa menjaga ketaqwaan semaksimal mungkin. Berhati-hatilah menjalankan keadilan bila memberi keputusan. Dirikanlah shalat dimasa yang ditentukan, ingatlah kepada Allah dimana tempat dan memuji-Nya”.
Pada masa Abu Bakar ra. menjadi
Khalifah, terdapat satu peperangan besar yang masyhur di Ajnadin, panglima Romawi telah mengirim mata-mata yang berbangsa Arab untuk mengetahui kedudukan orang-orang Islam dan mempelajari arah atau gerakan orang-orang Islam sepanjang siang dan malam, sebagai orang Arab dia mudah saja bergaul dengan mereka. Berikut ini laporannya kepada panglima Romawi, ”Orang-orang ini Rahib (ahli ibadah) diwaktu malam dan Ksatria (penunggang kuda) diwaktu siang, yaitu sujud didalam shalat sepanjang malam dan diatas kuda sepanjang hari. Jika anak raja mereka sendiri mencuri sesuatu, tangannya akan dipotong demi keadilan dan jika dia sendiri melakukan perzinahan, ia juga akan dirajam dengan batu hingga mati”. Banyak peristiwa begini telah diriwayatkan didalam kitab-kitab hadits, inilah kenyataan (hakikat) yang mengagumkan hati orang-orang kafir. Setelah mendengar laporan mata-mata tersebut panglima Romawi itupun berkata, ”Jika apa yang kamu laporkan benar, maka lebih baik kita ditanam hidup-hidup didalam bumi dari pada menghadapi mereka diatas bumi”. Suatu ketika terdapat tahanan dari Romawi yang melarikan diri dari orang-orang Islam. Kaisar Romawi bertanya tentang keadaan orang Islam ketika orang tersebut ditawan. Dia menjawab, ”Bahwa orang-orang itu adalah Rahib (ahli ibadah) diwaktu malam dan Ksatria (da’i) diwaktu siang, mereka tidak mengambil sesuatu walaupun dari kafir dzimmi (orang kafir yang dilindungi) tanpa membayar harganya, bila bertemu mereka saling mengucapkan dan menjawab salam”. Kaisar Romawi berkata, ”Jika laporan itu benar, maka mereka akan menjadi raja-raja bagi kerajaannya”.
Semasa peperangan Antakia, Yazid bin
Abi Sufyan ra. mengirim surat kepada Khalifah Abu Bakar ra. memberi laporan : ”Puji-pujian bagi Allah dan sejahtera atas Rasul-Nya, daku merasa sukacita menyatakan bahwa Kaisar Romawi mengetahui akan penyerbuan kami kearahnya, Allah telah mengisikan kehatinya dengan ketakutan dan kegentaran dan dia mengelakkan pertempuran dan mengundurkan diri ke Antakia”. Sebagai jawabannya, ”Suratmu telah memberitahu akan kegentaran Kaisar Romawi dan pengundurannya ke Antakia. Sesungguhnya Allah telah menolong kita melalui Malaikat-Malaikat-Nya bila kita menyertai peperangan dibawah sunnah Rasulullah SAW. Memang sebenarnya kepada agama ini saja kita menyeru manusia dan atas sebabnya jua Allah SWT. telah menolong kita dengan menggentarkan musuh”.
Romawi mempunyai jumlah tentara yang sangat banyak sedangkan orang Islam terbatas. Amr bin ’Ash ra. memberitahu Khalifah Abu Bakar ra. mengenai keadaan tersebut, sebagai jawaban Abu Bakar ra. menulis, ”Kamu orang-orang Islam tidak akan dapat dikalahkan karena jumlah tentara yang sedikit, kamu pasti dapat dikalahkan walaupun jumlah tentara yang banyak dari musuh jika kamu terlibat didalam dosa-dosa”. Rasulullah SAW. telah menerangkan dengan sepenuhnya jalan yang membawa kepada kebaikan dan kemajuan atau jalan yang membawa kepada kemaksiatan dan kejatuhan. Orang-orang dahulu dari kita yang shalih (taqwa) telah mengikutinya dan telah berjaya, sedangkan kita tidak menyadari akan nilai sabdanya dan tidak pula mengambil pelajaran dari para pendahulu kita.
Wallahu a’lam.

MENGGAPAI KEBERKAHAN

Berkah atau barakah merupakan sebuah kata yang penuh makna. Dari zaman ke zaman, umat Islam berlomba-lomba untuk mencari keberkahan tersebut di dalam setiap segi kehidupannya. Ada yang mengharapkan keberkahan rezeki, keberkahan ilmu, keberkahan tempat dan sebagainya.
Dalam hidup ini, setiap manusia tentu ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya. Karena itu, kita selalu berdo’a dan juga meminta orang lain mendoakan agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah SWT.
Secara harfiah berkah memiliki arti “tumbuh dan bertambah”. Dengan pengertian lain keberkahan adalah kebaikan yang bersumber dari Allah semata, yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya, sehingga apa yang kita peroleh dan kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan.
Allah SWT tidak memberikan keberkahan kepada semua manusia, Dia hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepanya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firmannya yang artinya. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.(Al-A’raf :96).
Keberkahan disebutkan juga dalam Hadis Rasulullah Saw. yang artinya :
“Ya Allah, berkatilah buah-buahan kami, berkatilah kota kami, berkatilah takaran sha’ kami dan berkatilah takaran mud kami.” (HR.Muslim).
Dari ayat dan hadis di atas membuktikan bahwa berkah sangat penting dan dibutuhkan. Jika Allah memberikan keberkahan kepada sesuatu, maka sesuatu itu akan mendapatkan kebaikkan yang banyak dan berkesinambungan. Karena manfaat berkah sangat besar, maka umat islam dari zaman kezaman berusaha mencari keberkahan tersebut dalam setiap celah kehidupan.
Apabila manusia baik secara pribadi, maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah SWT, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperoleh cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupannya. Disinilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.
Keberkahan tidak semata diukur dengan banyaknya harta benda yang kita miliki, banyak harta belum tentu berkah, sebab justru bisa mendatangkan malapetaka bagi kita. Bahkan, para ulama membagi keberkahan dalam tiga bentuk, yakni diantaranya :
Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang sholeh. Generasi yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal sholehnya, ini merupakan suatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas yang merupakan dambaan bagi setiap manusia.
Kedua, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikkan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal saleh, karena itu Allah menganugrahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup, karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu dengan baik, adalah tidak akan bisa kembali lagi. Karena itulah, setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an yang merupakan wahyu dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik berhasil ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien dari Allah, sehingga tidak akan kita temukan kelemahannya didalamya, selanjutnya kita membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa
Ketiga, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan baik, yaitu halal jenisnya dan juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak menghalalkan segala cara dalam mencarinya untuk memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah halal atau baik, yakni yang sehat dan bergizi, sehinga makanan yang halal itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga untuk menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Karena itulah, agar apa yang kita makan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun telah halal dan baik. Makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, karena itu Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum.
Jika sekelompok orang makan bersama sekedar menghapus rasa lapar dan tidak dengan rakus serta masing-masing mengutamakan yang lain; masing-masing tidak marah ketika temannya makan lebih banyak darinya, maka mereka akan diberkati.
Diceritakan bahwa sejumlah orang saleh pada suatu malam makan bersama dalam sebuah jamuan yang mereka adakan. Di dalam hati masing-masing telah berniat untuk mengutamakan temannya, tanpa sepengetahuan yang lain. Saat hendak makan, tiba-tiba lampu padam. Merekapun duduk dihadapan hidangan yang telah disediakan, cukup lama sesuai waktu makan sembari bersandiwara seakan-akan ia sedang menyantap makanan yang terhidang. Ketika bangkit meninggalkan tempat makan tersebut, ternyata semua hidangan itu masih utuh, tidak kurang sedikit pun.
Dalam kisah lain diceritakan bahwa salah seorang sahabat mendapat hadiah sebuah kepala kambing, ia kemudian mengirimkan kepala kambing itu kepada temannya dan temannya tersebut menghadiahkan kepala kambing itu kepada temannya yang lain, dan temannya itu menghadiahkan kepada temannya yang lain pula, demikian seterusnya hingga kepala kambing itu kembali kepada orang pertama sekali menghadiahkannya. Mereka melakukan semua ini, padahal mereka semua sangat membutuhkannya.
Demikianlah keindahan orang-orang yang terdahulu bisa berbagi dan apa adanya. Adapun orang saat ini, seorang yang mempunyai makanan yang sangat berlebih, dan mendengar seorang miskin meminta sesuap makanan, ia tidak memberinya apapun, malah kalaupun diberikannya disertai dengan sumpah serapah yang menyakitkan.
Mengutamakan orang lain dan membantunya merupakan dua hal yang berbeda. Ketika kita dalam keadaan membutuhkan, kemudian kita memberikan semua yang kita miliki kepada orang lain, yang sedang dalam keadaan yang membutuhkan juga. Sedangkan kalau kita dalam keadaan membutuhkan, kemudian kita memberikan sebagian yang kita miliki kepada orang lain, maka kita disebut sebagai membantu orang lain. Disinilah perlunya kita sesama umat islam dibutuhkan saling membantu satu dengan yang lainnya, agar kehidupan kita dimasa sulit dapat teratasi, dan bagi orang-orang yang memiliki kelebihan, dapat mensedekahkannya kepada saudara-saudara kita yang membutuhkanya.
Bagi kita kita umat islam, Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan, sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, niscaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah SWT.
Setelah membaca uraian singkat ini, semoga kiranya kita kian menyadari bahwa keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, untuk memperolehnya ternyata harus dengan berdoa dan berusaha secara bersungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa, serta selalu menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam hidup ini. Semoga bermanfaat
“Barang siapa menempatkan dirinya dihadapan Allah seperti budak didapan tuannya, maka dia akan meraih semua kesumpurnaan”

Keutamaan dan Faedah Tauhid

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk. (Al An’am : 82)

S
ahabat Abdullah bin Mas’ud ra. menerangkan, ketika ayat ini dinuzulkan terjadilah keragu-raguan dikalangan kaum muslimin. Mereka berkata : Siapakah diantara kita yang tidak melakukan kezhaliman atas diri sendiri.
Sehubungan dengan pertanyaan para sahabat itu maka Rasulullah SAW. bersabda : “Maksud kezhaliman itu adalah syirik. Belumkah kamu mendengar nasihat Luqman Al Hakim kepada anaknya, Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. (Bukhari, Muslim)
Ayat diatas memberi berita gembira bagi orang-orang yang beriman, yang meng-Esa-kan Allah secara murni, yang tidak mencampur adukkan keimanan dengan kesyirikan, mereka akan memperoleh keamanan dan ketentraman dari Allah di akherat.
Seseorang berada dalam hukum kemanusiaannya, apabila tidak dalam pemeliharaan-Nya, tentu akan tergelincir. Berada dalam kemaksiatan terhadap Allah. Rasulullah SAW. bersabda : ”Siapa saja bersaksi dengan sesungguhnya tidak ada ilah selain Allah Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba, utusan-Nya. Isa adalah hamba, utusan dan kalimat-Nya yang diturunkan kepada Maryam dan ruh yang diutus dari-Nya dan Surga itu benar, Neraka itu benar, maka dia berhak masuk Surga. Allah akan memasukkan dia kedalam Surga sesuai amal perbuatannya.
Dalam hadits qudtsi Allah SWT. berfirman, Wahai anak Adam, walaupun kamu berbuat dosa sebesar isi dunia, kemudian kamu tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu, niscaya Aku akan mendatangkan ampunan yang memenuhi dunia pula untuk mengampuni dosa-dosamu. (Tirmidzi)
Dengan demikian betapa pentingnya tauhid bagi kehidupan seorang muslim. Dengan bertauhid ia akan mendatangkan ampunan. Disamping mengenai keutamaan tauhid tersebut maka tauhid memiliki faedah-faedah, manakala tauhid itu benar-benar diupayakan, direalisasikan dalam kehidupan baik secara individu (perseorangan) maupun secara jemaah.
Yusuf Al-Qardhawi, dalam bukunya hakikatut Tauhid, tauhid akan membuahkan buah yang manis dalam arti kehidupan ini.
Tauhid akan memberikan buahnya antara lain :
1. Memerdekakan seseorang dari beribadah dan khudu’ (merendahkan diri) selain Allah. Tauhid akan bisa memerdekakan akal pikiran seseorang dari bentuk khurafat. Memerdekakan kehidupan dari perangai ke-Fir’aun-an.
2. Menjadikan kepribadian penuh hiasan. Tauhid bakal memberikan arahan hidup yang jelas. Ia tidak terombang ambing oleh berhala-berhala yang dipertuhankan oleh musyrikin. Orang yang bertauhid hanya dipenjara oleh syariat Islam saja. Mereka bertauhid mau dipenjara aturan-aturan Allah saja.
3. Dalam Al-Qur’an dikisahkan tentang Nabi Yusuf AS. yang telah berkata : ”Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang lebih baik, Tuhan-Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Yusuf : 39).
4. Tauhid sumber ketentraman umat manusia. Sebab pemiliknya akan dipenuhi ketentraman dalam jiwanya. Tidak ada rasa takut, kecuali hanya kepada Allah SWT. Semua lobang rezeki telah tertutup dan hanya kepada Allah saja mereka sandarkan semuanya.
5. Tauhid sumber kekuatan jiwa. Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya. Mereka hanya berharap dan bertawakkal kepada Allah. Mereka ridho dan sabar atas ketentuannya maupun musibah-Nya. Orang-orang yang bertauhid akan senantiasa berpegang teguh kepada sabda Rasulullah SAW. : ”Apabila kamu meminta sesuatu, maka mintalah kepada Allah. Dan apabila kamu minta pertolongan, maka mintalah kepada Allah semata”. (Tirmidzi). Jangan sampai kita selalu menyembah-Nya di dalam shalat tetapi keseharian kita malah minta kepada selain-Nya, dalam surat Al Fatihah disebutkan ”hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami mohon pertolongan”, meminta kepada batu, jenis uang lama (uang Soekarno) untuk kesembuhan penyakit dan lainnya merupakan kesyirikan yang berat disis Allah, karena semua itu merupakan tipuan Iblis untuk menjerumuskan manusia kedalam kebinasaan. Memang pengobatan melalui tipuan Iblis dapat juga mengalami kesembuhan, karena semua permintaan Iblis dikabulkan-Nya, jangankan minta kesembuhan minta panjang umur sampai yaumul Qiyamahpun dikabulkan Allah.
6. Mereka selalu mengingat firman Allah SWT. Artinya : ”Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkan melainkan Dia sendiri”. (Al An’am : 17)
7. Tauhid juga merupakan dasar fundamental persaudaraan dan persamaan hak. Karena Allah SWT. saja merupakan sentral peribadatan.

Itulah buah-buah tauhid yang mesti kita panen sebagai konsekuensi logis, bahwa kita telah menyatakan diri sebagai muslim dan terus berupaya menyuburkan iman dan Islam dalam dada, sehingga mencapai derajat insan muttaqin.
Wallahu a’lam