Kamis, 05 November 2009

Semakin Banyak Silaturahmi Semakin Banyak Rezeki

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diperpanjang umurnya, maka hendaklah ia bersilaturahmi (menyambung ikatan rahimnya dengan saudaranya)”. (Muslim)


Sungguh luar biasa ajaran Islam. Bayangkan, sejak ribuan tahun lalu Islam telah menganggap pentingnya silaturahmi untuk meningkatkan rezeki. Dalam ilmu marketing, silaturahmi sebenarnya identik dengan customer relationship (hubungan dengan pelanggan). Ilmu marketing selalu menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan konsumennya.
Bagaimana silaturahmi bisa meningkatkan rezeki? Silaturahmi hakikatnya melaksanakan hablum minannaas (hubungan dengan sesama manusia). hablum minannaas yang baik adalah pertemuan antara dua orang atau lebih guna mencari kebenaran dan memperbincangkan keagungan Allah serta kegiatan sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan tersebut akan mengalir rezeki karena Allah tidak menjatuhkan langsung rezeki dari langit, tetapi menyebar kran-kran rezeki melalui manusia yang lain. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan hukum kemungkinan (The Law of Probability) untuk mendapatkan rezeki sebanyak-banyaknya dengan memperbanyak silaturahmi. Hukum kemungkinan mengatakan, semakin banyak kita melakukan sesuatu, semakin besar peluang keberhasilan. Semakin banyak orang yang kita kenal, semakin banyak peluang mendapatkan kran rezeki. Semakin beragam orang yang kita kenal, semakin beragam pula jalan menuju sukses financial.
Penelitian Daniel Goleman dalam buku Emotional Intelligence (EQ) menyebutkan bahwa kontribusi IQ terhadap kesuksesan hidup paling banyak 20 persen dan 80 persen sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu sehimpunan faktor yang disebut kecerdasan emosional (EQ). kecerdasan emosional yang dimaksudkan adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan manusia lainnya. Kalau kita memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka kualitas hubungan kita akan sangat baik, dan hal ini akan mendatangkan hubungan yang lebih luas, termasuk mengalirnya rezeki. Jadi dengan silaturahmi yang didasarkan pada EQ yang tinggi, akan menjadikan orang saling mengenal lebih dalam. Mereka akan saling melengkapi. Perkenalan itu bisa menimbulkan kepercayaan sehingga menimbulkan hubungan lebih luas seperti bisnis. Banyak ide atau gagasan akan muncul dalam pertemuan antara dua orang atau lebih. Ketika kita bersilaturahmi dengan teman lama, seringkali muncul ide-ide yang baik yang selama ini tidak pernah kita pikirkan. Manfaat lainnya, kita bisa direferensikan kepada temannya yang dinilai cocok dengan bisnis, karir atau pekerjaan kita.
Silaturahmi tidak harus dengan teman lama, tetapi juga dengan kenalan-kenalan yang baru saja kita kenal.
Selain itu menjaga silaturahmi yang pertama yang harus dilakukan adalah dengan orang tua kita. Sebab dengan selalu silaturahmi secara baik, orang tua akan selalu ingat dan mendo’akan untuk kesuksesan kita. Do’a orang tua sangat kita harapkan karena do’anya sangat-sangat makbul.
Salah satu cara bersilaturahmi yang efektif, yang dapat meningkatkan rezeki adalah membentuk kelompok tertentu atau bergabung dalam sebuah organisasi. Dengan melakukan pertemuan rutin diantara sesama anggota organisasi, bisa timbul ide-ide dan peluang bisnis atau bantuan pemikiran untuk menyelesaikan masalah atau pun bantuan ekonomi seperti modal kerja.
Cara lainnya adalah bersilaturahmi dengan orang-orang sukses dan ikut memanfaatkan kesuksesannya. Untuk dekat dengan mereka memang tidak gampang, tetapi bila kita sudah bisa dekat dengannya, mereka akan sangat membantu atau mempercepat kesuksesan kita. Untuk dapat dekat dengan mereka harus memiliki keahlian atau sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Misalnya sebagai penulis pemula, kita bisa memanfaatkan orang-orang suskses.
Meski demikian, untuk bersilaturahmi dan berbuat baik jangan pilih-pilih orang, silaturahmi harus dilakukan kepada semua, termasuk orang-orang yang menurut kita kecil atau nggak level dibanding diri kita. Bila kita seorang manager sebuah perusahaan, harus juga berbuat baik kepada satpam atau tukang parkir bahkan preman. Dengan silaturahmi dan berbuat baik, kita akan mendapatkan manfaat misalnya bila kesulitan mencari tempat parkir, akan dibantu dengan ramah. Kita juga akan merasa lebih aman karena kendaraan kita tidak diusilin (diganggu).
Sebagian orang sering lupa bahwa hakikat membantu orang lain, baik membantu dalam hal keuangan, mengajarkan ilmu pengetahuan, membantu biaya pendidikan, mencarikan pekerjaan, memberikan jalan bisnis dan lainnya adalah membantu diri kita sendiri. Mengapa bisa begitu? Mari kita kupas hal itu.
Hakikat orang memberi makan orang lain adalah memberi makan dirinya sendiri, karena pemberian itu merupakan amal yang akan bermanfaat di akhirat. Sedangkan manfaat didunia, kita akan mendapatkan imbalan rezeki, karena orang yang kita beri makan akan mendo’akan kelancaran rezeki kita. Hakikat orang mengajar ilmu pengetahuan adalah mengajar dirinya sendiri karena dengan mengajar, ilmu yang diajarkan tidak akan lupa, malah semakin diingat dan berkembang. Hakikat orang yang membantu mencarikan pekerjaan bagi orang lain adalah meringankan pekerjaan bagi diri sendiri karena dengan kebaikan tersebut orang yang kita bantu biasanya balik membantu, memberikan peluang bisnins lain dan sebagainya. Kalaupun tidak, Allah sendiri yang akan membantu dari jalan yang tidakdisangka-sangka. Rasulullah SAW. bersabda : “Sesungguhnya kalian akan diberi petolongan dan akan diberikan rezeki oleh Allah, manakala kalian mau menolong, membantu dan memberi kepada orang-orang yang lemah dan menderita dalam kehidupan”.
Jangankan menolong orang lain, membantu binatang pun kita akan mendapatkan kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. : “Seorang perempuan pelacur Bani Israil yang telah mendapatkan ampunan, karena pada suatu hari ia melewati seekor anjing yang kehausan hampir mati. Maka perempuan pelacur itu melepaskan sepatunya dan mengikatkannya dengan penutup mukanya, lalu ia mengambil air dengan sepatu itu untuk diminumkan kepada anjing tersebut. Maka ia pun diampuni karenanya”.
Jika diamati orang-orang yang sukses ternyata diantara mereka terdapat benang atau kesamaan, dimana mereka itu adalah orang-orang yang bermanfaat bagi orang banyak (Masyarakat).
Pepatah mengatakan teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak. Begitulah kita hidup, harus saling tolong menolong. Allah Maha Penolong dan Dia tidak pernah kehabisan dengan yang dimilikinya. Selain itu kita mesti ingat bahwa apapun yang diperbuat, baik ataupun buruk akan mendapatkan balasan yang setimpal.
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscaya di akan melihat (balasan) nya”. (Az-Zalzalah : 7 – 8)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”. (Al-Israa : 7)
Cepat atau lambat apa yang dilakukan hasilnya akan kita terima. Islam memang tidak mengenal hukum karma, tetapi Islam memberikan ganjaran atau balasan setimpal kepada siapapun yang berbuat baik ataupun buruk. Kalau boleh saya memberikan perumpamaan, apapun yang kita lakukan ibarat melempar bola ke tembok. Semakin kencang bola dilemparkan, semakin keras kita menerima bola. Dalam bahasa Mario teguh – Bussiness Effektiveness Consultant, dalam membina karir, bisnis dan kehidupan yang baik itu memiliki tujuh kesejajaran yang menarik dengan upaya seseorang yang bermain tennis melawan dinding.
Dalam bermain tennis, pertama, kita
harus serve untuk memulai. Ini berarti, kita harus memulai melayani, lebih dulu bila kita ingin hubungan dengan siapapun menjadi baik. Kedua, menyesuaikan kekuatan pukulan dengan kemampuan mengembalikan. Dinding akan mengembalikan bola sesuai dengan kekuatan pukulan. Kita harus menyesuaikan kekuatan pukulan dengan kemampuan kita menerima kembalian dari dinidng itu. Kita tidak bisa menjanjikan pelayanan yang berada diluar kemampuan pribadi dan organisasi kita untuk memenuhinya. Itu sebabnya kita harus membangun kemampuan melayani yang lebih besar untuk bisa berperan lebih besar dalam masyarakat. Ketiga, belajar dari bagaimana dinding mengembalikan pukulan. Pendapat mengenai kualitas kita ada pada mereka yang melihat. Kita tidak bisa menuntut bahwa kita pandai, bila orang lain tidak melihat kita bersikap dan berperilaku pandai. Dengan demikian mempelajari bagaimana menyenangkan orang pelanggan adalah cara terbaik untuk meningkatkan keefektifan pelayanan pribadi. Keempat, bila kita memberikan tipuan, dia akan juga menipu kita. Karir, bisnis dan kehidupan ini bersifat ‘inert’. Dia menjadi seperti apa yang kita perlakukan. Semakin kita bertindak jujur dalam karir, bisnis dan kehidupan, semakin dinding itu berlaku fair kepada kita, dan sebaliknya. Kelima, dinding yang seimbang akan berdiri tegak. Tidak ada seorangpun bisa berdiri tegak bila dia tidak menyeimbangkan antara pekerjaan, istirahat dan rekreasi yang cukup. Keenam, dinding akan memainkan permainan apapun yang kita pilih. Maka pilihlah permainan yang baik. Ketujuh, semakin baik bermain, semakin baik persfektif kita. Orang yang belum ahli akan bermain dekat-dekat dinding. Setelah menjadi ahli, dia bisa memukul dan menerima bola dari jarak yang lebih jauh. Karena jarak itulah dia bisa melihat dan memperhatikan banyak hal dan pandangan yang lebih luas itulah yang membuatnya lebih bijak. (wallahu a’lam)

Pentingnya Membetulkan Niat

Dalam setiap amal perbuatan, Islam mengajarkan untuk memulai dengan niat baik. Agar amalan yang kelihatannya hanya berbuah dunia, bisa juga berbuah akhirat. Jadi, semua tergantung niatnya ! Innamal a’malu binniyah. Sesungguhnya setiap perbuatan (amal) tergantung niatnya. Agar seluruh kegiatan usaha, pekerjaan dan kebiasaan didunia ini tidak sia-sia, kita harus niatkan untuk mendapatkan akhirat. Karena kehidupan akhirat itulah sebaik-baik kampung halaman untuk kembali. Walal aakhiratu khoirul-laka minal ‘uula. Dan yang tidak kalah pentingnya dari menata niat yang benar karena kebaikan akan mengikuti kita.
Orang yang selalu meniatkan akhirat dalam setiap amal dunianya, ibarat menanam padi. Orang menanam padi (akhirat) biasanya juga mendapatkan rumpun (dunia). Berbeda bila hanya menanam rumput, belum tentu mendapatkan padi, karena jarang sekali padi tumbuh diantara rerumputan. Jadi orang yang meniatkan seluruh kegiatan dunianya dengan tujuan akhirat pasti mendapatkan dunia dan akhirat. Sebaliknya orang yang hanya berorientasi dunia, maka hanya dunia yang diperoleh. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan TIrmidzi :
“Barangsiapa yang menjadikan dunia ini sebagai satu-satunya tujuan akhir (yang utama), niscaya Allah akan menyibukkan dia (dengan urusan dunia itu), dan Dia (Allah) akan membuatnya miskin seketika, dan ia akan dicatat (ditakdirkan) merana di dunia ini. Tetapi barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuan akhirnya, Allah akan mengumpulkan teman-teman untuknya dan Dia akan membuat hatinya kaya dan dunia akan takluk dan menyerah padanya”.
Selain itu, Allah berfirman melalui hadits Qudsi : “Wahai anak cucu Adam, kalian mencurahkan segala ibadah hanya karena ingin ridla-Ku, pasti akan Aku penuhi hatimu dengan kekayaan. Aku juga akan tutup kefakiranmu. Jika tidak demikian, Aku akan penuhi hatimu dengan segala kesibukan. Aku juga tidak akan menutupi kefakiranmu”. (Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.)
Dalam bahasa Ary Ginanjar Agustian, penulis buku Emotional Spiritual Quotient (ESQ), bila seseorang ingin sukses dunia – akhirat maka harus mendahulukan komitmen spiritual dari komitmen fisik. Ary kemudian membuat perbandingan dengan Piramida Kebutuhan Abraham Maslow, dengan Piramida Kebutuhan ESQ.
Pada piramida Abraham Maslow, kebutuhan fisik (Basic Need) menempati urutan pertama, kemudian diikuti Safety Need, Social Need, Self Esteem dan Self Actualization, sehingga yang terjadi manusia tidak pernah puas dengan segala kebutuhan dasarnya yang bersifat relatif dan terus berlomba-lomba memperebutkannya bahkan dengan menghalalkan segala cara dan jarang yang berhasil mencapat tingkat aktualisasi diri.
Urutan kebutuhan manusia sesungguhnya sudah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Dalam urutan pelaksanaan ibadah haji, 4500 tahun yang lalu namun kita tidak pernah memahaminya. Urutan tersebut adalah :
Self – Actualization (Aktualisasi diri), yaitu makna di dapat saat Wukuf di padang Arafah ketika manusia menyadari siapa dirinya, dari mana asalnya dan mau kemana dia.
Self Esteem (pengakuan diri), dijawab dengan melontar jamarat (jumroh). Saat itu manusia harus melontarkan segala kesombongan dan kebanggaan yang selama ini justru dikejar.
Social Need (kebutuhan social) yang dibangun dengan thawaf yaitu masyarakat yang memiliki nilai dan prinsip yang sama yang dilambangkan dengan pakaian ihram dan kemudian berputar bersama-sama mengelilingi satu nilai secara harmonis dan damai.
Safety Need (kebutuhan rasa aman) yang dijawab dengna Sa’i, yaitu ketika manusia merasa takut, maka saat itulah justru harus terus bergerak atau bekerja seperti yang dilakukan Siti Hajar yang terus berlari dari bukit Shafa ke Marwah.
Basic Need (kebutuhan dasar) akan terpenuhi dengan cara yang baik dan benar, itulah air zam-zam yang penuh berkah yaitu hasil dari kemenangan mental (EQ) dan spiritual (SQ).
Orang yang berorientasi akhirat selalu berpikir jangka panjang. Implikasinya, dia akan berusaha secara optimal dalam setiap kegiatannya. Dia berusaha untuk tidak berbuat kesalahan sekecil apapun karena akan menurunkan tingkat kepercayaan kepada dirinya. Kalau terlanjur berbuat salah, dia akan memperbaikinya. Dia akan bekerja dengan jujur, amanah dan professional. Orang profesional dan dapat dipercaya dalam bidang apapun akan mendapatkan penghargaan berupa karir yang baik bila dia bekerja dan bisnis berkembang dan rejeki berlimpah bila sebagai pengusaha. Sebaliknya bila orang berorientasi dunia cenderung menghalalkan segala cara yang penting dapat uang.
Bila kita ingin hidup penuh berkah, mau tidak mau suka tidak suka, jadikan akhirat sebagai tujuan akhir. Sebab dengan niat itu kita akan berusaha mendekatkan diri kepada Allah sehingga dia akan memudahkan urusan dunia – akhirat. Itulah salah satu rahasia hidup berkelimpahan. Hal ini juga sesuai dengan tujuan Allah menciptakan jin dan manusia yaitu untuk beribadah.
Masalahnya tidak semua orang menyadari hal ini dan menganggap urusan ibadah hanyalah urusan pahala yang hanya ada diakhirat nanti. Selain itu, kebanyakan orang juga selalu mengharap hasil yang diterima, sebelum melakukan sesuatu dan sebelum diketahui secara jelas (materi) hasilnya. Ini adalah budaya pamrih. Sayangnya, budaya ini secara terus menerus telah diajarkan oleh nenek moyang sampai pada ibu bapak kepada anaknya. Sadar atau tidak orang tua kita sering mengatakan seperti ini, “belajarlah yang baik, nanti kalau naik kelas dibelikan sepatu baru”, “shalat yang rajin, biar nanti tidak masuk neraka”, “jangan nangis nanti ibu belikan mainan”, dan sebagainya. Akibatnya, ketika anak tumbuh dewasa, ia menjadi seorang yang selalu pamrih, yang seringkali bertindak pragmatis, jangka pendek. Jika secara jangka pendek tidak menguntungkan, maka pekerjaan, bisnis atau hubungan apapun dengan orang lain sulit dilakukan.
Agar setiap pekerjaan dan bisnis dapat menjadi sumber motivasi jangka panjang dan bernilai ibadah, maka :
(1) Tentukan niat baik. Dengan niat yang benar dan niat baik, maka outputnya juga baik. Ingat prinsip garbage in garbage out. Niat harus spesifik, agar apa yang kita lakukan lebih fokus dan berdaya guna. Seperti kisah si Mbok yang membuka warung nasi dengan niat membantu tukang becak meperoleh makanan murah. Bandingkan bila niatnya terlalu umum seperti “berguna bagi nusa dan bangsa”, maka pengaruh pada perbuatan kita tidak begitu nyata. Bahkan kita akan bingung mau melakukan apa sehingga bisa berguna bagi nusa dan bangsa.
(2) Prinsip utama adalah khairunnaas, anfauhum linnaas (sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain). Dengan menggunakan prinsip ini, kita akan selalu berusaha agar apapun yang kita kerjakan selalu bermanfaat di dunia ini. Ukurannya tidak selalu materi (uang), karena uang pasti mengejar orang-orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Berikut ini contoh niat baik yang spesifik.
(1) Penulis : memberikan pencerahan dan memotivasi orang untuk sukses.
(2) Pegawai Negeri Sipil : melayani masyarakat sebaik-baiknya, agar bisnis dan pekerjaannya lancar.
(3) Arsitektur : membuat gedung yang indah dan nyaman, agar penghuninya senang dan kerasan.
(4) Pegawai Bank Syariah : melayani nasabah agar kegiatan investasi dan bisnisnya lancar.
(5) Pengusaha : membantu orang mendapatkan pekerjaan dan penghasilan layak, mempekerjakan orang cacat, agar bisa hidup berguna.
(6) Sales mobil : membantu orang mendapatkan mobil untuk kegiatan yang berguna.
(7) Bisnis restoran : mempermudah masyarakat mendapatkan makanan lezat dan bergizi agar hidup sehat.
(8) Sopir angkot : melayani penumpang agar sampai di kantor tepat waktu sehingga bisa bekerja dengan baik.
(9) Bisnis kemitraan dengan petani : membantu meningkatkan penghasilan petani, mengangkat derajat petani agar tidak miskin.
(10) Dokter : mengobati orang agar hidupnya lebih baik dan bahagia, menyediakan kesehatan murah bagi masyarakat miskin.
(11) Wartawan : menyediakan informasi baik dan bermutu sesuai bidang kewartawanannya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
(12) Investor : membantu orang tidak punya modal, sehingga dapat berbisnis dan mendapatkan penghasilan.
(13) Polisi, TNI, satpam : membuat masyarakat aman, sehingga tenang bekerja. Melindungi masyarakat dari kejahatan.
(14) Montir mobil : menjaga keselamatan pengendara motor dengan memperbaiki motor yang rusak.

Bertaqwa

Firman Allah : “……..barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya (rejeki) dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (Ath Thalaaq : 2-3)
Betapa banyak orang sering melakukan ritual agama tetapi tidak sepenuh hati. Contoh, banyak orang shalat, jasadnya berada di dalam masjid namun pikirannya terbang kemana-mana, mengingat urusan dunia. Maka tidak heran bila selesai shalat, pulang membawa sandal orang lain. Setelah shalat korupsi jalan terus. Setelah shalat maksiat jalan terus ! Innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaa’I wal munkar, shalat mencegah perbuatan keji dan munkar, tidak berlaku bagi orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalatnya. Bahkan orang yang shalat demikian itu termasuk orang celaka.
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”. (Al Maa’uun : 4-5)
Bertaqwa seharusnya menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, dimanapun dan kapanpun. Bertaqwa tidak hanya di masjid, tetapi juga ditempat kerja, ditempat bisnis, di hotel sekalipun. Dilihat orang atau tidak, tetap saja tidak melanggar ketentuan Allah.

Bertaubat

Taubat adalah menyesali segala perbuatan salah (dosa) yang pernah dilakukan kepada Allah, kemudian memohon ampunan-Nya serta berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan salah (dosa). Kemudian memperbanyak mengucap astaghfirullah. Agar taubat bisa berpengaruh atau bahasa gaulnya ngefek pada kehidupan, maka harus dilakukan dengan cara (1) tulus ikhlas hanya mengharap ridlo Allah bukan dengan motf-motif lain, (2) langsung menghentikan perbuatan dosa (salah), (3) niat tulus dan kuat untuk tidak mengulangi kembali, (4) merasa sangat menyesal dan merasa sangat berdosa, (5) memohon ampunan baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan, (6) jika perbuatan dosa dilakukan karena menyinggung atau menyakiti orang lain harus meminta maaf kepada orang tersebut. Kalau mengambil barangnya, kembalikan. Kalau memfitnah, kembalikan nama baiknya dan sebagainya. Pokoknya, ikuti perbuatan taubat dengan perbuatan baik.
Allah berfirman : “Maka aku katakan kepada mereka : ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun serta mengadakan (pula didalamnya ) untukmu sungai-sungai”. (Nuh : 10 m- 12)
“Barangsipa senantiasa memohon ampun, Allah akan membuatkan untuknya, untuk setiap duka cita sebuah kebahagiaan dan untuk setiap situasi yang sulit sebuah jalan keluar, dan Dia akan menambahnya dengan makanan dari tempat yang tiada ia sangka-sangka datangnya”. (Abu Daud, Ahmad).
Apa yang disampaikan Allah dalam Al Qur’an adalah janji yang pasti ditepati. Meski demikian kita mencoba memberikan uraian berikut : hakikat taubat adalah menyadari kesalahan. Dengan menyadari kesalahan dan kembali pada kebenaran (Allah), orang akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan menggantikan dengan perbuatan lebih baik. Bila langkah ini juga diimplementasikan pada seluruh aspek kehidupan seperti bekerja di kantor, hasilnya adalah profesionalisme. Bila berbisnis hasilnya adalah kesuksesan karena ada proses pembelajaran terus menerus. Selain itu, kita bisa menyaksikan orang-orang yang memiliki masa lalu kurang baik dan dengan pertobatannya mereka menjadi hidup lebih baik dan berkecukupan.(Wallahu a’lam)

Semakin Banyak Berbagi, Semakin Banyak Menerima

Matematika manusia tidak sama dengan matematika Allah

All that I give is given to my self. To give is to receive. Apa yang saya berikan (kepada orang lain) sesungguhnya manfaatnya akan kembali untuk diri saya sendiri. Memberi berarti menerima. Demikian kata Gerald G. jampolsky, penulis buku Love is Letting Go of Fear. Demikian juga yang dikatakan oleh David Cameron, CEO Images of One.com, sekaligus penulis buku Raising Humans and Happy Pocket Full of Money. Dia menulis, memberi itu menyebabkan memiliki. “To have all, give all to all”. Kesaksian-kesaksian itu dikutip oleh Ahmad Riawan Amin – Direktur Utama Bank Muamalat dalam bukunya yang berjudul The Celestial Management.
Menarik sekali apa yang mereka (penulis barat) katakan itu. Sayangnya, tidak ada hal baru dari mereka. Semuanya sudah jelas tertuang dalam Al Qur’an dan hadits. Bahwa salah satu faktor yang menjadikan bisnis sukses, harta berkembang biak dan beranak pinak, apabila kita mau berbagi, membayar infaq, zakat dan sedekah. Lho kok bisa? Dalam hidup ini, kadang kita harus percaya pada hal-hal yang sifatnya ghaib, tidak hanya yang terlihat kasat mata saja.
Bagaimana mungkin pengeluaran berupa infaq, zakat dan sedekah (ZIS) bisa melipat gandakan harta? Bukankah infaq, zakat dan sedekah bukan termasuk investasi yang langsung menghasilkan dan dapat diketahui return-nya seperti deposito, reksadana, saham dan produk investasi lainnya? Bukankah kegiatan itu hanya mengurangi uang kita? Disinilah kita harus menyadari bahwa matematika kita tidak sama dengan matematika Allah. Bila kita mengatakan lima kurang dua sama dengan tiga, maka matematika Allah menyatakan lima dikurangi dua sama dengan seribu empat ratus. Allah berjanji akan memberikan pahala zakat, infaq dan sedekah sampai berlipat tujuh ratus kali.
Firman Allah SWT. : “Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui”. (Al Baqarah : 261)
Hadits Rasulullah SAW. pun banyak yang menunjukkan bertambahnya rezeki dengan cara bersedekah. Diantaranya, dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW. bersabda, Allah berfirman ; ‘Wahai anak Adam! Infaqkanlah hartamu, Aku akan menambah hartamu”. Pada kesempatan lain Rasul berjanji, “Ada tiga hal, aku berjani tentang tiga hal itu (bahwa tiga hal itu benar) dan aku akan menceritakannya padamu, maka ingat-ingatlah! Uang tidak akan pernah berkurang karena amal sedekah. Tidak akan ada seorang pun yang berbuat salah manakala ia sabar, kecuali Allah akan menambah kemuliaannya dan tidak ada seorangpun yang meminta rezeki pada orang lain, kecuali Allah akan memiskinkannya”. (Tirmidzi, Ahmad)
Lalu bagaimana janji-janji Allah tersebut dapat diterima oleh logika akal? Mudah-mudahan uraian berikut dapat menjelaskan hal itu. “Allah memberikan rezeki (materi) kepada manusia melalui manusia yang lain, tidak diturunkan langsung dari langit. Buktinya kita mendapatkan proyek/pekerjaan dari orang lain. Kita mendapatkan uang juga dari konsumen/pelanggan dan sebagainya. Bukti lainnya, dalam konsep harta menurut Islam, harta atau rezeki yang kita peroleh di dalamnya terdapat titipan atau hak orang lain. Nah, berkenaan dengan itu kita semua sebenarnya telah diangkat oleh Allah untuk menjadi distributor rezeki. Allah sebagai pemilik rezeki, berhak memilih orang-orang yang bisa dipercaya, agar proses distribusi rezeki di muka bumi ini berjalan baik. Untuk itu Allah menguji, sebelum kita benar-benar dijadikan distributor besar (kaya raya). Salah satu caranya dengan memberikan rezeki secara bertahap, mulai dari kecil. Ketika kita sudah amanah, menjadi distributor yang baik (menyampaikan hak fakir miskin dan banyak bersedekah) maka Allah akan meningkatkan rezeki kita. Begitu seterusnya sampai tidak terbatas (kaya raya)”.
Model yang diterapkan Allah seperti itu menunjukkan bahwa Allah ingin memberikan pelajaran kepada kita bahwa hidup di dunia ini tidak bisa lancar bila dikerjakan sendirian tetapi perlu kerjasama atau bekerja secara tim. Perhatikan saja, Allah juga membentuk tim kabinet dalam mengatur dunia ini, jumlahnya 10 yaitu para Malaikat. Program kerja Allah di dunia diterjemahkan oleh para Nabi yang pesannya disampaikan langsung oleh Malaikat Jibril. Sedangkan menteri perekonomian (pembagi rezeki) dijabat oleh Malaikat Mikail. Untuk urusan catat-mencatat amal oleh Malaikat Rokib dan Atid, dan seterusnya.
Firman Allah SWT. : “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan”. (At Thalaaq : 7)
Dalam bahasa Ustadz Yusuf Mansyur – Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Qur’an di Tangerang, ustadz muda yang dikenal selalu mengusung tema sedekah – tidak ada masalah di dunia ini yang tidak dapat diselesaikan. Allah telah memberi solusi, salah satunya adalah sedekah. Ayat diatas oleh beliau ditafsirkan, “Hendaknya orang-orang kaya berbagi kekayaannya, dan barangsiapa yang sedang disempitkan rezekinya, hendaklah bersedekah”. Kenapa orang yang ditimpa kesulitan kok malah disuruh bersedekah?” inilah rahasainya. Allah menjamin bahwa sedekah bisa membeli masalah. Sedekahpun bisa membeli keinginan. Allah berjanji akan membalas satu kebaikan dengan 10 hingga 700 kebaikan, bahkan tak terhingga”. Bahkan dia mengatakan, “Belilah masalah dengan sedekah”.
Kebalikan dari diatas, kita masih menyaksikan banyak orang-orang pelit. Orang-orang yang mengira dengan cara itu harta kekayaannya dapat bertambah secara signifikan. Orang pelit juga beranggapan bahwa sedekah akan mengurangi hartanya. Padahal bisikan kekurangan (kemiskinan) itu datangnya dari Syetan. Sebagaimana firman Allah SWT. : “Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) ; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia yang melimpah. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Al Baqarah : 268)
Karena pelit, Allah akan mengurangi kekayaan dengan jalan yang tidak disangka-sangka atau tak diperkirakan sebelumnya. Misalkan uang hilang, anak sakit dengan biaya pengobatan yang besar, investasi rugi, rumah kebakaran dan lainnya.
Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa harta yang ditahan dapat menambah kekayaannya, padahal persepsi itu keliru. Harta yang tidak dikeluarkan ZIS-nya justru menjadi penghambat rezeki dan bisa mencelakakan dunia – akhirat. Harta bisa diibaratkan antara air dan selokan (sungai). Bila rezeki tidak dikeluarkan ZIS-nya maka rezeki (yang kita tahan) tersebut akan menjadi penghambat atau menyumbat jalannya air (harta) yang akan datang kepada kita. Akibatnya, air (harta) itu tidak lagi memberikan manfaat optimal tapi malah menjadi malapetaka (banjir) karena air tidak dapat mengalir dengan lancar. Itu baru di dunia, bagaimana di akhirat? Inilah peringatan Allah SWT. : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) dilangit dan dibumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (Ali Imran : 180)
Suze Orman dalam buku best seller-nya yang terjual lebih dari 2 juta eksemplar : The 9 Steps to Financial Freedom (9 langkah menuju kekayaan sejati) memberikan uraian tentang uang dan kedermawanan sebagai berikut , “Uang mengalir melewati kehidupan kita seperti air. Kadang-kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Saya meyakini bahwa diri kita, secara efek, adalah sebuah gelas, yaitu kita hanya bisa menampung jumlah tertentu ; setelah itu airnya – atau uang – akan melimpah dan hilang ke selokan. Ada orang yang memiliki gelas yang lebih besar, ada yang memiliki gelas yang lebih kecil, tetapi kita semua memiliki kapasitas untuk menerima lebih banyak dari yang kita miliki. Saat anda melakukan pemberian, gelas itu akan segera dipenuhi lagi berulang kali. Saya tahu bahwa saya selalu merasa lebih baik setelah memberikan sumbangan – lebih kuat, lebih berharga, lebih berkuasa. Dan setelah beberapa saat saya mulai meyakini bahwa bukanlah kebetulah kalau setiap kali saya memberikan sumbangan, semakin banyak uang yang datang ke pangkuan saya. Hal ini sepertinya sebuah konsep yang sangat aneh pada awalnya ; banyak klien saya yang menganggapnya begitu. Satu pertanyaan yang selalu saya dapatkan pada langkah ini adalah, “Saya tahu banyak orang kikir dan memiliki jiwa yang sangat pelit, orang-orang yang memiliki banyak uang, tetapi tidak pernah memberikan uang sedikitpun. Mengapa mereka bisa memiliki banyak uang?” Menjadi kikir tidak ada hubungannya dengan berapa banyak uang yang anda miliki. Anda bisa kaya dan kikir atau miskin dan dermawan. Orang-orang yang kikir selalu menjaga gelasnya dan menimbun kekayaan lebih banyak lagi, mereka akan memastikan bahwa tidak ada yang keluar dari gelasnya itu. Air baru selalu mengucur masuk untuk menjaga air didalam gelas itu tetap segar dan berguna, jika tidak, semuanya akan menjadi diam, seperti air yang tidak berputak dalam sebuah kolam”.
Orang kaya yang dermawan juga diutamakan masuk Surga. Dalam keteranga sebuah kitab diceritakan ada empat golongan yang akan masuk Surga yaitu orang yang mati syahid, ulama, haji mabrur dan orang kaya yang dermawan. Wallahu a’lam.