Minggu, 26 April 2009

Bahaya Curang Dalam Berdagang

“Ancaman dengan neraka Wail bagi orang yang curang dalam jual beli. Yaitu orang-orang apabila menerima dari orang lain, minta penuh ukurannya. Dan apabila ia menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah mereka mengira bahwa mereka kelak akan dibangkitakn pada suatu hari yang hebat (besar) yaitu pada hari ketika semua manusia menghadap pada Tuhan semesta alam. (QS. Al-Muthaffifin 1-6)


Wail adalah siksa yang berat, suatu lembah dalam Jahannam yang sekiranya bukit-bukit didunia ini dimasukkan kedalamnya pasti cair karena sangat panasnya. Menghadap kepada Tuhan, yaitu bangkit dari kubur dalam keadaan tidak berpakaian atau tidak membawa apa-apa kecuali amal baik dan buruk.
As-Sayyid berkata : sebab turunnya ayat ini, ketika Nabi SAW telah hijrah ke Madinah disana ada seorang bernama Abu Juhainah yang mempunyai dua timbangan satu untuk membeli yang selalu menguntungkannya karena takarannya yang lemah, sedangkan yang satu lagi untuk menjual dengan takarannya yang panas atau tinggi dari standar. Sehingga turunlah ayat diatas.
Rasulullah SAW. telah memperingatkan kepada orang-orang yang jual beli dengan takaran atau timbangan : “Kamu telah mempergunakan dua hal yang mana umat terdahulu telah binasa karenanya”. (HR. Tirmidzi)
Ibnu Umar Ra. berkata : “Rasulullah SAW. datang pada suatu hari dan bersabda, Hai sahabat muhajirin, ada lima perkara yang jika kamu diuji dengan itu akan terlebih dahulu aku berlindung kepada Allah semoga kamu tidak mendapatinya.
Pertama, tidak menjalarnya pelacuran pada suatu kaum sehingga dilegalkan (terang-terangan) melainkan akan menjalar pada mereka wabah thaun dan berbagai penyakit yang tidak terjadi pada nenek moyang mereka dahulu.
Kedua, tidak mengurangi takaran atau timbangan melainkan terkena bala’, kurangnya hasil bumi, berat penghidupan sehari-hari dan kekejaman penguasa (pemerintah).
Ketiga, tidak menahan / menolak kewajiban zakat, melainkan akan tertahan hujan dari langit, sehingga andaikan tidak ada ternak niscaya tidak akan turun hujan sama sekali.
Keempat, tidak menyalahi janji Allah dan Rasul-Nya melainkan akan didatangkan pada mereka penjajah (penjajahan fisik ataupun ekonomi) dari golongan lain.
Kelima, tidak menghukum para pemimpin mereka dengan selain kitab Allah atau memilih milih (yang ringan diambil, yang berat tidak), melainkan Allah akan menjadikan kebinasaan mereka timbul sesama mereka sendiri”. (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim)
Ali Ra. berkata : “Jangan meminta hajat kebutuhanmu dari orang yang rezekinya diujung takaran atau timbangan”. Ada hikayat yang menceritakan bahwa ada seseorang yang sedang naza’ akan mati, maka diajarkan padanya supaya mengucapkan Laa ilaha illallah, tiba-tiba orang itu berkata : “Saya tidak dapat mengucapkannya”. Lalu ditanya : “Tidakkah anda dahulu menepati timbangan ?” Jawabnya : “Benar, tetapi kemungkinan ada kotoran yang tidak saya bersihkan sehingga merugikan hak orang yang tidak terasa”. Jika yang tidak sengaja saja dapat berakibat demikian, maka bagaimana kondisi orang yang sengaja mengurangi timbangan ? Menjual Surga karena sebutir biji dan menambah bara api Neraka karena sebutir biji pada timbangan.
Peringatan bagi kita semua terutama bagi para pedagang yang menggunakan timbangan kilogram atau meteran dalam menjual barang-barangnya agar jangan curang dalam jual beli yang dilakukan.
Semoga kita semua dapat memahami dan takut akan ancaman dari Allah SWT., sehingga kita dapat meraih kebahagiaan hidup diduni dan akherat.
Amien.
Proses Lebih Utama dari Hasil

Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa ? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu Allah yang menetapkan, tapi bagi kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktifitas sehari-hari yang harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya terserah Allah.
Ketika berdagang dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka masalah yang terpenting bagi kita bukan uang dari jualan tersebut. Uang itu ada jalurnya, ada rezekinya dari Allah dan semua pasti mendapatkannya, karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung yang didapat, maka akan gampang sekali bagi Allah untuk memusnahkan untung tersebut hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.
Hal terpenting dari ikhtiar atau usaha adalah prosesnya. Ketika berdagang kita selalu menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligrampun hak orang lain yang terambil oleh kita. Demikian juga selama jualan kita tampil penuh keramahan dan kemuliaan akhlak, kejujuran, tepat waktu dan memenuhi janji.
Keuntungan dalam dagang adalah kalau kita sangat menjaga nilai-nilai dan perilaku kita dalam berusaha. Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal sebelum di wisuda ? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal.
Karenanya yang paling penting dalam perkuliahan, tanya dulu pada diri, mau apa dengan kuliah ini ? Kalau hanya untuk menghasil isi perut, maka kata Imam Ali, “Orang-orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajatnya tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya”. Kalau hanya ingin cari uang, maka penjahat juga pikirannya hanya uang. Lalu apa beda kita dengan para penjahat kalau pola pikir kita juga seperti itu ?
Bagi kita kuliah adalah suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu, hingga akhir hidup kita bisa lebih meningkat manfaatnya. Meningkatkan kemampuan merupakan salah satu tujuan kita untuk dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita mencari nafkah sebabnya mungkin supaya bisa mensejahterahkan orang lain.
Dalam mencari mencari rezeki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga yaitu, ketika sedang mencarinya kita harus sangat menjaga nilai-nilai dan ketika mendapatkannya kita distribusikan sekuat-kuatnya kepada orang lain. Inilah yang sangat penting.
Jangan terpukau oleh hasil, karena hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan Allah. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya mampu mengelola uang Rp 20 juta, suatu saat Allah memberikan keuntungan Rp 200 juta, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap datangnya rezeki akan efektif kalau iman dan ilmu kita bagus. Kalau tidak datangnya uang, gelar, pangkat atau kedudukan yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita yang bermutu, sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang menjadi hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, sombong, sok tahu, korupsi dll. Dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.
Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat untung. Karena sebelumnya dia susah akan pergi ketempat maksiat karena uangnya juga tidak ada. Tapi ketika dapat untung, tiba-tiba uangpun berlimpah, karena kurang iman orang inipun dengan begitu mudah mengakses tempat-tempat maksiat. Dia jadi hina karena keuntungan yang didapatnya.
Subhanallah, kalau kita renungkan, ternyata yang kita nikmati bukan sekedar hasil tapi justru prosesnya. Wallahu a’lam


Adab Sunnah Sehari-hari

Bab Jual Beli Dan Adab-adabnya (bag. 2)


Yang tidak dibolehkan dalam jual beli

 Neraka Wail orang yang apabila menjual mengurangi takaran dan membeli melebihkan takaran. (Al-Muthaffifin)
 Jangan mencela barang dagangan ketika membeli dan jangan memuji dagangan ketika menjual. (Ibnu Jarir)
 Jangan banyak bersumpah dalam jual beli. Banyak bersumpah dalam berjual beli mendatangkan banyak keuntungan, tetapi menghilangkan keberkahan rezeki, walaupun sumpahnya benar. (Bukhari, Muslim, Nasa’i)
 Sebaiknya jangan membeli dari non muslim, kecuali sangat terpaksa. (Bukhari)
 Sifat pedagang hendaknya mudah memberi hutang dan memudahkan pembayaran hutang bagi yang kesukaran. (Bukhari)
 Allah SWT. mempermudah urusan orang lain dalam urusan hutang. (Bukhari)
 Makruh menerima hasil pembekaman. (Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
 Haram menyuap dan disuap, dan perantaranya. (Ibnu Majah)
 Boleh menggadaikan barang. (Bukhari)
 Boleh mengembalikan barang yang dijumpai cacatnya. Walaupun sudah dipakai dan keuntungan pemakai tetap pada pembeli yaitu tidak ada uang potongan dari pengembalian tersebut. (Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)
 Boleh menerima upah hasil dari menulis mushaf. (Razin)
 Boleh berdagang dipinggir jalan, tempat lalu lalangnya orang-orang, dengan syarat : (1) Menundukkan pandangan, (2) Tidak menyusahkan orang lewat, (3) Menjawab salam, (4) Beramar ma’ruf nahi munkar. (Bukhari, Muslim, Ahmad)
Jual beli yang dilarang

 Dilarang jual beli patung, arak, bangkai dan babi. (Muslim, Nasa’i)
 Dilarang jual beli gambar makhluk yang bernyawa. (Bukhari)
 Haram menjual arak, juga meminumnya, membelinya, memberinya, merasainya, minta dipasarkannya, membawanya, dan meminta dibawakannya. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi)
 Dilarang menjual kelebihan air. Misalnya : kita mempunyai sumur dan masih ada kelebihan air setelah kita gunakan, maka air selebihnya itu tidak boleh kita jual. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
 Dilarang jual beli sperma pejantan. Maksudnya : menyewakan pejantan untuk pembibitan hewan. Akan tetapi menghadiahkan atau memberikan tidak dilarang. (Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i)
 Haram menimbun atau menyimpan barang, kemudian menjualnya disaat harga mahal. (Muslim, Ahmad, Ibnu Majah)
 Haram jual beli anjing dan kucing. (Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
 Haram hasil dari pelacuran. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
 Haram hasil dari menyanyi (artis) wanita. (Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
 Haram hasil dari perdukunan. (Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
 Tidak boleh jual beli buah yang belum matang untuk dimakan. (Bukhari, Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah)
 Tidak boleh orang kota menjual dagangannya untuk orang desa, apabila ada unsur penipuan didalamnya. Karena pandai, orang kota biasanya menipu orang desa yang tidak mengetahui. (Bukhari, Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar