Minggu, 30 Agustus 2009

Keutamaan bulan Sya’ban

Nabi SAW. bersabda, ”Kelebihan bulan Sya’ban mengatasi semua bulan, adalah bagaikan kelebihanku mengatasi seluruh Nabi, dan kelebihan bulan Ramadhan mengatasi semua bulan, adalah bagaikan kelebihan Allah SWT. mengatasi para hambaNya”.
Nabi SAW. pernah berpuasa penuh pada bulan Sya’ban, sesuai dengan sabdanya, ”Allah SWT. menerima amal-amal seluruh hamba di bulan Sya’ban”.
Beliau juga pernah bersabda kepada para shahabatnya, ”Tahukah kalian kenapa bulan ini disebut dengan bulan Sya’ban? Shahabat menjawab, ”Hanya Allah dan RasulNya yang mengetahui”,
Kemudian Nabi menegaskan, ”Sebab kebaikan bercabang banyak pada bulan ini”.
Nabi melanjutkan sabdanya, ”Pada malam Nishfu Sya’ban, Jibril AS. datang kepadaku, katanya : Hai Muhammad, pada malam ini pintu-pintu langit/rahmat dibuka, untuk itu tegakkanlah shalat, angkatlah kepala dan kedua tanganmu ke langit (berdo’a). Aku bertanya : Hai Jibril, malam apakah ini? Jawabnya : pada malam ini 300 pintu rahmat telah dibuka, Allah mengampuni semua orang yang tidak musyrik, bukan ahli sihir, bukan dukun, bukan orang yang suka bermusuhan, bukan pemabuk arak, bukan pelacur, bukan pemakan riba, bukan pendurhaka terhadap kedua orang tua, bukan yang suka mengadu domba, dan bukan orang yang suka memutus silaturahmi, mereka semua itu tidak diampuni, hingga bertobat”.
Lafaz atau kalimat Sya’ban menyimpan makna sebagai berikut :

1. Syin, singkatan dari Syafa’atun yang berarti kemuliaan dan syafaat
2. ’Ain, singkatan dari Al-’Izzah wal Karomah yang berarti kemenangan dan karomah
3. Ba, singkatan dari Al-Birru yang berarti kebaikan
4. Alif, singkatan dari Ulfah yang berarti rasa belas kasihan
5. Nun, singkatan dari An-Nur yang berarti cahaya

Para Fuqaha’ berpendapat bahwa bulan Rajab untuk menyucikan tubuh, dan bulan Sya’ban untuk menyucikan hati, dan sedangkan bulan Ramadhan untuk menyucikan jiwa/ruh. Maka siapa yang menyucikan tubuhnya dalam bulan Rajab, insya Allah akan mudah menyucikan hatinya pada bulan Sya’ban, dan siapa yang dapat menyucikan hatinya pada bulan Sya’ban maka insya Allah akan mudah menyucikan jiwa/ruhnya pada bulan Ramadhan.
Disamping itu ada pendapat lain bahwasanya bulan Rajab untuk membersihkan dari segala dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati dari cacat, dan bulan Ramadhan untuk menyinari jiwa/ruh sedangkan Lailatul Qadar untuk taqarrub/mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi SAW. bersabda, ”Siapa berpuasa 3 hari pada awal bulan Sya’ban, 3 hari pada pertengahannya, dan 3 hari pada akhirnya, maka Allah mencatat baginya seperti pahala 70 orang Nabi, dan bagaikan beribadah kepada Allah SWT. selama 70 tahun dan jika meninggal pada tahun itu akan dianggap seperti mati syahid”.
Nabi SAW. bersabda, ”Siapa mengagungkan bulan Sya’ban, bertaqwa kepada Allah SWT. dan taat beribadah kepadaNya, serta mengekang diri dari perilaku maksiat, maka Allah mengampuni segala dosanya, dan menyelamatkannya dari segala macam bahaya, dan macam-macam penyakit pada tahun itu”.
Nabi SAW. bersabda, ”Siapa yang menghidupkan dua malam hari Raya dan malam Nishfu Sya’ban, maka tidak mati hatinya ketika hati manusia mati”.
Telah membudaya di kalangan masyarakat, baik di kota maupun di desa, masalah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban, maka timbullah banyak pendapat yang berbeda, diantaranya ada yang menerima dan ada yang menolaknya.
Namun yang benar adalah, bahwa orang mukmin pada malam tertentu boleh saja tekun beribadah seperti shalat,
membaca Al-Qur’an, berdzikir dan berdo’a.
Adapun berhimpun pada malam Nishfu Sya’ban di masjid-masjid, atau ditempat lainnya untuk shalat sunnah Baraah berjamaah sebanyak-banyaknya, sebagaimana budaya sebagian orang, tidak dianjurkan dan tidak berdasar.
Begitu pula anggapan dengan adanya shalat berjamaah Nishfu Sya’ban, itu tidak ada dan hukumnya bid’ah qabihah yang wajib dijauhi. Sebab para fuqaha’ sepakat bahwa shalat Baraah hukumnya bid’ah atau mengada-ada dan tidak ada contohnya dari Nabi maupun para shahabat.
Menurut riwayat awal dari bid’ah itu terjadi sesudah 400 Hijriyah, sedang di masjdil Aqsho terjadi pada 440 Hijriyah. Menurut Imam Thurthusi hal itu terjadi ketika salah seorang pria datang ke masjidil Aqsho, pada malam Nishfu Sya’ban ia melakukan shalat, setelah takbir pertama, di belakang ada seorang makmum, lalu diikuti oleh orang kedua, ketiga dan keempat, hingga banyak sekali yang mengikutinya.
Alkisah pada tahun berikutnya, ia melakukan lagi shalat yang serupa, dan diikuti oleh orang banyak, akhirnya menjadi populer dan mereka tetapkan sebagai hal yang sunnah.
Pada dasarnya malam Nishfu Sya’ban sekalipun banyak hadits yang menguraikan keutamaannya, tidak berarti orang harus menetapkan berbagai amalan untuk mengagungkannya, apa lagi amal tersebut tidak ada contoh atau dasar dari Nabi SAW. Melakukan berbagai macam shalat seperti hajat, taubat, Tahajjud dan witir dianjurkan bukan hanya pada malam Nishfu Sya’ban saja. Adapun peramalan lain seperti membaca surat Yaasiin 3X, istighotsah dan do’a boleh-boleh saja asal amalan tersebut memang ada dan dicontohkan Nabi SAW. Wallahu a’lam
Kurun Shahabat
merupakan kurun terbaik Umat ini


Sesungguhnya kejayaan manusia di dunia hingga akherat hanya ada ditangan Allah SWT., yakni sejauhmana ia taat kepada Allah SWT. dengan mengikuti sunnah Rasul-Nya. Dimana sunnah tersebut telah wujud pada ahlul bait dan para shahabat ra., baik shahabat dari kalangan Muhajirin maupun Anshor. Mereka para shahabat mengikuti Rasulullah SAW. secara sempurna dengan demikian Allah telah ridho kepada mereka dan merekapun telah ridho kepada Allah.
Sesuai Firman-Nya, ”Orang-orang terdahulu dan awal masuk Islam diantara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Allah dan Allah akan menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (At-Taubah : 100)
Mereka (para shahabat) adalah generasi pertama yang mendapatkan derajat tertinggi sebagaimana hadits Rasulullah SAW., ”Sebaik-baik kurun adalah kurunku, kemudian setelah itu, kemudian setelah itu lagi”. (Bukhari)
Para shahabat adalah bagian utama dari as salafush shalih, dan merupakan masyarakat terbaik. Mereka meyakini bahwa Allah menguasai seluruh makhluk, sebaliknya seluruh makhluk bergantung kepada-Nya. Dunia ini sebentar, sedangkan kehidupan akherat adalah selama-lamanya. Kehidupan dunia yang amat singkat tersebut menentukan kehidupan akherat yang abadi. Apabila manusia berbuat kebaikan dan mendapat ridho Allah maka dunia yang singkat ini akan menghantarkan kepada kebahagiaan yang abadi di akherat kelak, akan tetapi sebaliknya bila di dunia ini hanya menumpuk kotoran dan dosa maka di akherat akan sengsara selama-lamanya. Kebahagiaan tidak ditentukan dengan adanya mal (harta) akan tetapi ditentukan dengan amal agama yang sempurna yang dengannya Allah Ridho.
Keyakinan tersebut tumbuh dari terwujudnya kemakmuran masjid Nabawi, yang didalamnya diajarkan dan dipraktekkan segala aspek kehidupan beragama. Dengan kemakmuran tersebut tercipta keimanan, ibadah, muamalah, mu’asyarah dan akhlak yang sempurna.
Disebabkan mujahadah masyarakat Yastrib (Madinah) dalam memakmurkan masjid supaya meningkatkan keimanan dan taqwa mereka kepada Allah SWT. maka Allah melimpahkan hidayah-Nya dan memberkahi masyarakat teladan ini dari langit dan bumi. Dengan makmurnya masjid Nabawi terciptalah Madinah Al Muanawarah, kota yang terang benderang penuh dengan cahaya hidayah.
Maka untuk membuat asbab hidayah dan tersebarnya hidayah (tersebarnya agana) telah dikirim ratusan jamaah-jamaah da’wah ke berbagai penjuru jazirah Arab dan negara luar. Rasulullah SAW. sendiri telah menyertai lebih kurang 25 jamaah baik yang dikirim untuk dakwah maupun perang fisabilillah.
Masyarakat Madani, masyarakat Qur’ani, masyarakat Islami yang senantiasa menjadi cita-cita kita hanya akan tercipta manakala kita mengikuti kebaikan masyarakat shahabat ini dengan menjadikan masjid sebagai pusat kehidupan umat, kemudian menjadikan perjuangan agama sebagai bagian dari kerja kita, pengiriman jamaah dakwah mestinya tetap berlanjut sebagaimana dulu pernah terjadi.
Kaum muslimin Indonesia yang terpisah ribuan kilometer dari Madinah dan telah ditinggal 14 abad lebih oleh masyarakat Islam terbaik, as sabiqun al awwalun hendaknya menempuh jalan yang sama yang dengannya Allah telah Ridho. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar