Senin, 09 Maret 2009

Bicara Masalah Keimanan Kita

P

erkara yang paling penting dalam kehidupan ini adalah iman, maka dari itu iman harus senantiasa kita bicarakan lagi dan lagi. Suatu perkara yang dianggap penting akan dibicarakan terus menerus. Hari ini masalah yang dianggap penting adalah makanan, sehingga dari rakyat sampai Presiden membicarakan masalah makanan, begitu juga masalah kesehatan, maka semua orang berfikir mengenai kesehatan, mulai rakyat yang paling kecil sampai Menteri-menteri hingga Presiden.

Sebenarnya tidak ada perkara yang lebih penting melebihi iman, karena kalau kita tidak makan, tidak sehat maka resiko terbesar adalah kematian, setelah itu tidak ada resiko. Jika iman kita tidak lurus, resikonya bukanlah kematian, bukan perkara yang kecil, tetapi malapetaka yang abadi selama-lamanya, Neraka Jahannam yang selama-lamanya, didalamnya tambah hari tambah menderita, tidak akan ada habis-habisnya.

Oleh karena itu Al-Qur’an mulai dari awal sampai akhir banyak membicarakan keimanan, keagungan Allah, kehebatan Allah, cerita-cerita negeri akherat. Cerita mengenai keimanan ini diulang-ulang beratus-ratus kali, bahkan beribu-ribu kali dalam Al-Qur’an.

Tertib kehidupan Nabi SAW. adalah Qur’an, akhlak atau budi pekertinya itulah Qur’an. Kalau Al-Qur’an banyak mengulang-ulang masalah keimanan maka baginda Nabi SAW. pun selalu mengulang-ulang mengusahakan masalah keimanan, bukan hanya menyampaikan iman kepada orang-orang yang masih kafir, tetapi selalu mengulang-ulang kepada sahabat yang sudah beriman. Apakah ada pilihan lain bagi kita selain mengikuti Nabi SAW. ?

Sudah menjadi sunnatullah apa yang kita bicarakan terus menerus akan segera tertanam didalam hati, demikian juga perkara iman, apabila selalu dibicarakan, dibahas, mendengarkan pembicaraan iman, sudah tentu iman akan tertanam didalam hati kita.

Sebelum lahir ke dunia ini manusia telah mengenal Allah di alam ruh, Allah berfirman, “Alastu birobbikum (siapakah Tuhan kamu)”, semua manusia menjawab, Qolu balaa syahidna (benar, kami menyaksikan bahwa Engkaulah Tuhan Kami). Namun ketika lahir ke dunia manusia lupa, orang tuanya mengajarkan bahwa yang memberi makan adalah ayah dan ibu. Hari-hari bicara ayah, ibu, teman, kantor, pasar, sawah, ladang. Sehingga manusia itu lupa kepada Tuhannya, lupa kepada Penciptanya. Obatnya orang lupa mesti diingatkan lagi dan lagi, sehingga manusia akan kembali ke fitrahnya yang asli yaitu mengenal Allah, mengagungkan Allah. Allah yang menciptakan, Allah yang berkuasa dan menguasai, apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi sedangkan apa yang tidak di kehendakinya tidak akan terjadi.

Semua makhluk tidak ada kecuali diadakan oleh Allah, semua makhluk tidak hidup akan tetapi dihidupkan oleh Allah, semua makhluk tidak bisa berbuat apa-apa tanpa izin dari Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali daya atau kekuatan dari Allah. Laa haula wala quwata illa billah.

Kalau seluruh makhluk berkumpul menjadi satu, baik dari golongan manusia, jin, malaikat dan yang lainnya, untuk memindahkan satu kerikil dari satu tempat ketempat yang lain niscaya tidak akan mampu tanpa pertolongan Allah SWT. Jangankan mau memindahkan kerikil, untuk membuka mata, menggerakan tangan, dan mendenyutkan jantung sendiri saja niscaya kita tidak akan mampu kecuali atas pertolongan Allah. Laa ilaha illallah.

Selalu ingat kepada Allah, dengan mengatakan, “Saya tidak mungkin bisa lupa kepada Allah, tidak bisa hidup tanpa pertolongan Allah”. Jangan mengatakan, “Saya tidak bisa hidup tanpa istri, bagaimana saya bisa hidup tanpa uang? Saya tidak bisa hidup tanpa teman, Saya tidak bisa hidup tanpa mobil, Saya tidak bisa hidup tanpa uang, kalau masih muda, mengatakan, Saya tidak bisa hidup tanpa ayah”.

Kalau seluruh dunia menjadi milik kita, semua orang mendukung kita tetapi pencipta dunia tidak suka kepada kita, apakah kita akan beruntung ? Sekalipun ayah cinta kepada kita, ibu cinta kepada kita tapi pencipta ayah, pencipta ibu tidak cinta kepada kita, apakah akan baik atau senang hidup kita ? Kalau semua manusia tunduk kepada kita, tapi pencipta manusia marah kepada kita, apakah kita akan selamat ? Seluruh langt, bumi menjadi milik kita umpamanya, tapi pencipta langit dan bumi tidak suka kepada kita, marah kepada kita, mau lari kemana kita ?

Sesungguhnya yang kita harapkan

hanya Allah, yang kita takuti adalah Allah, tempat menyembah dan meminta.

Disamping itu kita senantiasa juga membicarakan kehidupan mulia Nabi Saw. dan Nabi/Rasul terdahulu, mereka adalah orang yang disucikan Allah diutus untuk membimbing kita mencari ridho Allah, mengakui mujizat mereka, kemuliaan mereka, khususnya Nabi SAW. sehingga tertanam didalam hati kecintaan kepada mereka. Sebab tanda cinta kepada Allah juga harus mencintai Nabi-Nya. Kalau seseorang itu iman kepada Allah, tapi tidak iman kepada Nabi-Nya maka iman orang tersebut tidak diterima oleh Allah. Seperti Yahudi dan Nashrani, mereka percaya kepada Allah tetapi tidak mengakui Nabi SAW., maka iman mereka tidak diterima oleh Allah SWT.

Kemuliaan utusan sesuai dengan yang mengutus, misalnya utusan pak Lurah, maka kedudukan utusan tersebut satu tingkat dibawah pak Lurah, kalau utusan Gubernur tentu lebih tinggi lagi dibandingkan dengan utusan Lurah, demikian juga utusan Presiden akan lebih tinggi lagi dibandingkan dengan utusan Gubernur. Lalu bagaimana pula dengan utusan Allah yakni Baginda Rasulullah SAW., utusan pencipta seluruh makhluk, Allah SWT. yang menciptakan seluruh alam, yang menciptakan seluruh Raja/Presiden, yang menciptakan segala sesuatu didunia dan akherat. Kalau kita paham tentu akan tertanam kecintaan kepada Nabi SAW., bershalawat kepada Beliau SAW., sehingga akan timbul juga kecintaan kepada sunnah-sunnah Nabi SAW. melebihi segalanya, merasa bangga ikut sunnah Nabi, makan walaupun seadanya asalkan cara sunnah maka kita akan bahagia dan gembira. Orang-orang ahli bathil merasa bangga dengan makan minum berdiri dikebun-kebun (Pesta kebun/standing party), walaupun makan dengan berdiri itu tidak enak, tidak merasa selesa, tidak merasakan ketenangan, tapi karena dianggap ini gaya orang modern, orang maju maka mereka berbangga. Memakai celana walaupun banyak yang jebol dan melebihi tumit, celana baru tapi bangga karena model terbaru, kenapa bisa begitu, karena orang sudah membanggakan dunia, sehingga pakai celana jebol pun suatu kebanggaan.

Orang beriman kebanggaannya dalam mengikuti sunnah Nabi SAW. walaupun tidur di gigit nyamuk, kepanasan tapi merasa gembira karena tidurnya ikut sunnah Nabi SAW., maka dia beruntung.

Seorang ulama pulang kerumah, dirumah dia bertanya kepada istrinya, “Ada makanan apa ?” Jawab istrinya, “Tidak ada”. Ulama’ tersebut mengucapkan, “Alhamdulillah, kalau begitu saya berpuasa saja. Wahai istriku bergembiralah karena rumah kita pada hari ini mirip dengan rumah Nabi SAW.

Ketika istrinya ditanya Nabi SAW., “Ada makanan”, maka istrinya menjawab, “Tidak ada”, maka Nabi SAW. bersabda, “Kalau begitu hari ini saya puasa”. Orang yang beriman standar hidupnya kepada Nabi SAW., itulah standar kehidupan yang sukses, sehingga dengan kehidupan seperti itu para sahabat mampu meruntuhkan Romawi dan Persia yang merupakan dua negara adi daya pada waktu itu, mampu menguasai 2/3 dunia.

Kita mendapatkan warisan terbesar yakni Kitabullah (Al-Qur’an), didalamnya terdapat ilmu, cerita orang-orang dahulu, orang-orang yang sekarang dan yang akan datang, ilmu para Rasul dikumpulkan dalam Al-Qur’an oleh karena itu kita mensyukuri ni’mat Allah, kita baca dan renungi, kalaupun tidak paham kita cintai dengan sepenuhnya.

Disamping itu perlu kita pahami bahwa ada para Malaikat di kanan, kiri, depan dan belakang kita, jangan kita merasa sendiri ketika tidak ada orang, karena sebenarnya Malaikatlah yang akan melihat semua perbuatan kita. Disekitar kita ada Malaikat yang sudah diciptakan berjuta-jutta tahun tapi tidak pernah bermaksiat kepada Allah, kita hidup 60 tahun saja sudah penuh dengan maksiat. Kalau kita merasa ada Malaikat disekitar kita, dan Allah Maha Melihat perbuatan kita tentu akan malu mencuri, korupsi, berzina dan minuman keras serta narkoba. Kalau kita berbuat maksiat didekat ulama atau wali Allah, tentu kita tidak berani atau malu, di dekat anak kecil saja kita malu, bagaimana kalau Malaikat yang mulia Kiraman Katibin yang senantiasa mencatat amal-amal kita.

Semua yang diatas dapat kita pahami apabila ada keyakinan akan kehidupan di negeri akherat, disanalah kehidupan yang sesungguhnya, dunia hanya sebagai tempat persinggahan sementara, jabatan yang kita pegang sifatnya amanah yang harus dipertanggung jawabkan, kekayaan kita sifatnya cuma titipan, sehingga kita tidak merasa akan tinggal selama-lamanya didunia ini. Dunia ini adalah salah satu perjalanan menuju akherat, ketika seseorang ditakdirkan untuk meninggal maka tidak ada lagi yang layak dibanggakannya diduniai ini.

Orang yang terpesona dengan dunia karena melihatnya tidak komplet, seharusnya dilihat dari awal, sekarang, dan akhirnya. Siapa saja dia baik Menteri, Pejabat, Anggota Dewan, Teknokrat, awalnya dari setetes air mani yang hina dan akhirnya menjadi bangkai, lalu apa yang akan dibanggakan kalau sudah seperti itu.

Segala sesuatu yang sudah terjadi, sudah ditentukan oleh Allah SWT. semua diprogram oleh Allah, apa yang ditakdirkan akan mengenai kamu pasti akan terjadi, tetapi jika ditakdirkan tidak mengenai kamu pasti tidak akan terjadi, rezeki orang lain tidak bisa kamu ambil dan rezeki kamu tidak akan diambil orang lain. Kalau orang itu iman kepada takdir, maka hidupnya tidak akan resah kepada masa lalu, tidak khawatir dengan masa depan. Yang lalu biar berlalu yang penting sekarang bagaimana saya mendapat ridho Allah SWT. Wallahu a’lam. (Redaksi)


Adab Sunnah Sehari-hari

Bab Pemimpin Kepada Rakyat

Dan Adab-adabnya (bag. 1)


Tanggung Jawab

§ Setiap orang adalah pemimpin. Setiap jiwa bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan tanggungannya. (Al-Mudatstsir : 38, Muttafaqun ‘Alaih) * Yang dimaksud dengan tanggungan ialah menjaga amanah, menunaikan tugas, menunaikan janji, menjaga batas-batas, menegakkan hukum-hukum.

§ Menjadi pemimpin adalah suatu fitnah besar. (Imam Nawawi)

§ Tidak menjadi pemimpin, adalah suatu keuntungan besar, karena terjauh dari tanggung jawab yang besar. Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Sungguh beruntung kamu wahai anak kecil, jika kamu mati belum pernah menjadi amir dan tidak pula sekretaris, dan tidak pula menjadi instruktur (penanggung jawab orang banyak)”. (Abu Dawud)

§ Laksanakan tugas dengan penuh amanah. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. (Muttafaqun ‘Alaih)

§ Pemimpin yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya, akan sangat menyesal pada hari kiamat. (Muttafaqun ‘Alaih)

§ Celakalah pemimpin yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. (Ahmad, Baihaqi)

§ Menjadi hakim adalah beban yang sangat berat. Barangsiapa dijadikan sebagai hakim, seolah-olah telah disembelih tanpa pisau. (Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, Muslim)

§ Jangan sekali-kali berkeinginan untuk menjadi seorang hakim atau pemimpin. Barangsiapa bercita-cita atau meminta menjadi hakim, maka resikonya akan dipikul sendiri. Tetapi jika dipaksa menjadi hakim, maka Allah akan mengirim Malaikat untuk menuntunnya. (Tirmidzi, Abu Dawud, Muslim)

§ Siapa yang menginginkan kepemimpinan, berarti mendekatkan diri kepada kebencian Allah. (Bisyr bin Harts)

Sifat Pemimpin

§ Wajib memperdalam agama sebelum menjadi pemimpin. (Umar bin Khattab ra.)

§ Pemimpin harus jujur dan tidak curang dalam tugas. Seorang pemimpin akan ditegakkan pada hari kiamat diatas jembatan Neraka. Apabila jujur, ia akan selamat. Jika curang, maka jembatan itu akan terbelah, dan ia akan terlempar kedalamnya selama tujuh puluh tahun. (Bisyr Al-harits)

§ Hakim hendaknya senantiasa merasa takut, karena beratnya tugas tersebut. (Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah)

§ Rasulullah SAW. lebih suka tidak menjadi pemimpin, walaupun hanya untuk memimpin dua orang. (Muslim)

§ Karena tanggung jawab yang demikian berat dan besar, maka para sahabat ra. menolak empat perkara : 1. Menjadi pemimpin. 2. Menerima wasiat. 3. Menerima titipan. 4. Memberikan fatwa. (Al-Ghazali)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar