Kamis, 03 Desember 2009

Sifat-Sifat Kaum Anshar

Sifat-Sifat Kaum Anshar

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kaum Anshar) sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajrin) ; dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang di pelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al Hasyr : 9)


Dalam ayat diatas telah dibicarakan tentang para mustahiqin Baitul Maal yaitu orang-orang yang memiliki haq dalam Baitul Maal. Seluruh ayat ini membicarakan tentang kaum Anshar dan mengisyaratkan atas sifat-sifat mereka yang istimewa. Salah satu dari sifat-sifat mereka ialah menyempurnakan keimanan mereka didalam rumah mereka. Biasanya untuk mendapat kesempurnaan iman dirumah adalah sangat sulit, sebab pemikiran duniawi dan lainnya akan menjadi halangan baginya.
Sifat istimewa yang kedua ialah mereka sangat mencintai kaum Muhajirin. Jika seseorang membaca sejarah permulaan Islam, maka ia akan heran dengan keadaan kasih sayang
yang ada dikalangan sahabat.
Ketika hijrah ke Madinah Nabi SAW. telah mengadakan hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajrin sehingga setiap seorang Muhajirin mendapat saudara seorang Anshar sebagai saudara kaitan khusus. Setiap orang Muhajrin dipersaudarakan dengan seorang Anshar, karena kaum Muhajirin adalah para pendatang sedangkan kaum Anshar adalah orang-orang tempatan. Ditempat baru ini kaum Muhajirin akan menghadapi berbagai macam kesulitan dan kaum Anshar sebagai orang tempatan membantu kaum Muhajrin jika mereka mengalami kesulitan sehingga mereka akan mendapat kemudahan. Betapa suatu aturan yang sungguh istimewa yang telah dibuat oleh Nabi Muhammad SAW dimana kaum Muhajirin mendapat kemudahan dan kaum Anshar pun tidak mendapat kesulitan. Karena seseorang bertanggung jawab atas seseorang adalah mudah.
Mengenai hal ini Abdurrahman bin ‘Auf ra menceritakan kisahnya sendiri, “Ketika kami tiba di Madinah, Nabi SAW. telah mempersaudarakan saya dengan Said bin Rabiah. Beliau berkata kepada saya, “Saya adalah orang yang paling kaya dikalangan kaum Anshar. Ambillah setengah dari harta kekayaan saya. Saya juga memiliki 2 orang istri, pilihlah salah seorang yang kamu senangi, saya akan menceraikannya. Jika iddahnya selesai maka kamu dapat mengawininya” (Bukhari)
Yazid bin Asham ra berkata bahwa kaum Anshar telah memohon kepada Nabi SAW agar membagikan sebagian tanah mereka kepada kaum Muhajirin. Nabi SAW tidak menerima usulan ini bahkan Beliau menganjurkan agar kaum Muhajirin dipekerjakan ditanah-tanah kaum Anshar dan hasilnya dibagi dua diantara mereka. (Durrul Mantsur).
Dengan demikian usaha mereka membantu kalian dan kalianpun membantu mereka”. Hubungan dan kasih sayang diantara mereka yang semata-mata hanya karena agama itu sangat sulit untuk diterima oleh akal kita. Maha Agung Allah SWT dimana sifat-sifat khusus kaum muslimin, kasih sayang dan sikap lebih mempedulikan kesulitan orang lain pada hari ini telah berganti dengan tujuan pribadi masing-masing dan mementingkan hawa nafsu. Tidak mempedulikan kesulitan orang lain yang penting diri sendiri senang. Bukan bagaimana diri sendiri menanggung kesulitan agar orang lain senang. Padahal kaum muslimin bisa menjadi besar pada zaman itu karena sifat mereka yang lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri.
Ada seseorang yang memiliki istri yang sangat buruk akhlaknya dan selalu menyusahkan. Seseorang bertanya, “Mengapa engkau tidak menceraikannya?”. Beliau menjawab, “Saya khawatir, jika nanti ia menikah dengan orang lain, lalu ia menyusahkan orang itu dengan keburukan akhlaknya.” (Ihya’)
Betapa halusnya masalah ini. Pada hari ini adakah diantara kita orang seperti itu? Yang sanggup menerima kesusahannya agar orang lain tidak mendapat kesusahan ?
Sifat ketiga, dalam ayat suci diatas yang menerangkan tentang orang Anshar ialah bahwa jika kaum Muhajirin mendapatkan sesuatu dari harta rampasan perang atau dari yang lainnya, maka hati orang-orang Anshar tidak merasa sempit dan cemburu. Hasan Basri rah a berkata, “Maksudnya ialah jika kaum Muhajirin memperoleh kelebihan umum daripada kaum Anshar, maka hal ini tidak menyusahkan hati orang Anshar”. (Durrul Mantsur)
Sifat keempat yang diterangkan diatas ialah walaupun mereka dalam kemiskinan dan kelaparan tetapi mereka masih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Banyak cerita-cerita seperti itu yang dapat ditemui didalam sejarah hidup mereka. Dari salah satu peristiwa berikut dan cerita yang mashur telah menjadi sebab
turunnya ayat diatas, yaitu :
Seorang sahabat telah datang kepada Nabi SAW dan mengadukan kelaparan dan kesempitannya. Nabi SAW telah mengirim utusan kepada istri-istri Beliau untuk mencari makanan, tetapi diberitahukan bahwa tidak ada makanan disana. Kemudian Nabi SAW bersabda kepada orang-orang yang berada diluar “Adakah diantaramu yang sanggup melayani tamu ini?”
Seorang Anshar yang disebut dalam beberapa riwayat bernama Abu Thalha ra telah membawa tamu itu kerumahnya. Lalu ia berkata kepada istrinya, “Ini adalah tamu Nabi SAW kita mesti melayaninya dengan baik dan hidangkanlah apapun makanan yang kita miliki”.
Istrinya menjawab “Dirumah kita hanya ada sedikit makanan untuk anak-anak kita. Selain itu tidak ada apa-apa lagi”.
Abu Thalha ra berkata “Tidurkanlah anak-anak. Dan jika saya telah duduk dengan tamu untuk makan, maka padamkanlah lampu dengan berpura-pura untuk membetulkannya, supaya tamu dapat makan dengan puas dan kita tidak perlu makan,” maka demikianlah yang dilakukan oleh istrinya.
Pada waktu Shubuh, ketika Beliau hadir dihadapan Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Allah sangat menyukai perbuatan kamu berdua (suami-istri) semalam.” Kemudian ayat suci diatas diturunkan. (Durrul Mantsur)
Setelah itu Allah berfirman : “Barangsiapa yang telah diselamatkan dari syuh (tamak), maka mereka telah meraih kejayaan”. Syuh ialah sifat tamak dan kikir. Kekikiran telah menjadi tabiatnya, baik ia benar-benar kikir ataupun tidak. Karena itulah, terdapat berbagai pendapat ulama dalam menafsirkan ayat tersebut. Sifat tamak dan loba dapat timbul atas harta sendiri ataupun harta orang lain.
Seseorang telah berjumpa dengan Abdullah bin Mas’ud ra lalu berkata, “Aku telah binasa”. Beliau bertanya, “Mengapa?” Ia menjawab, “Allah berfirman, mereka yang telah diselamatkan dari syuh maka ia telah mendapatkan kesuksesan. Tetapi penyakit ini masih ada pada diriku. Hatiku tidak suka kalau apa saja benda terlepas dari sisiku”.
Ibnu Mas’ud ra berkata, ”Itu bukanlah syuh, tetapi kikir, walaupun demikian, kikir juga berbahaya, syuh adalah keinginan untuk memiliki harta orang lain secara zhalim”.
Ibnu Umar ra telah meriwayatkan hadits yang mirip dengan ini. Beliau berkata, “Syuh itu bukanlah seseorang yang enggan menafkahkan hartanya, orang yang demikian itu adalah kikir dan itu sesuatu yang buruk. Sedangkan syuh adalah memandang harta milik orang lain”.
Thaus rah a berkata bahwa bakhil adalah perasaan seseorang yang tidak mau menyedekahkan. Tetapi syuh adalah kikir atas harta orang lain, yaitu jika ia melihat orang lain menginfaqkan hartanya, maka hatinya akan merasa sempit, seolah-olah hartanyalah yang diinfaqkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa syuh lebih keras daripada kikir karena kikir hanyalah enggan menginfaqkan harta sedangkan syuh disamping ia senang menyimpan harta daripada diinfaqkan, ia juga ingin mendapatkan harta orang lain dengan zhalim.
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. bersabda, “Barangsiapa yang memiliki 3 jenis kebiasaan, maka ia akan selamat dari syuh, pertama menunaikan zakat hartanya, kedua melayani tamu-tamunya, ketiga membantu orang yang tertimpa musibah.
Didalam hadits lain Nabi SAW. bersabda, “Tidak ada sesuatu yang sangat menghapuskan ke-Islaman seperti syuh”. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Tidak dapat tercampur debu-debu dijalan Allah dengan asap neraka Jahannam didalam perut seseorang. Begitulah iman dan syuh tidak dapat disatukan dalam hati seseorang”.
Jabir ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Selamatkanlah dirimu dari kezhaliman karena ia akan mendatangkan kegelapan yang berlapis-lapis pada hari kiamat (yaitu akan datang kegelapan yang sangat tebal sehingga kegelapan menjadi berlapis-lapis), dan selamatkanlah dirimu dari syuh, karena ia telah membinasakan manusia sebelum kamu. Karena syuh mereka telah menumpahkan darah orang lain dan berzina dengan wanita muhrimnya”.
Abu Hurairah ra mengutip sabda Nabi SAW , “Selamatkanlah dirimu dari syuh dan kikir, inilah yang menyebabkan orang-orang sebelum kamu memutuskan hubungan dan berzina dengan wanita-wanita muhrimnya, serta menyebabkan pertumpahan darah”. Maksudnya, jika seseorang berzina dengan wanita ajnabiyah maka ia dikenakan denda / rajam tetapi jika mereka berzina dengan anak wanitanya sendiri, maka hal itu sangat memalukan sedangkan jika dirampok karena harta itu adalah hal biasa.
Anas ra berkata, “Ada seseorang yang meninggal dunia, maka orang-orang berkata adalah ahli Surga”. Nabi SAW bersabda, “Kamu semua tidak mengetahui tentang orang ini. Tidak mustahil ia telah berkata sia-sia ataupun ia telah berbuat bakhil atas harta yang tidak bermanfaat untuk dirinya sendiri”.
Dalam hadits yang lain kisah ini telah diceritakan sebagai berikut : Ketika perang Uhud ada seorang sahabat yang mati. Lalu ada wanita yang mendekatinya dan berkata, “Anakku! Kesyahidanmu demikian mubaraq (diberkahi)”, maka Nabi SAW bersabda, “Apa yang kamu ketahui tentang dia? Apakah tidak pernah berkata sia-sia atau tidak pernah berbuat kikir atas sesuatu yang tidak berharga?” Karena kikir atas sesuatu yang tidak berharga menunjukkan ketamakan serta kikir yang sangat memalukan. Kehilangan sesuatu yang tidak merugikan tidak sepatutnya dibakhilkan terhadap manusia.
Wallau a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar