Minggu, 11 Oktober 2009

Diantara Keagungan Shalat

Shalat merupakan ibadah yang diwajibkan melalui Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ para imam. Shalat wajib bagi setiap muslim maupun muslimah, baligh dan berakal, kecuali wanita yang sedang haid dan menjalani nifas. Dalil Al Qur’an yang menjadi landasan hal itu adalah firman Allah SWT. : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunai zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus”. (Al Bayyinah : 5)
Demikian juga firman-Nya : “Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (An Nisa’ : 103)
Sedangkan dalil hadits dari Muadz ra. Ketika Baliau akan dikirim ke Yaman, Nabi SAW. bersabda, “Beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam”. (Bukhari dan Muslim)
Shalat memiliki kedudukan sangat agung dalam Islam. Diantara bukti yang menunjukkan peran penting dan kedudukan tingginya adalah :

1. Shalat adalah tiang agama.
Agama tidak akan berdiri tegak tanpanya. Dalam hadits Mu’adz ra. disebutkan, Nabi SAW. bersabda, “Kepala segala urusan adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, sementara puncaknya adalah jihad”. (Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Jika tiang itu roboh, akan hancur pula bangunan di atasnya.

2. Shalat sebagai amal yang pertama kali dihisab.
Karena itu, rusak dan tidaknya amal tergantung pada rusak atau tidaknya shalat yang dikerjakan. Dari Anas ra., Nabi SAW. bersabda, “Yang pertama kali akan dihisab dari seseorang pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, akan baik pula seluruh amalnya. Jika shalatnya rusak akan rusak pula seluruh amal perbuatannya”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Yang pertama kali ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian kepada shalatnya. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung (dalam sebuah riwayat disebutkan dia akan berhasil). Dan jika shalatnya rusak, dia akan gagal dan merugi”. (Thabrani)
Dari Tamim ad-Dari ra., sebagai hadits marfu’ : “Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika dia menyempurnakannya, maka akan ditetapkan sempurna baginya. Dan jika dia tidak sempurnakan, maka Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia akan berkata kepada Malaikat-Nya. Lihat apakah kalian mendapati untuk hamba-Ku itu beberapa amalan sunnah, sehingga mereka akan sempurnakan amalan wajibnya dengan amalan sunnah tersebut. Kemudian zakat juga. Lalu amal-amal perbuatan itu dihisab berdasarkan hal tersebut”. (Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

3. Shalat adalah ibadah paling terakhir hilang dari agama.
Dengan kata lain, jika shalat telah hilang dari agama, berarti tidak ada lagi yang tersisa dari agama. Dari Abu Umamah ra. sebagai hadits marfu’ : “Tali-tali Islam akan lepas sehelai demi sehelai. Setiap kali sehelai tali itu lepas, maka umat manusia akan berpegangan pada tali berikutnya. Yang pertama kali terlepas adalah hukum dan yang paling terakhir adalah shalat”. (Ahmad)
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Yang pertama kali dihilangkan dari umat manusia adalah amanat dan yang tersisa paling akhir adalah shalat. Berapa banyak orang yang mengerjakan shalat tanpa ada kebaikan di dalamnya sama sekali didalam dirinya”. (Thabrani)

4. Shalat sebagai wasiat paling akhir Nabi SAW. kepada umatnya.
Dari Ummu Salamah rha., dia berkata, “Wasiat yang terakhir kali disampaikan Rasulullah SAW. adalah shalat, shalat, dan budak-budak yang kalian miliki”. Sehingga Nabi SAW. menyembunyikannya didalam dada dan tidak Beliau sebarluaskan melalui lisannya. (Ahmad)

5. Allah SWT. memuji orang-orang yang mengerjakan shalat dan mereka yang menyuruh keluarganya mengerjakannya.
Dia berfirman : “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dia menyuruh keluarganya mengerjakan shalat dan menunaikan zakat, dan dia adalah seorang yang diridhoi disisi Rabbnya’. (Maryam : 54-55)

6. Allah mencela orang-orang yang menyia-nyiakan dan yang malas mengerjakan shalat.
Dia berfirman : “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan”. (Maryam : 59)
Allah SWT. juga berfirman : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah, kecuali sedikit sekali”. (An Nisa’ : 142)

7. Shalat sebagai rukun sekaligus tiang Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Dari Abdullah bin Umar ra. dari Nabi SAW. bersabda, “Islam didirikan atas lima perkara : bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan Zakat, puasa Ramadhan dan berangkat Haji ke Baitullah”. (Muttafaqun ‘alaih)

8. Diantara bukti yang menunjukkan keagungan shalat adalah Allah SWT. tidak mewajibkannya di bumi melalui perantara Jibril as., tapi Dia sendiri yang langsung menyampaikan kewajiban shalat itu tanpa perantara pada malam Isra’ diatas langit ketujuh.
9. Pada awalnya, yang diwajibkan itu lima puluh shalat.
Ini menunjukkan kecintaan Allah SWT. kepada shalat. Kemudian Dia meringankan bagi hamba-hamba-Nya, dimana kemudian Dia hanya mewajibkan lima shalat saja dalam satu hari satu malam. Itulah shalat dengan hitungan lima puluh dalam timbangan dan lima dalam pengerjaannya. Hal itu menunjukkan agungnya kedudukan shalat.

10. Allah membuka amal perbuatan orang-orang yang beruntung dengan shalat dan menutupnya dengan shalat pula.
Hal itu mempertegas peran penting shalat. Allah SWT. berfirman : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya”. (Al Mu’minun : 1-9)

11. Allah menyuruh Muhammad SAW.
dan para pengikutnya agar mereka menyuruh keluarga mereka mengerjakan shalat.
Dia berfirman : “Dan perintahkan keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjaknnya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa”. (Thahaa : 132)
Dari Abdullah bin Umar ra., dari Nabi SAW. bersabda, “Suruh anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena tidak mengerjakannya pada saat mereka berusia sepuluh thun. Serta pisahkanlah tempat tidur mereka. (Abu Dawud, Ahmad)

12. Orang yang tertidur dan lupa diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.
Dan hal ini memperkuat peran penting shalat. Dari Anas bin Malik ra. Nabi SAW. bersabda : “Barangsiapa lupa mengerjakan shalat, hendaklah dia mengerjakannya pada saat teringat, tidak ada kaffarat baginya, kecuali hanya itu saja”. (Bukhari)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Barangsiapa lupa mengerjakan shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kaffaratnya adalah dengan mengerjakannya ketika dia mengingatnya”. (Muttafaqun ‘alaih)
Yang termasuk orang tertidur adalah orang yang tidak sadarkan diri selama tiga hari atau kurang. Hal itu telah diriwayatkan dari Ammar, Imran bin Hashin, Samurah bin Jundub ra., jika waktu tidak sadarkan diri itu lebih lama dari itu, maka tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk mengqadhanya, karena orang yang tidak sadarkan diri dalam waktu lebih dari tiga hari sama dengan orang gila yang kehilangan akal secara total. Wallahu a’lam.

Keutamaan Tijarat (Perdagangan)

Berdagang merupakan pekerjaan yang paling baik. Alasan utamanya adalah bahwa pedagang dan orang yang berkecimpung dalam kegiatan perdagangan dapat mengatur waktunya sendiri, sehingga ia juga dapat berkhidmat kepada agama melalui mengajar, belajar, menyebarkan ajaran Islam, sekalipun ia juga sibuk berdagang. Disamping itu juga terdapat beberapa ayat Qur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang keutamaan berdagang, yaitu : “Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang-orang yang beriman dengan Surga”.
Didalam hadits dapat kita baca, “Sesungguhnya pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan berada di kalangan para shiddiqin dan syuhada’”. (Tirmidzi)
Rasulullah SAW. diriwayatkan telah bersabda, “Sesungguhnya mata pencaharian yang paling baik adalah mata pencaharian pedagang yang apabila berbicara tidak berdusta, bila dipercaya mereka tidak berkhianat, jika berjanji tidak memungkiri. Apabila membeli mereka tidak mencela barang yang dibelinya. Apabila menjual, mereka tidak memuji-muji barang yang dijualnya. Jika mereka disuruh membayar hutang, mereka tidak berdalih, dan apabila orang yang berhutang lambat membayarnya, mereka tidak akan menyempitkan orang yang berhutang”.
Anas ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya pedagang yang jujur dan benar akan berada di bawah naungan ’Arsy Allah pada hari Kiamat”.
Abu Umamah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Apabila empat sifat terdapat pada seorang pedagang, maka rezekinya lancar. Empat sifat itu, yakni apabila membeli tidak mencela barang yang dibeli, apabila menjual barang tidak memujinya berlebihan, apabila menjual tidak menipu, dan tidak bersumpah dalam jual beli.
Hakim bin Hizam ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Pembeli dan penjual memiliki hak untuk membatalkan penjualannya sepanjang mereka belum berpisah (satu sama lain setelah mereka mengadakan jual beli). Apabila mereka berbicara benar dan menjelaskan (cacat barang yang dijual dan harganya), mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan apabila mereka berbicara tidak benar dan menutupi cacat barangnya, mereka barangkali akan menerima keuntungan, tetapi tidak memperoleh keberkahan dari penjualannya tersebut”. (Bukhari, Muslim)
Imam Said bin Manshur meriwayatkan bahwa Naim bin Abdurrahman dan Yahya bin Jabir meriwayatkan hadits dimana Rasulullah SAW. diberitakan telah bersabda, “Sembilan dari sepuluh rezeki diperoleh dari perdagangan dan sepersepuluh diperoleh dari peternakan”.
Imam Daylami meriwayatkan bahwa
Ibnu Abbas ra. berkata, “Aku nasihatkan kepadamu supaya memperlakukan para pedagang dengan baik, karena mereka adalah pembawa pesan antara ufuk barat dengan ufuk timur, dan pembawa amanah Allah di bumi”.
Diriwayatkan didalam Atbis bahwa Imam Malik meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. berkata, “Aku nasihatkan kepadamu untuk berdagang, sehingga orang-orang merah ini (bukan Arab) tidak menjadi halangan bagimu dalam urusan keduniaan”.
Dalam kitab Almad-Khal yang terkenal, Ibn Amirul Haj meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. suatu ketika mengunjungi pasar. Disana ia mengamati bahwa hampir semua pedagang adalah orang-orang asing dan orang-orang yang berasal dari kalangan bawah. Keadaan ini menjadikannya merasa prihatin sehingga ia mengeluarkan kata-kata sebagaimana dikutip diatas. Kemudian ada beberapa orang yang bertanya, “Tetapi tuan, Allah telah menaklukkan beberapa daratan untuk kita sehingga dari tanah yang ditaklukkan tersebut berdatangan harta kekayaan, sehingga kita tidak perlu berdagang untuk memenuhi kebutuhan kita”. Umar menjawab, “Apabila engkau meninggalkan berdagang sebagai pekerjaanmu, engkau akan mendapati bahwa kaum laki-laki akan bergantung kepada laki-laki lainnya, dan kaum wanita akan bergantung kepada kaum wanita lainnya”.
Allama Abdul Hay Kuttany berkata : “Ramalan Umar bin Khattab ra. berkenaan dengan masa depan umat ini terbukti kebenarannya. Dengan demikian apabila orang-orang muslim meremehkan pekerjaan berdagang dan meninggalkan berdagang sebagai pekerjaannya, maka umat lain akan mengambil alih pekerjaan ini dan mengendalikan dunia perdagangan sedemikian rupa sehingga seluruh umat Islam akan memiliki ketergantungan kepada umat lainnya. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang sangat penting, mereka (umat Islam) akan sangat bergantung kepada umat lain”.
Imam Tirmidzi mengetengahkan bab khusus dalam kitabnya yang terkenal Shahih Kitab dengan judul, “Memulai berdagang di awal pagi”. Didalam kitab tersebut kita akan mendapati sebuah hadits dimana Sakhar Ghamidy memberitakan bahwa Rasulullah SAW. pernah berdo’a, “Ya Allah, berkatilah umat ini ketika mereka berusaha pada awal pagi”.
Sakhari juga memberitakan bahwa apabila Rasulullah SAW. mengirimkan pasukan untuk berperang, Beliau selalu mengirimkannya pada awal pagi. Sakhari juga merupakan seorang pedagang. Apabila ia mengirimkan pekerjanya untuk berdagang, ia akan mengirimkannya di awal pagi. Dengan cara ini, ia memperoleh keuntungan besar dan kekayaannya bertambah banyak.
Said bin Huraits berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa menjual tanah atau rumah kemudian tidak menyimpan hasil dari penjualan tersebut dengan sesuatu yang seumpamanya, maka tidak akan memperoleh keberkahan”. (Ibnu Majah)
Diantara para shahabat, Abu Bakar ra. merupakan seorang pedagang yang terkenal. Didalam kitab Ishabah dapat kita baca bahwa sebelum datangnya Islam, ia memiliki kekayaan sebanyak empat puluh ribu dirham, yang ia gunakan untuk membeli budak-budak dengan tujuan untuk dibebaskan, sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan kebajikan. Abu Bakar sedemikian dermawannya sehingga pada saat kedatangannya di Madinah setelah hijrah, ia hanya memiliki lima ribu dirham, dan pada saat meninggalnya ia hampir tidak memiliki sesuatu apa pun.
Diberitakan didalam Tarikh Ibnu Asakir bahwa Abu Bakar biasa bepergian untuk berdagang sampai ke Basrah bahkan pada masa hidup Rasulullah SAW. kita semua mengetahui betapa cintanya ia kepada Rasulullah SAW. sekalipun ia sangat mencintai Rasulullah, ia bersedia untuk melakukan perjalanan yang panjang sampai ke Basrah.
Ibnu Saad menulis bahwa pada awal pagi setelah dipilih menjadi Khalifah, Abu Bakar ra. terlihat membawa setumpuk kain yang dibawa ke pasar untuk dijual. Ditengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarah. Mereka bertanya, “Bagaimana mungkin engkau ini sibuk berdagang, sedangkan tanggung jawab untuk mengatur urusan umat telah dibebankan ke atasmu?” Abu Bakar menjawab : “Bagaimanakah aku harus menafkahi keluargaku?” Mereka menjawab : “Kami akan menetapkan gaji untukmu”. Kemudian setelah itu ditetapkan gaji untuk Abu Bakar dengan jumlah seharga seekor kambing.
Didalam syarah (ulasan) Shahih Bukhari Ibnu Zakari menulis bahwa pemberian gaji ini hendaknya diterapkan kepada seseorang yang memiliki tanggung jawab menangani urusan umat Islam dan ditunjuk menjadi qadi (hakim), mufti, guru dan sebagainya. Mereka semua hendaknya menerima gaji tetap karena tugas yang mereka lakukan
Umar bin Khattab ra. juga pernah menjadi seorang pedagang. Terdapat beberapa hadits yang tidak diketahui oleh Umar, dan karena tidak mengetahui hadits-hadits tersebut, ia pernah berkata, “Keterlibatanku dalam berdagang menjadikan aku sangat sibuk di pasar, sehinga aku tidak dapat mengetahui beberapa perkara”. Ia juga diberitakan pernah berkata dalam beberapa kesempatan, “Kecuali mati dalam jihad di jalan Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku sukai daripada mencari nafkah melalui bekerja dan berusaha keras”. Untuk menyokong pernyataannya ini ia biasa membaca ayat : “Dan ada orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah”. (Al Muzammil : 20)
Usman bin Affan ra juga pernah menjadi seorang pedagang, baik sebelum Islam maupun sesudah Islam. Dalam pengiriman pasukan ke Tabuk, Usman telah menyediakan 300 unta miliknya sendiri beserta semua kelengkapannya. Menurut hadits yang lain dikatakan bahwa dalam pengiriman pasukan ini juga ia menyerahkan seribu dinar kepada Rasulullah SAW. untuk dipakai sebagai perbekalan dalam peperangan tersebut. Rasulullah SAW. bersabda, “Semenjak hari ini, tidak ada sesuatu perbuatan Usman yang dapat memudharatkannya”. Rasulullah SAW. mengulang perkataannya tersebut sampai tiga kali. Menurut hadits lainnya dinyatakan bahwa Usman membawa seribu ekor unta dan tujuh puluh ekor kuda.
Didalam kitab Taratibal Idariya terdapat sederetan nama pedagang dari kalangan shahabat, antara lain juga disebutkan Siti Khadijah, ibu kaum muslimin. Kisah tentang dirinya sangat terkenal. Ia pernah mengirimkan kafilah ke Syria untuk membeli dan menjual barang. Ia juga mengirim Muhammad (sebelum diangkat jadi Nabi) bersama-sama hamba sahayanya, Maisarah, untuk membawa barang-barang ke Syria. Khadijah menjanjikan akan memberikan bagian keuntungan dua kali ganda kepada Muhammad dibandingkan dengan bagian yang biasanya ditawarkan kepada orang-orang yang menguruskan perdagangannya. Muhammad menuju ke utara dan menjual barang dagangannya di pasar Basrah, dan ketika pulang ke Mekkah juga membawa barang dagangan. Dalam perjalanan dagang ini, mereka memperoleh keuntungan dua kali lipat sebagaimana sebelumnya, sehingga Khadijah benar-benar memberikan keuntungan dua kali lipat dibandingkan yang biasanya diberikan.
Wallahu a’lam.