Kamis, 05 November 2009

Semakin Banyak Berbagi, Semakin Banyak Menerima

Matematika manusia tidak sama dengan matematika Allah

All that I give is given to my self. To give is to receive. Apa yang saya berikan (kepada orang lain) sesungguhnya manfaatnya akan kembali untuk diri saya sendiri. Memberi berarti menerima. Demikian kata Gerald G. jampolsky, penulis buku Love is Letting Go of Fear. Demikian juga yang dikatakan oleh David Cameron, CEO Images of One.com, sekaligus penulis buku Raising Humans and Happy Pocket Full of Money. Dia menulis, memberi itu menyebabkan memiliki. “To have all, give all to all”. Kesaksian-kesaksian itu dikutip oleh Ahmad Riawan Amin – Direktur Utama Bank Muamalat dalam bukunya yang berjudul The Celestial Management.
Menarik sekali apa yang mereka (penulis barat) katakan itu. Sayangnya, tidak ada hal baru dari mereka. Semuanya sudah jelas tertuang dalam Al Qur’an dan hadits. Bahwa salah satu faktor yang menjadikan bisnis sukses, harta berkembang biak dan beranak pinak, apabila kita mau berbagi, membayar infaq, zakat dan sedekah. Lho kok bisa? Dalam hidup ini, kadang kita harus percaya pada hal-hal yang sifatnya ghaib, tidak hanya yang terlihat kasat mata saja.
Bagaimana mungkin pengeluaran berupa infaq, zakat dan sedekah (ZIS) bisa melipat gandakan harta? Bukankah infaq, zakat dan sedekah bukan termasuk investasi yang langsung menghasilkan dan dapat diketahui return-nya seperti deposito, reksadana, saham dan produk investasi lainnya? Bukankah kegiatan itu hanya mengurangi uang kita? Disinilah kita harus menyadari bahwa matematika kita tidak sama dengan matematika Allah. Bila kita mengatakan lima kurang dua sama dengan tiga, maka matematika Allah menyatakan lima dikurangi dua sama dengan seribu empat ratus. Allah berjanji akan memberikan pahala zakat, infaq dan sedekah sampai berlipat tujuh ratus kali.
Firman Allah SWT. : “Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui”. (Al Baqarah : 261)
Hadits Rasulullah SAW. pun banyak yang menunjukkan bertambahnya rezeki dengan cara bersedekah. Diantaranya, dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW. bersabda, Allah berfirman ; ‘Wahai anak Adam! Infaqkanlah hartamu, Aku akan menambah hartamu”. Pada kesempatan lain Rasul berjanji, “Ada tiga hal, aku berjani tentang tiga hal itu (bahwa tiga hal itu benar) dan aku akan menceritakannya padamu, maka ingat-ingatlah! Uang tidak akan pernah berkurang karena amal sedekah. Tidak akan ada seorang pun yang berbuat salah manakala ia sabar, kecuali Allah akan menambah kemuliaannya dan tidak ada seorangpun yang meminta rezeki pada orang lain, kecuali Allah akan memiskinkannya”. (Tirmidzi, Ahmad)
Lalu bagaimana janji-janji Allah tersebut dapat diterima oleh logika akal? Mudah-mudahan uraian berikut dapat menjelaskan hal itu. “Allah memberikan rezeki (materi) kepada manusia melalui manusia yang lain, tidak diturunkan langsung dari langit. Buktinya kita mendapatkan proyek/pekerjaan dari orang lain. Kita mendapatkan uang juga dari konsumen/pelanggan dan sebagainya. Bukti lainnya, dalam konsep harta menurut Islam, harta atau rezeki yang kita peroleh di dalamnya terdapat titipan atau hak orang lain. Nah, berkenaan dengan itu kita semua sebenarnya telah diangkat oleh Allah untuk menjadi distributor rezeki. Allah sebagai pemilik rezeki, berhak memilih orang-orang yang bisa dipercaya, agar proses distribusi rezeki di muka bumi ini berjalan baik. Untuk itu Allah menguji, sebelum kita benar-benar dijadikan distributor besar (kaya raya). Salah satu caranya dengan memberikan rezeki secara bertahap, mulai dari kecil. Ketika kita sudah amanah, menjadi distributor yang baik (menyampaikan hak fakir miskin dan banyak bersedekah) maka Allah akan meningkatkan rezeki kita. Begitu seterusnya sampai tidak terbatas (kaya raya)”.
Model yang diterapkan Allah seperti itu menunjukkan bahwa Allah ingin memberikan pelajaran kepada kita bahwa hidup di dunia ini tidak bisa lancar bila dikerjakan sendirian tetapi perlu kerjasama atau bekerja secara tim. Perhatikan saja, Allah juga membentuk tim kabinet dalam mengatur dunia ini, jumlahnya 10 yaitu para Malaikat. Program kerja Allah di dunia diterjemahkan oleh para Nabi yang pesannya disampaikan langsung oleh Malaikat Jibril. Sedangkan menteri perekonomian (pembagi rezeki) dijabat oleh Malaikat Mikail. Untuk urusan catat-mencatat amal oleh Malaikat Rokib dan Atid, dan seterusnya.
Firman Allah SWT. : “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan”. (At Thalaaq : 7)
Dalam bahasa Ustadz Yusuf Mansyur – Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Qur’an di Tangerang, ustadz muda yang dikenal selalu mengusung tema sedekah – tidak ada masalah di dunia ini yang tidak dapat diselesaikan. Allah telah memberi solusi, salah satunya adalah sedekah. Ayat diatas oleh beliau ditafsirkan, “Hendaknya orang-orang kaya berbagi kekayaannya, dan barangsiapa yang sedang disempitkan rezekinya, hendaklah bersedekah”. Kenapa orang yang ditimpa kesulitan kok malah disuruh bersedekah?” inilah rahasainya. Allah menjamin bahwa sedekah bisa membeli masalah. Sedekahpun bisa membeli keinginan. Allah berjanji akan membalas satu kebaikan dengan 10 hingga 700 kebaikan, bahkan tak terhingga”. Bahkan dia mengatakan, “Belilah masalah dengan sedekah”.
Kebalikan dari diatas, kita masih menyaksikan banyak orang-orang pelit. Orang-orang yang mengira dengan cara itu harta kekayaannya dapat bertambah secara signifikan. Orang pelit juga beranggapan bahwa sedekah akan mengurangi hartanya. Padahal bisikan kekurangan (kemiskinan) itu datangnya dari Syetan. Sebagaimana firman Allah SWT. : “Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) ; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia yang melimpah. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Al Baqarah : 268)
Karena pelit, Allah akan mengurangi kekayaan dengan jalan yang tidak disangka-sangka atau tak diperkirakan sebelumnya. Misalkan uang hilang, anak sakit dengan biaya pengobatan yang besar, investasi rugi, rumah kebakaran dan lainnya.
Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa harta yang ditahan dapat menambah kekayaannya, padahal persepsi itu keliru. Harta yang tidak dikeluarkan ZIS-nya justru menjadi penghambat rezeki dan bisa mencelakakan dunia – akhirat. Harta bisa diibaratkan antara air dan selokan (sungai). Bila rezeki tidak dikeluarkan ZIS-nya maka rezeki (yang kita tahan) tersebut akan menjadi penghambat atau menyumbat jalannya air (harta) yang akan datang kepada kita. Akibatnya, air (harta) itu tidak lagi memberikan manfaat optimal tapi malah menjadi malapetaka (banjir) karena air tidak dapat mengalir dengan lancar. Itu baru di dunia, bagaimana di akhirat? Inilah peringatan Allah SWT. : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) dilangit dan dibumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (Ali Imran : 180)
Suze Orman dalam buku best seller-nya yang terjual lebih dari 2 juta eksemplar : The 9 Steps to Financial Freedom (9 langkah menuju kekayaan sejati) memberikan uraian tentang uang dan kedermawanan sebagai berikut , “Uang mengalir melewati kehidupan kita seperti air. Kadang-kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Saya meyakini bahwa diri kita, secara efek, adalah sebuah gelas, yaitu kita hanya bisa menampung jumlah tertentu ; setelah itu airnya – atau uang – akan melimpah dan hilang ke selokan. Ada orang yang memiliki gelas yang lebih besar, ada yang memiliki gelas yang lebih kecil, tetapi kita semua memiliki kapasitas untuk menerima lebih banyak dari yang kita miliki. Saat anda melakukan pemberian, gelas itu akan segera dipenuhi lagi berulang kali. Saya tahu bahwa saya selalu merasa lebih baik setelah memberikan sumbangan – lebih kuat, lebih berharga, lebih berkuasa. Dan setelah beberapa saat saya mulai meyakini bahwa bukanlah kebetulah kalau setiap kali saya memberikan sumbangan, semakin banyak uang yang datang ke pangkuan saya. Hal ini sepertinya sebuah konsep yang sangat aneh pada awalnya ; banyak klien saya yang menganggapnya begitu. Satu pertanyaan yang selalu saya dapatkan pada langkah ini adalah, “Saya tahu banyak orang kikir dan memiliki jiwa yang sangat pelit, orang-orang yang memiliki banyak uang, tetapi tidak pernah memberikan uang sedikitpun. Mengapa mereka bisa memiliki banyak uang?” Menjadi kikir tidak ada hubungannya dengan berapa banyak uang yang anda miliki. Anda bisa kaya dan kikir atau miskin dan dermawan. Orang-orang yang kikir selalu menjaga gelasnya dan menimbun kekayaan lebih banyak lagi, mereka akan memastikan bahwa tidak ada yang keluar dari gelasnya itu. Air baru selalu mengucur masuk untuk menjaga air didalam gelas itu tetap segar dan berguna, jika tidak, semuanya akan menjadi diam, seperti air yang tidak berputak dalam sebuah kolam”.
Orang kaya yang dermawan juga diutamakan masuk Surga. Dalam keteranga sebuah kitab diceritakan ada empat golongan yang akan masuk Surga yaitu orang yang mati syahid, ulama, haji mabrur dan orang kaya yang dermawan. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar