Minggu, 30 Agustus 2009

Anak Sholeh Idaman Orang Tua

Umur yang diberikan Allah kepada kita sangatlah terbatas. Kesempatan untuk beramal baik dibatasi oleh panjang dan pendeknya umur yang ditetapkan oleh Allah SWT. Sehingga amal baik yang bisa kita lakukan hanya sebatas hitungan tahun selama hidup kita. Akan tetapi tidak berarti kita tidak bisa menambah amal ibadah setelah datangnya kematian. Rasulullah SAW. pernah bersabda :
”Apabila meninggal anak Adam, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga amal, yaitu : Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat dan mempunyai anak yang shaleh yang mendo’akannya”.
Orang yang telah mati secara otomatis tidak akan bisa melakukan amal ibadah dan mendapatkan pahalanya, sebagaimana ketika ia masih hidup : shalat, puasa, zakat dan lain-lain.
Semua amal ibadahnya terputus kecuali tiga amal, yaitu :

1. Shadaqah Jariyah

Shadaqah Jariyah seperti menginfaqkan sebagian harta untuk keperluan agama terutama fasilitas peribadatan berupa masjid atau fasilitas pendidikan dan da’wah seperti sekolah agama atau pondok pesantren yang terus bisa dimanfaatkan oleh orang yang masih hidup.

2. Ilmu yang bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat yaitu bagi orang yang mempunyai ide dan pemikiran keilmuan. Hal tersebut dapat dituangkan dalam sebuah buku, kitab dan lain-lain yang bisa diambil manfaat oleh generasi selanjutnya, atau secara aktif mengajar ilmu kepada murid-muridnya agar bisa diamalkan secara baik dan benar.

3. Mempunyai anak shaleh
yang mendo’akan orang
tuanya.

Hal yang termasuk bisa menambah amal seseorang meskipun ia telah meninggal dunia adalah anak yang shaleh. Amal baik yang dilakukan anak yang shaleh adalah laksana amal yang dilakukan oleh orang tuanya, karena bagaimanapun juga apa yang dilakukan si anak sehingga bisa melaksanakan shalat, puasa, haji dan amalan-amalan yang lain dengan baik dan benar, semua tidak lepas dari peran serta dan usaha orang tua.
Dalam beberapa kitab syarah hadits diterangkan, seandainya si anak tidak mendo’akan orang tuanya, tapi karena amal shaleh yang dilakukannya tetapi menyebabkan bertambahnya amal orang tua yang sudah meninggal.
Oleh karena itu tidak ada jalan lain meskipun umur dan kesempatan hidup kita sangat terbatas, kita masih tetap bisa beramal bahkan sampai pada hari kiamat dengan menjadikan anak dan keturunan kita menjadi anak yang shaleh dan shalehah.
Nabi Ya’qub AS. pernah berkata kepada putra-putranya, ”Apa yang engkau sembah setelah kematianku?” atau ”Bagaimana dengan ibadahmu setelah kematianku?” Bukan malah mengkhawatirkan bisa tidaknya si anak mencari makan atau harta duniawi dengan sebuah pertanyaan : ”Apa yang engkau makan setelah kepergianku?” karena hal itu sudah dijamin oleh Allah SWT. sebagaimana firman-Nya :
”Dan tidak ada suatu binatang melata di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.
Pada zaman khalifah Umar bin Khattab ra. telah tertangkap seseorang yang minum pada bulan Ramadhan, ia jelas tidak berpuasa. Umar berkata kepadanya, ”Celaka kamu, padahal anak-anak kami selalu berpuasa”. Orang itu orang dewasa, tetapi tidak berpuasa sehingga didera delapan puluh kali deraan sebagai hukuman atas dirinya karena minum-minuman keras. Lalu ia diusir dari Madinah dan dikirim ke Syam.
Dari perkataan Umar bin Khattab ra. diatas dapat kita ambil ittiba’ bahwa anak-anak dizaman Beliau sudah terlatih dan terbiasa berpuasa. Semangat agama pada diri anak-anak waktu itu adalah hasil didikan orang tuanya.
Jika kita menginginkan anak-anak kita menjadi baik, mempedulikan dan mengamalkan agama dengan benar, maka sangat penting membiasakan pendidikan agama kepada mereka sejak kecil. Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan menjadi kesukaannya setelah dewasa.
Para sahabat ra. membiasakan pendidikan agama bagi anak-anak mereka sejak kecil dan menumbuhkan perhatian agama pada diri mereka. Sehingga setelah dewasa mereka menjadi pejuang-pejuang agama.
Sayangnya kita berbuat sebaliknya. Apabila anak kita terbiasa dengan perbuatan yang buruk kita malah membiarkan dan tidak berusaha mencegahnya. Kita mengatakan, ”Ah nanti jika besar akan menjadi orang baik”.
Padahal karena keburukan itu selalu dilakukan dan tertanam sejak kecil, maka ketika dewasa, keburukan itu tertanam kuat dan menjadi kebiasaan.
Apabila ini terjadi maka akan membawa kerusakan didunia, di akherat kita akan mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah SWT.
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar