Kamis, 03 Desember 2009

Sifat-Sifat Kaum Anshar

Sifat-Sifat Kaum Anshar

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kaum Anshar) sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajrin) ; dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang di pelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al Hasyr : 9)


Dalam ayat diatas telah dibicarakan tentang para mustahiqin Baitul Maal yaitu orang-orang yang memiliki haq dalam Baitul Maal. Seluruh ayat ini membicarakan tentang kaum Anshar dan mengisyaratkan atas sifat-sifat mereka yang istimewa. Salah satu dari sifat-sifat mereka ialah menyempurnakan keimanan mereka didalam rumah mereka. Biasanya untuk mendapat kesempurnaan iman dirumah adalah sangat sulit, sebab pemikiran duniawi dan lainnya akan menjadi halangan baginya.
Sifat istimewa yang kedua ialah mereka sangat mencintai kaum Muhajirin. Jika seseorang membaca sejarah permulaan Islam, maka ia akan heran dengan keadaan kasih sayang
yang ada dikalangan sahabat.
Ketika hijrah ke Madinah Nabi SAW. telah mengadakan hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajrin sehingga setiap seorang Muhajirin mendapat saudara seorang Anshar sebagai saudara kaitan khusus. Setiap orang Muhajrin dipersaudarakan dengan seorang Anshar, karena kaum Muhajirin adalah para pendatang sedangkan kaum Anshar adalah orang-orang tempatan. Ditempat baru ini kaum Muhajirin akan menghadapi berbagai macam kesulitan dan kaum Anshar sebagai orang tempatan membantu kaum Muhajrin jika mereka mengalami kesulitan sehingga mereka akan mendapat kemudahan. Betapa suatu aturan yang sungguh istimewa yang telah dibuat oleh Nabi Muhammad SAW dimana kaum Muhajirin mendapat kemudahan dan kaum Anshar pun tidak mendapat kesulitan. Karena seseorang bertanggung jawab atas seseorang adalah mudah.
Mengenai hal ini Abdurrahman bin ‘Auf ra menceritakan kisahnya sendiri, “Ketika kami tiba di Madinah, Nabi SAW. telah mempersaudarakan saya dengan Said bin Rabiah. Beliau berkata kepada saya, “Saya adalah orang yang paling kaya dikalangan kaum Anshar. Ambillah setengah dari harta kekayaan saya. Saya juga memiliki 2 orang istri, pilihlah salah seorang yang kamu senangi, saya akan menceraikannya. Jika iddahnya selesai maka kamu dapat mengawininya” (Bukhari)
Yazid bin Asham ra berkata bahwa kaum Anshar telah memohon kepada Nabi SAW agar membagikan sebagian tanah mereka kepada kaum Muhajirin. Nabi SAW tidak menerima usulan ini bahkan Beliau menganjurkan agar kaum Muhajirin dipekerjakan ditanah-tanah kaum Anshar dan hasilnya dibagi dua diantara mereka. (Durrul Mantsur).
Dengan demikian usaha mereka membantu kalian dan kalianpun membantu mereka”. Hubungan dan kasih sayang diantara mereka yang semata-mata hanya karena agama itu sangat sulit untuk diterima oleh akal kita. Maha Agung Allah SWT dimana sifat-sifat khusus kaum muslimin, kasih sayang dan sikap lebih mempedulikan kesulitan orang lain pada hari ini telah berganti dengan tujuan pribadi masing-masing dan mementingkan hawa nafsu. Tidak mempedulikan kesulitan orang lain yang penting diri sendiri senang. Bukan bagaimana diri sendiri menanggung kesulitan agar orang lain senang. Padahal kaum muslimin bisa menjadi besar pada zaman itu karena sifat mereka yang lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri.
Ada seseorang yang memiliki istri yang sangat buruk akhlaknya dan selalu menyusahkan. Seseorang bertanya, “Mengapa engkau tidak menceraikannya?”. Beliau menjawab, “Saya khawatir, jika nanti ia menikah dengan orang lain, lalu ia menyusahkan orang itu dengan keburukan akhlaknya.” (Ihya’)
Betapa halusnya masalah ini. Pada hari ini adakah diantara kita orang seperti itu? Yang sanggup menerima kesusahannya agar orang lain tidak mendapat kesusahan ?
Sifat ketiga, dalam ayat suci diatas yang menerangkan tentang orang Anshar ialah bahwa jika kaum Muhajirin mendapatkan sesuatu dari harta rampasan perang atau dari yang lainnya, maka hati orang-orang Anshar tidak merasa sempit dan cemburu. Hasan Basri rah a berkata, “Maksudnya ialah jika kaum Muhajirin memperoleh kelebihan umum daripada kaum Anshar, maka hal ini tidak menyusahkan hati orang Anshar”. (Durrul Mantsur)
Sifat keempat yang diterangkan diatas ialah walaupun mereka dalam kemiskinan dan kelaparan tetapi mereka masih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Banyak cerita-cerita seperti itu yang dapat ditemui didalam sejarah hidup mereka. Dari salah satu peristiwa berikut dan cerita yang mashur telah menjadi sebab
turunnya ayat diatas, yaitu :
Seorang sahabat telah datang kepada Nabi SAW dan mengadukan kelaparan dan kesempitannya. Nabi SAW telah mengirim utusan kepada istri-istri Beliau untuk mencari makanan, tetapi diberitahukan bahwa tidak ada makanan disana. Kemudian Nabi SAW bersabda kepada orang-orang yang berada diluar “Adakah diantaramu yang sanggup melayani tamu ini?”
Seorang Anshar yang disebut dalam beberapa riwayat bernama Abu Thalha ra telah membawa tamu itu kerumahnya. Lalu ia berkata kepada istrinya, “Ini adalah tamu Nabi SAW kita mesti melayaninya dengan baik dan hidangkanlah apapun makanan yang kita miliki”.
Istrinya menjawab “Dirumah kita hanya ada sedikit makanan untuk anak-anak kita. Selain itu tidak ada apa-apa lagi”.
Abu Thalha ra berkata “Tidurkanlah anak-anak. Dan jika saya telah duduk dengan tamu untuk makan, maka padamkanlah lampu dengan berpura-pura untuk membetulkannya, supaya tamu dapat makan dengan puas dan kita tidak perlu makan,” maka demikianlah yang dilakukan oleh istrinya.
Pada waktu Shubuh, ketika Beliau hadir dihadapan Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Allah sangat menyukai perbuatan kamu berdua (suami-istri) semalam.” Kemudian ayat suci diatas diturunkan. (Durrul Mantsur)
Setelah itu Allah berfirman : “Barangsiapa yang telah diselamatkan dari syuh (tamak), maka mereka telah meraih kejayaan”. Syuh ialah sifat tamak dan kikir. Kekikiran telah menjadi tabiatnya, baik ia benar-benar kikir ataupun tidak. Karena itulah, terdapat berbagai pendapat ulama dalam menafsirkan ayat tersebut. Sifat tamak dan loba dapat timbul atas harta sendiri ataupun harta orang lain.
Seseorang telah berjumpa dengan Abdullah bin Mas’ud ra lalu berkata, “Aku telah binasa”. Beliau bertanya, “Mengapa?” Ia menjawab, “Allah berfirman, mereka yang telah diselamatkan dari syuh maka ia telah mendapatkan kesuksesan. Tetapi penyakit ini masih ada pada diriku. Hatiku tidak suka kalau apa saja benda terlepas dari sisiku”.
Ibnu Mas’ud ra berkata, ”Itu bukanlah syuh, tetapi kikir, walaupun demikian, kikir juga berbahaya, syuh adalah keinginan untuk memiliki harta orang lain secara zhalim”.
Ibnu Umar ra telah meriwayatkan hadits yang mirip dengan ini. Beliau berkata, “Syuh itu bukanlah seseorang yang enggan menafkahkan hartanya, orang yang demikian itu adalah kikir dan itu sesuatu yang buruk. Sedangkan syuh adalah memandang harta milik orang lain”.
Thaus rah a berkata bahwa bakhil adalah perasaan seseorang yang tidak mau menyedekahkan. Tetapi syuh adalah kikir atas harta orang lain, yaitu jika ia melihat orang lain menginfaqkan hartanya, maka hatinya akan merasa sempit, seolah-olah hartanyalah yang diinfaqkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa syuh lebih keras daripada kikir karena kikir hanyalah enggan menginfaqkan harta sedangkan syuh disamping ia senang menyimpan harta daripada diinfaqkan, ia juga ingin mendapatkan harta orang lain dengan zhalim.
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. bersabda, “Barangsiapa yang memiliki 3 jenis kebiasaan, maka ia akan selamat dari syuh, pertama menunaikan zakat hartanya, kedua melayani tamu-tamunya, ketiga membantu orang yang tertimpa musibah.
Didalam hadits lain Nabi SAW. bersabda, “Tidak ada sesuatu yang sangat menghapuskan ke-Islaman seperti syuh”. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Tidak dapat tercampur debu-debu dijalan Allah dengan asap neraka Jahannam didalam perut seseorang. Begitulah iman dan syuh tidak dapat disatukan dalam hati seseorang”.
Jabir ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Selamatkanlah dirimu dari kezhaliman karena ia akan mendatangkan kegelapan yang berlapis-lapis pada hari kiamat (yaitu akan datang kegelapan yang sangat tebal sehingga kegelapan menjadi berlapis-lapis), dan selamatkanlah dirimu dari syuh, karena ia telah membinasakan manusia sebelum kamu. Karena syuh mereka telah menumpahkan darah orang lain dan berzina dengan wanita muhrimnya”.
Abu Hurairah ra mengutip sabda Nabi SAW , “Selamatkanlah dirimu dari syuh dan kikir, inilah yang menyebabkan orang-orang sebelum kamu memutuskan hubungan dan berzina dengan wanita-wanita muhrimnya, serta menyebabkan pertumpahan darah”. Maksudnya, jika seseorang berzina dengan wanita ajnabiyah maka ia dikenakan denda / rajam tetapi jika mereka berzina dengan anak wanitanya sendiri, maka hal itu sangat memalukan sedangkan jika dirampok karena harta itu adalah hal biasa.
Anas ra berkata, “Ada seseorang yang meninggal dunia, maka orang-orang berkata adalah ahli Surga”. Nabi SAW bersabda, “Kamu semua tidak mengetahui tentang orang ini. Tidak mustahil ia telah berkata sia-sia ataupun ia telah berbuat bakhil atas harta yang tidak bermanfaat untuk dirinya sendiri”.
Dalam hadits yang lain kisah ini telah diceritakan sebagai berikut : Ketika perang Uhud ada seorang sahabat yang mati. Lalu ada wanita yang mendekatinya dan berkata, “Anakku! Kesyahidanmu demikian mubaraq (diberkahi)”, maka Nabi SAW bersabda, “Apa yang kamu ketahui tentang dia? Apakah tidak pernah berkata sia-sia atau tidak pernah berbuat kikir atas sesuatu yang tidak berharga?” Karena kikir atas sesuatu yang tidak berharga menunjukkan ketamakan serta kikir yang sangat memalukan. Kehilangan sesuatu yang tidak merugikan tidak sepatutnya dibakhilkan terhadap manusia.
Wallau a’lam.

Empat Golongan Manusia

Empat Golongan Manusia

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik (Surga). Katakanlah “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah) pada sisi Tuhan mereka ada Surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Dan (ada pula) istri-istri yang disucikan serta ridho Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (yaitu) orang-orang yang berdo’a, “Ya Tuhan kami sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka”, (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun pada waktu sahur”. (Al Imron : 14-17)


Allah SWT. mengibaratkan cinta terhadap benda-benda tersebut dengan lafaz kepada “Syahwat” keinginan, Imam Ghazali berkata bahwa, sebutan cinta kepada syahwat (untuk memperbanyak harta) adalah suatu keasyikan. Penyakit ini akan datang, jika hati kosong dari tafakur. Dan mengobati penyakit hati sejak dini sangatlah penting, yaitu dengan banyak berdzikir mengingat kebesaran Allah dan selalu bertafakur siapa kita sebenarnya dan apa tujuan kita hidup didunia ini ? Jika tidak, maka ketika perhatian terhadap duniawi bertambah, akan sangat sulit mengalihkannya. Jika dilakukan sedini mungkin, akan terasa mudah.
Demikian pula cinta terhadap sesuatu yang lain, seperti : cinta harta, pangkat, sawah ladang, anak-anak, cinta terhadap burung (merpati dan lain-lain) bahkan terhadap permainan-permainan dan sebagainya. Apabila seseorang terbelenggu didalamnya, ia akan binasa baik dalam urusan agamanya atau dunianya sebagaimana seseorang yang mengendarai kuda, untuk berbalik ataupun berputar ditempat yang terbuka sangatlah mudah, akan tetapi setelah sampai disuatu pintu dan ingin dibalikkan tentu hanya dengan cara memegang ekornya dari belakang sangatlah sulit. Oleh karena itu sejak awal janganlah hati kita berlebihan mencintai harta. Tetapi ingat tidak mencintai harta bukan berarti tidak boleh memiliki harta, ada orang yang tidak punya harta tetapi dia mencintai harta berlebihan, sehingga dia bersifat bakhil. Kemudian setelah bakhil dia akan berusaha untuk memiliki harta orang lain dengan cara yang tidak halal.
Demikian juga sifat dermawan bukan tergantung kaya atau tidak. Ada orang kaya yang dermawan dan sebaliknya ada orang miskin yang bakhil. Juga ada orang kaya yang bakhil sebaliknya ada orang miskin yang dermawan.
Kebendaan didunia ini terbagi 3 jenis yaitu : benda-benda, tumbuh-tumbuhan, dan hewan-hewan. Dan Allah SWT. telah mengisyaratkan dengan permisalan, agar berhati-hati terhadap istri, anak, sanak keluarga, saudara, kawan-kawan, ringkasnya berhati-hati dalam mencintai sesama manusia, juga mengisyaratkan emas, perak yang berhubungan dengan benda-benda serta berbagai jenis binatang ternak dan tumbuh-tumbuhan, benda-benda itulah yang disebut dengan dunia.
Setelah memberitahu dan memperingatkan hal ini Allah SWT. berfirman bahwa benda-benda itu hanya berguna untuk kehidupan beberapa hari (sementara) didunia ini, sehingga tidak patut manusia mencintai salah satu benda tersebut. Tidak patut hati terpaut kepadanya, hanyalah sesuatu yang berguna dan bekal serta akan membantu di akherat terutama adalah ridho Allah. Ridho Allah adalah segalanya, dan lebih baik dari segala sesuatu yang ada didunia ataupun akherat pada hakekatnya tiada sesuatupun didunia dan akhertat yang dapat mengimbangi ridho Allah. Itulah kesuksesan yang sebenarnya. Tiada kenikmatan yang dapat menyamainya.
Setelah Allah menceritakan tentang keduniaan dengan terperinci pada ayat diatas Allah memperingatkan bahwa semua itu sementara dan sekedar asbab. Berkali-kali Allah mengingatkan benda-benda tersebut di dalam Al Qur’an, baik berupa nasehat ataupun peringatan yang berbeda-beda bagi orang-orang yang mencintai dunia.
Kadangkala berupa ancaman terhadap mereka yang mementingkan kehidupan dunia. Bahkan dinyatakan, bahwa dunia ini tempat tipuan bermaksud agar manusia meyakini hakekat dunia yang sementara dan tidak kekal ini, dunia ini bukanlah sesuatu yang harus dicintai, namun sekedar keperluan.
Dalam tinjauan terhadap keduniaan manusia terbagai 4 golongan yaitu : Pertama, orang yang mempunyai keduniaan yang banyak tetapi dia juga mencintainya, dan berusaha untuk menambahnya. Tipe orang seperti ini akan celaka dunia dan akherat, tidak ada jiwa qona’ah dalam dirinya, zhohirnya dia kaya tetapi hakekatnya miskin. Karena selalu kekurangan dan merasa kurang. Sudah kaya atau punya jabatan masih saja berlaku curang.
Kedua, orang yang mempunyai dunia yang banyak tetapi sekedar keperluan, dia tidak mencintainya, kecuali dibelanjakan atau digunakan di jalan Allah. Dia sadar harta atau keluarga merupakan titipan dari Allah, walaupun hartanya banyak tetapi tidak masuk ke hati karena hatinya hanya ada kekasihnya yaitu Allah SWT.
Tipe orang semacam ini adalah orang yang akan berbahagia didunia dan diakherat, berjiwa qona’ah berserah diri semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Dia merasa tidak tahan melihat penderitaan orang lain dan selalu mengekspresikan dirinya bagaimana kalau saya seperti itu ? Jiwa simpatinya cepat keluar, sehingga dia akan begitu mudah untuk membelanjakan harta untuk kebahagiaan orang lain, walaupun banyak keperluan tetapi menunaikan hajat saudara lebih tinggi dan membuat Allah ridho, zhohirnya dia kaya pada hakekatnya juga kaya, karena dia merasa cukup dan rasa syukurnya kepada Allah SWT.
Ketiga, orang-orang yang mempunyai dunia sedikit tetapi dia sangat mencintai dunia. Sehingga jika melihat harta orang lain dirinya iri dan ingin sekali memilikinya karena dia tidak mampu mencari harta yang banyak atau memang rezekinya sebegitu saja, dia mengambil jalan pintas dengan mencuri, merampok, juga judi dan lain-lain.
Apabila jalan pintas melalui mencuri dan merampok resikonya penjara atau mati dihakimi massa. Tipe orang semacam ini akan diadzab Allah didunia dan diakherat, ia miskin lahir bathin. Sudah miskin harta miskin hati, lagi lengkap sudah kehancurannya.
Keempat, orang yang mempunyai dunia sedikit tetapi tidak mencintai dunia. Dia sadar, bahwa Allah dapat memuliakan siapa saja baik kaya maupun miskin karena kemuliaan itu terletak pada ketaatan bukan seberapa banyak harta seseorang itu. Dia menerima ketentuan Allah, hidup apa adanya bukan berarti malas bekerja, jangan salah paham. Tapi dia selalu menggunakan hidupnya, bagaimana dirinya mempunyai iman yang betul, bagaimana dirinya supaya dapat bermanfaat bagi orang banyak zhohirnya dia miskin tetapi hakekatnya di kaya.
Dibandingkan jenis manusia kedua, jenis manusia keempat lebih baik di akherat, setidaknya tidak terlalu banyak pertanyaan Allah mengenai harta ketika didunia dikarenakan dia adalah orang miskin.
Dalam suatu riwayat perbedaan orang kaya yang taat dengan orang miskin yang taat terpaut 500 tahun masuk Surga terlebih dahulu orang miskin yang taat. Hal ini terjadi karena banyak pertanyaan mengenai harta bagi orang kaya tadi. Harta darimana memperolehnya ? Dengan bantuan siapa ? Bentuk pengelolaannya bagaimana? Dibantu siapa saja sampai digunakan untuk apa dan lain sebagainya.
Tetapi orang kaya yang dermawan juga mempunyai kelebihan, setidaknya dia dapat lebih banyak membantu orang lain sehingga dengan bantuannya yang ikhlas Allah akan ridho kepadanya.
Oleh karena itu bila kita termasuk golongan manusia tipe kedua diatas harus banyak bersyukur dan minta ampun kepada Allah karena beratnya penghisaban di akherat nanti.
Dalilnya firman Allah : “Kalau kamu banyak bersyukur maka aku tambah nikmatmu”.
Akan tetapi bila kita masuk kedalam golongan manusia tipe keempat maka sikap yang kita ambil adalah bersabar, karena leibh baik bersabar dalam ketaatan didunia ini dari pada bersabar menunggu penghisaban di padang mahsyar, atau bersabar didalam siksaan neraka. Dalilnya firman Allah : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Kalau ditinjau dari kedua dalil diatas maka kedudukan sabar lebih tinggi dari pada bersyukur, karena orang yang sabar bersama Allah sedangkan orang yang bersyukur beserta ciptaan Allah (yakni kenikmatan) tetapi jangan coba-coba mendaftarkan diri atau menjadi golongan manusia jenis pertama dan ketiga anda akan celaka, kasihanilah diri kita maut adalah pasti, tidak dapat ditunda atau dimajukan, apabila datang tidak akan sempat lagi berbuat apa-apa, jadi mulai sekarang kita sama-sama berbenah diri, termasuk penulis juga. Wallahu a’lam.







Bab Shalat Berjamaah dan Adab-adabnya (2)


Barisan Shaf
• Tidak lurus shaf dalam shalat berjamaah akan menimbulkan terpecahnya hati ahli jamaah. Sehingga akan membuat perpecahan diantara jamaah. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah)
• Shaf yang tidak rapat dalam shalat berjamaah akan menjadikan syetan masuk pada celah-celah yang longgar untuk menggoda manusia. (Nasa’i)
• Jangan membuat shaf diantara tiang-tiang masjid sehingga membuat shaf terputus. (Ibnu Majah)
• Jangan menyendiri di belakang barisan shaf dalam shalat berjamaah. Tidaklah sah shalat orang yang menyendiri di belakang barisan shaf. Rasulullah SAW. menyuruh seseorang yang menyendiri dibelakang barisan shaf untuk mengulangi kembalai shalatnya. (Ibnu Majah)

I m a m
• Yang berhak menjadi imam dalam shalat berjamaah adalah :
 Yang lebih banyak hafalan Al Qur’annya, jika sama,
 Yang paling banyak mengamalkan sunnah, jika sama,
 Yang paling dulu hijrah, atau yang paling dulu mengenal agama, jika sama,
 Yang paling tua diantara mereka. (TIrmidzi)
• Makruh menjadikan imam orang yang udzur. (Jumhur ‘Ulama). * Seperti orang yang suka kencing atau buang angin tak terasa.
• Seorang musafir sebaiknya tidak mengimami jamaah shalat orang tempatan. Orang tempatan lebih berhak menjadi imam, hendaknya dengan izin penduduk setempat. (Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
• Jangan bermakmum kepada imam yang berhadats atau imam yang tertidur atau mengantuk. (Ibnu Majah)
• Jangan sekali-kali menjadikan imam yang tidak disukai makmumnya, karena ia juga tidak akan disukai Allah. (Ibnu Majah)
• Jika imam benar, maka kebenarannya untuk semua jamaah. Jika imam salah, maka kesalahannya untuk imam sendiri. (Ibnu Majah)
• Rasulullah SAW. menyatakan bahwa akan dating suatu masa dimana orang-orang akan akan shalat berjamaah, tetapi tidak ada imam. (Ibnu Majah)
• Sebelum memulai takbir, imam hendaknya menganjurkan makmum agar meluruskan dan merapatkan shaf. (Bukhari, Muslim, Nasa’i)
• Imam sebaiknya meringkaskan bacaan surat dalam shalat berjamaah. Dikhawatirkan dalam jamaah tersebut ada yang tua, yang udzur, ataupun yang sakit. (Ibnu Majah)
• Imam hendaknya tidak terburu-buru dalam melakukan sujud dan ruku’. Wajib berthuma’ninah dalam melaksanakannya. (Tirmidzi)
• Setelah mengimami shalat, sunnah bagi imam menghadap ke makmum, dengan berputar ke kiri atau ke kanan. (Ibnu Asakir, Abu Dawud, Ibnu Majah)

Makmum
• Makmum wajib mengikuti gerakan imam. Apabila imam ruku’, makmum pun ikut ruku’, imam sujud, makmum pun sujud dan seterusnya. (Muslim, Ibnu Majah) * Yang harus diikuti adalah gerakan-gerakan shalat saja, selain gerakan shalat makmum tidak perlu mengikutinya.
• Makmum jangan mendahului imam dalam gerakan shalat. Makmum yang mendahului imam, akan bangkit di hari kiamat dengan berkepala binatang. (Bukhari, Muslim)
• Sebaiknya makmum jangan meninggalkan tempat shalat sebelum imam meninggalkan tempat shalatnya, kecuali sangat mendesak. (Nasa’i)
• Apabila imam melakukan kesalahan, maka makmum lelaki menegurnya dengan bacaan tasbih, sedangkan makmum wanita menegur imam dengan tepuk tangan. (Ibnu Majah)